Minggu, 29/06/2025 17:03 WIB

Pulangnya Ruhollah Khomeini ke Iran, Awal dari Sebuah Revolusi yang Mengubah Sejarah Dunia

Ayatollah Ruhollah Khomeini adalah figur yang membentuk wajah baru Iran pasca-monarki

Ruhollah Khomeini yang terkenal sebagai tokoh ulama karismatik dan pemimpin spiritual revolusi di Iran (Foto: Reuters)

Jakarta, Jurnas.com - Tanggal 1 Februari 1979 menjadi penanda perubahan besar dalam sejarah politik dan keagamaan Iran.

Setelah 14 tahun hidup dalam pengasingan, Ayatollah Ruhollah Khomeini. tokoh karismatik dan pemimpin spiritual revolusi akhirnya kembali ke tanah airnya.

Kepulangannya ke Teheran disambut oleh jutaan rakyat Iran yang tumpah ruah ke jalan-jalan, menandai sebuah kemenangan simbolik atas kejatuhan rezim monarki Shah Mohammad Reza Pahlavi.

Pesawat yang membawa Khomeini dari Paris mendarat dengan pengawalan ketat. Namun suasana di Teheran lebih menyerupai pesta rakyat daripada momen politik.

Tangis haru, sorak takbir, dan nyanyian revolusioner bergema dari sudut-sudut kota. Bagi rakyat Iran, sosok Khomeini bukan hanya ulama, melainkan simbol perlawanan terhadap tirani, ketimpangan sosial, dan pengaruh asing yang dianggap mencengkeram negeri mereka selama puluhan tahun.

Khomeini memimpin perlawanan dari jauh sejak awal tahun 1960-an, ketika ia mengkritik keras kebijakan Shah yang sekuler dan pro-Barat, termasuk reformasi agraria dan pembukaan budaya yang dianggap mengikis nilai-nilai Islam.

Akibat perlawanan itu, ia ditangkap, dipenjara, dan akhirnya diasingkan — pertama ke Turki, lalu Irak, hingga akhirnya bermukim di Prancis, tempat ia terus menyuarakan perlawanan melalui kaset-kaset rekaman yang diselundupkan ke Iran dan menjadi inspirasi utama gerakan rakyat.

Revolusi Iran mencapai puncaknya pada Januari 1979 ketika Shah melarikan diri dari Iran. Kosongnya kekuasaan membuka jalan bagi Khomeini untuk kembali dan mengambil alih kepemimpinan revolusi. Tak lama setelah kembali, ia membentuk Dewan Revolusi Islam dan secara perlahan mengonsolidasikan kekuasaan.

Pada 1 April 1979, melalui referendum nasional, Iran resmi dinyatakan sebagai Republik Islam, dengan sistem pemerintahan baru yang menempatkan ulama sebagai pengendali utama negara.

Khomeini kemudian ditetapkan sebagai Pemimpin Tertinggi (Rahbar), posisi tertinggi dalam struktur pemerintahan Iran yang memiliki kekuasaan absolut dalam urusan agama dan politik.

Transformasi ini membawa perubahan drastis dalam kehidupan masyarakat Iran. Hukum-hukum syariah mulai diterapkan secara menyeluruh, peran perempuan dalam publik dibatasi, sistem pendidikan diislamisasi, dan budaya asing dibersihkan dari ruang publik. Iran berubah dari negara kerajaan modern yang sekuler menjadi republik teokrasi Islam yang unik di dunia.

Dampak kebijakan Khomeini juga terasa hingga ke panggung internasional. Salah satu puncaknya adalah krisis penyanderaan di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran pada akhir 1979, yang memperburuk hubungan antara Iran dan Barat selama beberapa dekade berikutnya.

Iran di bawah Khomeini juga mendukung gerakan-gerakan Islam di Timur Tengah, memperkuat pengaruh regionalnya, dan seringkali berbenturan dengan kepentingan negara-negara Arab Sunni dan Israel.

Meski kontroversial dan sering dituduh otoriter, banyak rakyat Iran tetap menganggap Khomeini sebagai bapak revolusi dan pembaharu identitas nasional. Ia memimpin Iran hingga wafat pada 3 Juni 1989.

Sepeninggalnya, kepemimpinan negara dilanjutkan oleh Ayatollah Ali Khamenei, yang masih memegang posisi sebagai Pemimpin Tertinggi hingga kini.

Warisan Khomeini masih hidup dalam setiap aspek Iran modern — dari sistem hukum, politik, hingga kebijakan luar negeri.

Ia adalah figur yang membentuk wajah baru Iran pasca-monarki dan namanya tetap menjadi titik acuan dalam setiap wacana tentang revolusi, Islam politik, dan hubungan Timur–Barat di abad ke-20.

KEYWORD :

Ruhollah Khomeini Iran Pemimpin Revolusi Ulama




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :