Selasa, 01/07/2025 04:15 WIB

Bunda, Usia Ini Jadi Fase Krusial Tumbuh Kembang Anak

Usia sekolah dasar bukan lagi menjadi fondasi penting dalam kehidupan manusia. Sebaliknya, sejumlah riset menemukan bahwa periode awal individu usia 1-5 tahun justru menjadi fase vital dalam tumbuh kembang manusia.

Ilustrasi anak sedang bermain (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Usia sekolah dasar bukan lagi menjadi fondasi penting dalam kehidupan manusia. Sebaliknya, sejumlah riset menemukan bahwa periode awal individu usia 1-5 tahun justru menjadi fase vital dalam tumbuh kembang manusia.

Ketua Early Childhood Education and Development (ECED) Indonesia sekaligus Rektor Universitas YARSI, Prof. Fasli Jalal menjelaskan dalam studi selama 30 tahun terakhir, perkembangan otak manusia dapat dipetakan secara jelas.

Dari studi tersebut terlihat bahwa tumbuh kembang manusia ditentukan oleh kesiapan otak yang dibangun sejak dalam kandungan, tepatnya pada minggu keempat kehamilan sang ibu.

"Ketika proses itu, kecepatan pembentukan sel saraf mencapai 250 ribu sel per detik. Kalau ada gangguan pada ibu atau lingkungannya, jumlahnya tinggal 70-80 persen saja. Kalau (perkembangan otak) ini kuat, didukung gizi dan ekosistem yang baik, anak yang lahir memiliki 100 miliar sel otak. Ini potensi luar biasa," kata Fasli dalam keterangannya pada Senin (30/6).

Proses perkembangan otak yang optimal berlangsung pada 1.000 hari pertama setelah dilahirkan. Namun tumbuh kembang anak secara utuh juga ditentukan berbagai dukungan, antara lain asupan gizi, dukungan kesehatan, pola pengasuhan, pendidikan, hingga perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan.

"Mudah-mudahan 73 juta keluarga di Indonesia bisa memahami hal ini," ujar Fasli.

Di masa tumbuh kembang ini, kebutuhan anak harus dipenuhi secara holistik. Namun yang tak kalah penting, bukan hanya dipenuhi nutrisi dan gizinya untuk mendukung kebutuhan fisik, seorang anak usia dini juga mesti diberi stimulasi dan interaksi yang memacu tumbuh kembang aspek motorik, kognitif, bahasa, dan sosio-emosionalnya.

Fasli kembali menunjukkan studi bahwa seorang anak yang terus diberi stimulasi oleh orang tuanya, kendati kekurangan asupan makanan bergizi, anak tersebut dapat tumbuh mendekati normal. Kondisi ini biasanya dialami keluarga yang berada di garis kemiskinan.

"Di tengah keterbatasan, orang tua yang mengerti prinsip-prinsip stimulasi, kecerdasan anak dapat dilejitkan meski berat badannya rendah atau mengalami stunting," kata mantan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tersebut.

Maklum saja, banyak orang tua belum memahami prinsip-prinsip stimulasi pada anak usia dini. Hal ini bahkan mesti diberikan sejak anak dalam kandungan saat indera-inderanya mulai terbentuk. Misalnya mulai mengajak bayi berbicara untuk merangsang indera pendengarannya.

Setelah bayi lahir, stimulasi indera penglihatan dan perabaan dapat dilakukan dengan mengenalkan warna dan bentuk. Anak juga dikenalkan makanan yang sehat untuk melatih indera pengecap.

Merujuk pada sebuah riset, Fasli mengungkap banyak-sedikitnya kosakata yang dikuasai seorang anak dengan rentang 3.000 hingga 30.000 kata tergantung dari stimulasi orang tuanya yang mengajak si anak berbicara.

"Otak anak seperti gabus. Kalau gabus asli, air seember pun akan terserap. Kalau gabusnya KW (palsu), segelas saja sudah tumpah. Jika bagus gizi, pendidikan , perlindungan, dan pengisian pengetahuannya, otak anak bisa cemerlang. Tak ada istilah cukup untuk menstimulasi anak," dia menambahkan.

Fitriana Herarti, ECED Ecosystem Development Lead Tanoto Foundation, menekankan, pemenuhan hak anak, terutama dalam pendidikan, merupakan tugas semua pihak, dari orang tua, masyarakat, pemerintah, dan mitra pembangunan, seperti lembaga filantropi Tanoto Foundation.

"Dengan panduan jelas dari pemerintah, kita harus memastikan semua pihak berkomitmen dalam tumbuh kembang anak usia dini. Seperti pepatah dari Afrika Selatan, butuh satu kampung untuk membesarkan satu orang anak," kata Fitriana.

Untuk itu, dia mendorong setiap keluarga berperan aktif dalam memberikan stimulasi dan pendidikan bagi anak usia dini. Fitriana berharap tak ada orang tua memberikan pola asuh yang keliru atas nama cinta pada anaknya.

Sebagai contoh, orang tua terus memberi bubur pada anak usia satu tahun. Padahal anak sudah bisa mengonsumsi makanan lainnya seperti nasi untuk melatih lidah dan rahangnya.

Ada pula orang tua yang tak mengajak anaknya bicara karena dianggap si bocah masih terlalu kecil untuk berbincang. Padahal sejak usia satu tahun seorang bayi sudah mulai menyerap kata-kata yang dia dengar.

"Itu hal-hal dasar dan bagian dari stimulasi yang harus dipahami, sambil terus mendorong akses gizi dan kesehatan. Kita terus mengedukasi peran keluarga pada anak usia dini," kata Fitriana.

Orang tua juga mesti mulai sadar terhadap pentingnya PAUD. Apalagi saat ini PAUD telah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai program Wajib Belajar 13 tahun.

Namun pemahaman tentang PAUD juga harus dikuatkan mengingat masih ada orang tua yang enggan menyediakan PAUD bagi anak karena menganggap kegiatan PAUD hanya bermain-main, bukan belajar.

"Padahal PAUD itu memang pendekatannya bermain. Bermain bagi anak usia dini adalah belajar," ujar dia.

Fitriana memaparkan PAUD menyiapkan foundational skill, kemampuan dasar yang berguna bagi anak untuk menunjang pendidikan dasar di masa mendatang. Sebagai contoh, aktivitas meronce atau menjumput benda-benda kecil untuk melatih motorik halus anak supaya si anak lancar menulis kelak di sekolah dasar (SD).

"Ilmu pengetahuan dan informasi juga dapat diserap anak dengan baik lewat bermain karena bermain itu menekankan pengalaman. Bermain itu sumbangannya besar bagi tumbuh kembang anak," dia menambahkan.

Di sisi lain juga mengemukakan kesalahpahaman bahwa PAUD tak mengajarkan baca, tulis, dan hitung (calistung). Padahal, calistung boleh saja diajarkan ke anak usia dini namun disesuaikan dengan pemahaman anak.

Misalnya pelajaran membaca dan berhitung tidak langsung menggunakan abjad dan angka, melainkan dengan permainan dan pengetahuan benda di sekitar.

Selain pemahaman-pemahaman tersebut, orang tua juga mesti bijak dalam memberikan PAUD, terutama dari aspek sekolah atau lembaga penyelenggara PAUD. Orang tua dapat melakukan observasi, mempertimbangkan interaksi guru, dan kenyamanan anak dalam memilih sekolah PAUD.

Dengan vitalnya PAUD dan banyaknya tantangan yang harus dihadapi, semua pihak diajak bergerak untuk memenuhi hak-hak anak usia dini, terutama dalam aspek pendidikan. Fitriana mengingatkan, periode anak usia 1-5 tahun merupakan masa-masa pesatnya perkembangan otak anak yang tidak akan terulang. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak harus menyadari pentingnya fase ini.

"Kalau tidak dioptimalkan, ini seperti membuang kesempatan 90 persen otak anak untuk berkembang," kata dia.

KEYWORD :

Tumbuh Kembang Anak Tips Parenting Fasli Jalal Tanoto Foundation




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :