Kamis, 03/07/2025 17:31 WIB

Polusi Udara Bisa Merusak Jantung Tanpa Gejala, Ini Temuannya

Temuan ini membantu menjelaskan mengapa orang yang tinggal di daerah dengan polusi udara tinggi lebih berisiko mengalami serangan jantung, gagal jantung, dan masalah kardiovaskular lainnya.

Polusi udara di New Delhi, India (Foto: Reuters)

Jakarta, Jurnas.com - Di dalam dada hampir 700 warga Toronto, para dokter menemukan jejak samar polusi udara — berupa luka mikroskopis pada otot jantung yang hanya bisa dideteksi dengan teknologi medis paling sensitif saat ini.

Melalui pencitraan MRI jantung canggih, para peneliti menemukan bahwa paparan jangka panjang terhadap partikel halus (PM2.5) berkaitan dengan munculnya fibrosis miokard difus, yaitu jaringan parut halus pada otot jantung yang tak tampak dalam pemeriksaan biasa.

Temuan ini membantu menjelaskan mengapa orang yang tinggal di daerah dengan polusi udara tinggi lebih berisiko mengalami serangan jantung, gagal jantung, dan masalah kardiovaskular lainnya.

PM2.5, Partikel Kecil dengan Risiko Besar

PM2.5 merujuk pada partikel berdiameter kurang dari 2,5 mikrometer — cukup kecil untuk melewati pertahanan alami paru-paru dan masuk langsung ke aliran darah.

Polusi ini berasal dari asap kendaraan, pembangkit listrik tenaga batu bara, cerobong industri, dan bahkan asap kebakaran hutan.

Meskipun studi sebelumnya telah menunjukkan hubungan antara kadar PM2.5 yang tinggi dan penyakit jantung, rantai biologis yang menghubungkan keduanya masih belum sepenuhnya dipahami — hingga studi ini dilakukan.

“Kami ingin memahami apa yang sebenarnya terjadi di tingkat jaringan saat seseorang terpapar polusi udara,” kata Dr. Kate Hanneman, ahli radiologi toraks dari University of Toronto dan University Health Network.

Pencitraan Jantung Ungkap Dampak Polusi

Tim Hanneman merekrut 201 orang sehat dan 493 pasien dengan dilated cardiomyopathy, kondisi yang melemahkan kemampuan jantung memompa darah. Setiap peserta menjalani MRI jantung lanjutan yang dapat mengukur seberapa kuat otot jantung menahan zat kontras — indikator awal adanya jaringan parut.

Selanjutnya, peneliti memadukan data satelit, pemantauan kualitas udara pemerintah, dan riwayat tempat tinggal peserta untuk memperkirakan paparan PM2.5 selama 10 tahun terakhir.

Hasilnya jelas: semakin tinggi paparan jangka panjang terhadap PM2.5, semakin besar tingkat fibrosis miokard yang terdeteksi, bahkan dalam kadar polusi yang masih berada di bawah ambang batas resmi di kota-kota Kanada.

Tak Semua Orang Terdampak Sama

Analisis lebih dalam menunjukkan bahwa beberapa kelompok lebih rentan terhadap dampak ini. Wanita, perokok, dan penderita hipertensi menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara polusi dan fibrosis jantung.

Faktor biologis dan gaya hidup tampaknya memperbesar kerentanan jantung terhadap paparan udara kotor.

“Bahkan sedikit peningkatan kadar PM2.5 bisa memberikan efek yang terukur pada struktur jantung,” ujar Hanneman.

Standar Kualitas Udara Perlu Dikaji Ulang

Salah satu temuan paling mengejutkan adalah bahwa perubahan berbahaya pada jantung terjadi bahkan ketika tingkat polusi masih berada di bawah standar nasional dan internasional.

Mayoritas peserta tinggal di lingkungan yang secara teknis “aman” menurut pedoman WHO dan pemerintah Kanada, namun tetap menunjukkan tanda-tanda kerusakan jantung.

“Meski kualitas udara telah membaik selama dekade terakhir, kita masih punya PR besar,” kata Hanneman, yang menyerukan perlunya regulasi yang lebih ketat, pemantauan yang lebih cermat, serta pengurangan emisi dari transportasi, industri, dan kebakaran hutan.

MRI Jadi Alat Deteksi Risiko Lingkungan

Studi ini juga menyoroti potensi MRI sebagai alat bukan hanya untuk mendiagnosis penyakit, tapi juga untuk mendeteksi dampak lingkungan terhadap kesehatan.

Dengan melihat perubahan awal pada jaringan jantung, para ahli bisa bekerja sama lintas bidang — dari kardiolog hingga epidemiolog — untuk memperbaiki prediksi risiko dan langkah pencegahan.

Bagi dokter, pesan pentingnya jelas: riwayat paparan lingkungan harus mulai dipertimbangkan dalam evaluasi risiko jantung. Jika pasien bekerja di dekat pabrik, sering terjebak macet, atau tinggal di daerah rawan kebakaran hutan, informasi ini bisa sama pentingnya dengan data tekanan darah atau status merokok.

Menelusuri Dampak Jangka Panjang

Ke depan, tim Toronto berencana mengikuti para partisipan selama beberapa tahun untuk melihat apakah fibrosis halus ini akan berkembang menjadi penyakit jantung nyata — dan apakah pengurangan paparan polusi dapat memperbaiki kondisi tersebut.

Studi lanjutan juga direncanakan di wilayah dengan tingkat polusi lebih tinggi, untuk menguji apakah hubungan ini semakin kuat di lingkungan yang lebih ekstrem.

Satu pesan utama dari studi ini: setiap pengurangan partikel polusi adalah investasi untuk kesehatan jantung masyarakat. Dan udara yang lebih bersih bukan hanya menyegarkan napas — tapi juga bisa menyelamatkan jantung. (*)

Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Radiology. Sumber: Earth

KEYWORD :

polusi udara penyakit jantung dampak PM2.5 pada jantung




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :