Kamis, 03/07/2025 08:29 WIB

Nasi Kuning Wening, Kisah Inspiratif Penerima KIP-K Papua

Setiap hari, Wening menjadi orang pertama yang bangun tidur. Kesibukannya memasak nasi kuning dimulai pukul dua pagi. Melawan rasa kantuk dan dingin yang memeluknya erat-erat

Wening Kuala Kencana Twenty, mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cendrawasih penerima beasiswa KIP Kuliah (Foto: Ist/Muti)

Jayapura, Jurnas.com - Jalan Raya Abepura yang menghubungkan Kota Jayapura-Sentani pukul 10 pagi sudah sibuk. Khas kota-kota besar pada umumnya. Beberapa puluh meter di depan toko perabot, sebuah gang kecil menuntun ke arah rumah kecil di sudut tikungan. Kontur tanah memaksa sebagian halaman belakang rumah bersandar di lereng bukit.

Dari depan, tampak bangunan semi permanen di atas tanah 30-an meter persegi. Bentuknya memanjang, bersisian dengan jalanan beton selebar empat meter. Hanya dipisahkan deretan pot bunga dan pohon jambu air. Rumah ini jauh dari kata sederhana. Sebagian bertembok plester, sebagian lagi menampakkan susunan tembok batako dan papan kayu setinggi 2,5 meter.

Di sini lah Wening tinggal. Wening Kuala Kencana Twenty, nama lengkapnya. Di bawah kuda-kuda kayu meranti dan atap seng, Wening meletakkan mimpinya jauh menembus atap biru yang menghangatkan tidurnya setiap malam. Seorang wirausahawati. Itu yang diinginkan Wening.

Wening sadar butuh waktu panjang dan jalan berliku untuk menggapai mimpi itu. Penghasilan orang tuanya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Ibunya hanya seorang penjual nasi kuning yang menggelar lapak di depan rumah. Ayahnya penjaga keamanan. Namun, situasi ini tak sedikit pun menyurutkan mimpi Wening.

Wening sudah membuktikan bahwa kemauan kuat mampu mengalahkan apapun. Sejak SD, dia sudah terbiasa berjualan mainan sambil bersekolah. Berbekal mental tangguh, Wening mengubur rasa malu saat menjajakan mainan kepada teman-temannya. Dia semata-mata tak ingin kedua orang tuanya terbebani dengan uang jajan.

"Musim wayang saya jual wayang. Musim kelereng jual kelereng. Musim karet jual karet," kata Wening saat ditemui di Kota Baru, Abepura, Papua pada Rabu (2/7).

Cara yang sama dipakai Wening saat beranjak ke bangku SMK. Di sinilah Wening pertama kali merasa percaya diri berjualan nasi kuning.

Setiap hari, Wening menjadi orang pertama yang bangun tidur. Kesibukannya dimulai pukul dua pagi. Melawan rasa kantuk dan dingin yang memeluknya erat-erat, Wening mulai memasak hingga mengemas seporsi nasi kuning ke dalam mika plastik. Aktivitas ini dia lakoni hingga pukul lima pagi.

"Setelahnya siap-siap ke sekolah. Kalau belum selesai, saya minta mama bantu untuk packing, karena jam setengah tujuh harus berangkat ke sekolah," ujar anak ketiga dari empat bersaudara ini.

Hasil berjualan nasi kuning cukup menjanjikan. Dengan harga Rp10-15 ribu per porsi, saban hari, tak kurang dari Rp200.000-Rp300.000 bisa dikantonginya untuk modal nasi kuning keesokan hari. Sebagian lainnya dia tabung demi mencicil peralatan perias wajah.

"Iya, karena suka make-up. Sering juga diminta untuk jasa make-up. Lumayan uangnya buat ditabung," dia menambahkan.

Meski mendapatkan uang dengan berjualan nasi kuning dan jasa make-up, Wening merasa uang yang terkumpul jauh dari kata cukup untuk berkuliah. Sementara, pikirannya kala itu sudah terpaku pada satu hal. Dia ingin menempuh studi akuntansi di Universitas Cenderawasih, senapas dengan aktivitas wirausahanya selama ini.

Gayung bersambut, semesta mendukung. Dorongan penuh keluarga mengantarkan Wening meraih beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Cenderawasih.

"Dapatnya skema pertama. Rp8.400.000 per semester. Uangnya untuk keperluan buku yang kurang," kata dia.

Wening dengan segala kesibukannya juga berkomitmen menyelesaikan studinya di Universitas Cendrawasih secepatnya. Dia berkejaran dengan waktu untuk menuntaskan langkahnya menggapai mimpi yang kini masih setengah jalan. Targetnya ambisius, memiliki sebuah toko roti sebelum lulus kuliah. Mencengangkan, namun bagi Wening tak mustahil.

Berkuliah tak menghentikan Wening tetap berjualan nasi kuning. Kali ini, dia menjajakan makanan tersebut ke teman-teman kelasnya dengan sistem pemesanan sehari sebelumnya (pre-order). Tanpa malu, Wening kerap menawarkan seporsi nasi kuning saban akhir perkuliahan.

Trate, ibunda Wening yang selama ini memberikan dukungan penuh, mengucapkan rasa syukur atas KIP Kuliah yang diperoleh anaknya. Menurut dia, beasiswa pendidikan ini menjadi jembatan atas jurang akses pendidikan yang sering dihadapi oleh anak-anak Papua.

"Sebelum dapat KIP Kuliah, saya pernah bilang, tak apa tak makan nasi asal kau bisa kuliah. Makanya, saya sangat berterima kasih kepada KIP Kuliah, bisa mengakomodir anak saya untuk bisa berkuliah. Terima kasih Kemdiktisaintek, tuhan berkati," ujar Trate.

Kini, waktu yang akan menjawab perjalanan Wening menuju titik akhir mimpinya. Trate hanya berharap satu hal, Wening bisa menjadi sebuah muara jernih beralaskan emas, sebagaimana arti dari nama Wening Kuala Kencana.

KEYWORD :

KIP Kuliah Kemdiktisaintek Wening Kuala Kencana Twenty Penjual Nasi Kuning




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :