Kamis, 03/07/2025 17:18 WIB

Komite I DPD RI Gelar Seminar Uji Sahih RUU tentang Perkotaan: Wujudkan Legislasi Partisipatif

Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menyelenggarakan Seminar Uji Sahih Rancangan Undang-Undang tentang Perkotaan di Kantor Bappeda Litbang Provinsi Jawa Timur, Kamis (27/6).

Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menyelenggarakan Seminar Uji Sahih Rancangan Undang-Undang tentang Perkotaan di Kantor Bappeda Litbang Provinsi Jawa Timur, Kamis (27/6).

Jakarta, Jurnas.com - Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menyelenggarakan Seminar Uji Sahih Rancangan Undang-Undang tentang Perkotaan di Kantor Bappeda Litbang Provinsi Jawa Timur, Kamis (27/6). Kegiatan ini menjadi bagian penting dalam proses perumusan regulasi yang diinisiasi DPD RI untuk menjawab kompleksitas tata kelola kota dan kebutuhan akan kerangka hukum baru yang inklusif dan berkelanjutan dalam pengelolaan perkotaan ke depan.

Surabaya dipilih sebagai lokasi uji sahih karena dinilai mewakili karakteristik kota besar yang relevan dengan isu-isu strategis perkotaan. Wali Kota Surabaya, dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Plt. Sekretaris Daerah Kota Surabaya sekaligus membuka secara resmi kegiatan ini, menyampaikan apresiasi atas diselenggarakannya forum ini dan menyebutnya sebagai ruang strategis dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Ia menekankan bahwa pengelolaan kota tidak bisa lagi dilihat semata dari sisi administratif. “Langkah uji sahih ini mencerminkan praktik demokrasi yang sehat. RUU ini diharapkan menjadi pondasi hukum yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya. Forum ini dinilai penting sebagai sarana edukasi publik dan partisipasi bersama warga kota.

Wakil Ketua DPD RI, Yorrys Raweyai, hadir mewakili pimpinan lembaga, menandakan dukungan penuh terhadap proses legislasi yang terbuka dan substantif. Dalam pengantarnya, Ketua Komite I DPD RI, Andi Sofyan Hasdam, menegaskan bahwa RUU Perkotaan adalah inisiatif DPD RI yang telah melalui proses panjang, mulai dari penjaringan aspirasi daerah, studi empiris, studi referensi, kunjungan kerja, hingga dengar pendapat umum (RDPU) bersama para ahli.

Ia menyoroti tren urbanisasi yang meningkat dari 56,7% pada 2020 menjadi lebih dari 70% pada 2045 sebagai tantangan mendesak. Karena itu, dibutuhkan pembaruan regulasi untuk memastikan pengelolaan kota yang efektif, adil, dan berkelanjutan.

Dalam forum tersebut, hadir pula sejumlah anggota DPD RI dari berbagai daerah, antara lain MZ. Amirul Tamim, M.Si., Kondang Kusuning Ayu, Lamek Dowansiba, Jialyka Maharani, Ismeth Abdullah, Sudirman Haji Uma, Hj. Ade Yuliasih, Sum Indra, K.H. Muhammad Mursyid, F. Mayor, TGH. Ibnu Halilul, dan Muhammad Asaad Bakhtiar. Kehadiran mereka menunjukkan keseriusan lembaga dalam mendorong keterlibatan publik dan daerah dalam penyusunan kebijakan strategis nasional tersebut.

Tim ahli penyusun RUU, yakni Nursolihin dan Nurkholis dari Universitas Indonesia, memaparkan kerangka dasar rancangan regulasi ini. Mereka menjelaskan bahwa RUU disusun berdasarkan empat asas utama: berkelanjutan, inklusif, akuntabel, dan kolaboratif. Tujuan utama dari RUU ini meliputi: (1) mewujudkan kota sebagai ruang hidup yang layak huni, berkeadilan, produktif, dan berkelanjutan; (2) mentransformasi tata kelola pemerintahan kota agar lebih efektif, efisien, dan adaptif; (3) meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan publik di perkotaan; (4) mewujudkan kemandirian dalam pengelolaan kota; serta (5) mengembangkan tata kelola kota cerdas dan inovatif berbasis teknologi digital. Diskusi yang berlangsung menghasilkan berbagai catatan konstruktif.

Kepala Bappeda Litbang Kota Surabaya, Irvan Wahyu Dradjat, menilai RUU ini sejalan dengan visi Surabaya sebagai kota dunia, namun menekankan pentingnya kehadiran standar minimal layanan perkotaan, khususnya untuk sanitasi, persampahan, dan aksesibilitas. Ia mengangkat perbedaan karakteristik antar kota yang sering menyulitkan penerapan kebijakan generik. Surabaya, misalnya, mengembangkan layanan publik dalam radius 15 menit dari rumah, berbeda dengan kota lain yang bergantung pada sistem mobilitas tinggi seperti Jakarta.

Ir. Muh. Yasin, Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, menyoroti pentingnya sinkronisasi RUU dengan peraturan yang sudah ada seperti UU Pemerintahan Daerah dan berbagai regulasi tata ruang. Ia juga mempertanyakan kejelasan konsep kelembagaan baru seperti Badan Layanan Bersama (BLB) dan menekankan perlunya desain pendanaan yang adil antarwilayah. Ia mengingatkan bahwa tantangan koordinasi antar kementerian menjadi hambatan klasik yang sebaiknya dipecahkan dalam satu desain kelembagaan terpadu.

Pakar tata ruang dari ITS Surabaya, Putu Setiawan, memberikan pandangan filosofis atas isi RUU. Ia mengapresiasi pendekatan yang tidak seragam dan justru menghargai keberagaman kota sebagai cerminan Bhinneka Tunggal Ika. Ia mendorong agar konsep “Kota Pancasila” dinyatakan secara eksplisit dan asas-asas seperti rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, dan gotong royong yang digunakan dalam UU Desa juga diterapkan dalam RUU Perkotaan. Selain itu, ia menekankan pentingnya memperjelas posisi Kesatuan Masyarakat Hukum Komunitas dalam sistem hukum dan administrasi kota.

Forum ini dipandu oleh moderator Safiah Aulia (Dosen PWK ITS), dan dihadiri oleh pejabat daerah, akademisi, perwakilan masyarakat sipil, serta media. Diskusi berjalan terbuka dan konstruktif, mencerminkan semangat partisipasi yang menjadi fondasi dari proses legislasi modern. RUU Perkotaan diharapkan menjadi tonggak penting dalam memperkuat hak warga kota dan membangun tata kelola urban yang lebih adil dan inklusif di masa depan.

KEYWORD :

Komite I DPD RI Seminar Uji Sahih RUU tentang Perkotaan Wujudkan Legislasi Partisipatif




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :