Kamis, 03/07/2025 17:20 WIB

Mengapa Menggambarkan Nabi Muhammad Dianggap Tabu dalam Islam?

Visualisasi Nabi Muhammad SAW — baik melalui lukisan, film, patung, maupun kartun — telah lama menjadi garis merah dalam Islam

Ilustrasi lafadz Nabi Muhammad SAW (Foto: Pexels/Necati Ömer Karpuzoğlu)

Jakarta, Jurnas.com - Larangan menggambarkan Nabi Muhammad SAW bukan sekadar perkara hukum fikih serta moral semata, melainkan juga berkaitan erat dengan perlindungan terhadap makna spiritual dan penghormatan terhadap figur kenabian dalam Islam. Baru-baru ini, dunia Islam kembali diguncang oleh kontroversi visualisasi nabi.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam sebuah kartun satir yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW dan Nabi Musa AS berjabat tangan di langit, sementara rudal-rudal beterbangan di bawahnya — menggambarkan parodi atas konflik antara Israel dan Iran.

Ilustrasi ini tidak hanya dianggap menghina, tetapi juga menyalahi prinsip teologis Islam. Empat kartunis ditangkap oleh otoritas Turki pada Senin, 30 Juni 2025, karena dianggap telah melakukan provokasi dan penistaan terhadap figur yang dimuliakan, demikian dikutip dari berbagai sumber.

Kenapa Umat Islam Marah Saat Nabi Muhammad SAW Digambarkan?

Visualisasi Nabi Muhammad SAW — baik melalui lukisan, film, patung, maupun kartun — telah lama menjadi garis merah dalam Islam. Bagi umat Muslim, menggambarkan Rasulullah SAW sama saja dengan mereduksi sosok yang kompleks secara spiritual, intelektual, dan historis, menjadi sebatas visual yang bisa disalahpahami, dimanipulasi, bahkan dilecehkan.

Prof. Dr. M. Quraish Shihab, seorang cendekiawan terkemuka dan pendiri Pusat Studi Al-Qur`an (PSQ) sekaligus mufasir, menegaskan bahwa pelarangan ini bukan tanpa alasan. “Karena dikhawatirkan akan memunculkan pengultusan dan pemujaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Selain itu, visualisasi figur beliau dikhawatirkan tidak akan mampu menggambarkan pribadi yang sesungguhnya,” ujarnya dikutip NU Online dan Republika.

Larangan Visualisasi: Dasar Teologis dan Filosofis

Islam menganut prinsip “sadduz zara’i”, atau menutup jalan menuju kemungkinan keburukan. Maka meskipun ada deskripsi fisik Nabi dalam hadis sahih, visualisasinya tetap dilarang. Larangan ini meluas bukan hanya kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi juga terhadap seluruh nabi lainnya, termasuk Nabi Isa AS (Yesus) dan Nabi Musa AS.

Alasan utamanya adalah mencegah pemujaan berlebihan (tasyabbuh bil-mushawwirin). Kemudian, menghindari penyimpangan dan penyesatan visual. Serta menghindari kemungkinan penghinaan atau pelecehan.

Gambaran Fisik Nabi Memang Ada, Tapi Bukan untuk Digambarkan

Meskipun pelukisan fisik dilarang, deskripsi tentang fisik Rasulullah SAW tercatat dalam berbagai hadis. Tujuannya bukan untuk divisualisasikan, tetapi untuk menumbuhkan rasa cinta dan keteladanan melalui imajinasi spiritual.

Dalam wawancara YouTube bersama Najwa Shihab, Prof. Quraish menggambarkan sosok Rasulullah SAW sebagai berikut:

“Tidak pendek, tidak tinggi, rambut hitam bergelombang, wajahnya bersinar dan menyenangkan. Ia berjenggot lebat tapi rapi, matanya hitam pekat, hidung mancung, giginya rapi. Tubuhnya kekar dan segar, jalannya cepat seolah berjalan menuruni bukit.”

Buku “MUHAMMAD, The Untold Stories” karya Husain Sayidi juga menuliskan deskripsi fisik serupa dengan detail, seperti rambut hingga telinga atau bahu, bola mata hitam pekat, leher berkilau bak perak, serta telapak tangan yang kuat dan berotot. Namun semua ini tidak menjadikan alasan sah untuk menggambarnya secara visual.

Kebebasan Berkarya vs Tanggung Jawab Moral

Dalam dunia modern yang mengagung-agungkan kebebasan berekspresi, larangan seperti ini tampak “kontra-arus”. Namun bagi umat Muslim, kehormatan Nabi Muhammad SAW bukan untuk dipertaruhkan demi seni, satire, atau kebebasan berekspresi.

Kasus demi kasus yang muncul di Eropa dan kini di Turki menjadi pengingat bahwa Islam memegang teguh prinsip kehormatan dan kesucian simbol-simbol keagamaannya — bukan karena anti seni, tetapi karena kesucian lebih tinggi daripada hiburan atau kritik sosial.

Visualisasi Nabi Muhammad SAW bukan sekadar soal gambar, tapi soal nilai, iman, dan batasan yang dijaga selama berabad-abad. Larangan ini adalah bentuk perlindungan, bukan pembatasan kreativitas. Umat Islam percaya, mencintai Rasulullah SAW tidak melalui wajah, tapi melalui teladan akhlaknya.

Dan dalam dunia yang semakin bebas menggambarkan apa saja, kadang justru diperlukan batas yang menjaga nilai-nilai tertinggi dari kehormatan. (*)

Wallohu`alam

KEYWORD :

Visualisasi Nabi Muhammad Larangan Menggambar Rasulullah SAW




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :