Kamis, 03/07/2025 07:34 WIB

Mengapa Rasulullah Tidak Pernah Kumandangkan Adzan? Simak Sejarah dan Hikmahnya

Pertanyaan tentang mengapa Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengumandangkan adzan sering muncul dalam diskusi keislaman

Ilustrasi sedang kumandangkan adzan (Foto: Arahmuslim)

Jakarta, Jurnas.com - Pertanyaan tentang mengapa Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengumandangkan adzan sering muncul dalam diskusi keislaman. Padahal, adzan merupakan syiar penting dalam Islam yang berasal dari masa kenabian.

Dikutip dari berbagai sumber, sejak disyariatkan di Madinah, adzan menjadi cara resmi untuk menyeru umat Islam mendirikan salat. Lafaznya datang melalui mimpi Abdullah bin Zaid, yang diperkuat oleh kesaksian Umar bin Khattab.

Rasulullah menerima mimpi itu sebagai petunjuk dari Allah dan segera menginstruksikan untuk menjadikannya bagian dari kehidupan umat. Namun, beliau sendiri tidak pernah mengambil peran sebagai muazin.

Sebaliknya, beliau memilih Bilal bin Rabah untuk mengumandangkan adzan di tengah masyarakat. Bilal dikenal sebagai sahabat yang memiliki suara kuat dan jernih, serta keteguhan iman yang tinggi.

Keputusan ini bukan semata-mata administratif, tetapi mengandung makna teologis dan etis yang dalam. Sebab, dalam adzan terdapat kalimat syahadat yang berbunyi, “Ashhadu anna Muhammadan Rasulullah.”

Kalimat itu berarti “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,” dan menjadi inti dari adzan itu sendiri. Akan menjadi tidak etis secara spiritual jika Rasulullah sendiri bersaksi tentang kenabiannya di depan umum.

Dalam tradisi Islam, kesaksian atas kerasulan Muhammad adalah bagian dari pengakuan iman umat, bukan pernyataan dari beliau sendiri. Maka, wajar jika Rasulullah tidak pernah mengucapkan kalimat itu sebagai bagian dari adzan.

Selain itu, Rasulullah SAW memang dikenal tidak mengambil semua peran dalam ibadah secara langsung. Beliau menjadi imam dalam salat, menyusun tata cara ibadah, memberi khutbah, tapi tetap memberi ruang kepada para sahabat untuk mengambil peran lain.

Adzan termasuk dalam ruang partisipatif itu, di mana Rasulullah membiarkan sahabatnya menyampaikan syiar sebagai bentuk keterlibatan aktif dalam dakwah. Hal ini juga membentuk struktur komunitas yang inklusif dan bertanggung jawab.

Memang ada riwayat yang menyebut bahwa Rasulullah pernah mengumandangkan adzan saat safar, namun riwayat tersebut lemah dan tidak dijadikan pegangan mayoritas ulama. Pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa Rasulullah tidak pernah mengumandangkan adzan dalam konteks ibadah resmi.

Meski tidak mengumandangkan adzan, peran Rasulullah dalam menetapkannya tidak bisa diabaikan. Beliau adalah orang yang menyetujui lafaz adzan, memilih siapa yang mengumandangkannya, dan menjadikannya sebagai bagian dari identitas Islam.

Dengan demikian, tidak adanya adzan dari lisan Rasulullah justru mengandung hikmah besar. Beliau menunjukkan bahwa pengakuan atas kenabiannya bukan diucapkan oleh dirinya, tetapi dibuktikan melalui kesaksian umatnya.

Ketika seorang Muslim mengumandangkan adzan, ia sedang mengambil peran sebagai saksi atas risalah yang dibawa Rasulullah. Inilah bentuk cinta, pengakuan, dan tanggung jawab yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Jadi, bukan karena Rasulullah tidak mampu atau tidak mau, tetapi karena adzan adalah ruang bagi umat untuk menghidupkan syahadat secara aktif. Dengan tidak mengumandangkan adzan, beliau justru mengajarkan kepada kita pentingnya peran kolektif dalam menyebarkan Islam. (*)

Wallohu`alam

KEYWORD :

Nabi Muhammad Adzan Rasulullah SAW Sejarah adzan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :