
Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon dalam penutupan Grebeg Suro (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Grebeg Suro merupakan salah satu tradisi tahunan di Ponorogo yang digelar setiap 1 Muharram atau Tahun Baru Islam sebagai bentuk rasa syukur sekaligus refleksi spiritual. Di balik kemeriahannya, tradisi ini mencerminkan sejarah panjang penyebaran Islam di era Wali Songo melalui sosok Betara Katong yang ikonik.
Pada masa Wali Songo, ajaran Islam sulit menembus Ponorogo yang masih dikuasai oleh budaya Hindu-Buddha dan animisme. Harapan umat akhirnya terjawab dengan hadirnya Betara Katong—putra Prabu Brawijaya V yang diutus oleh Sultan Demak untuk mendakwahkan Islam di wilayah tersebut, sekaligus menyebarkan syiar agama melalui pendekatan budaya dan politik lokal.
Dalam misinya, Betara Katong menikahi putri tokoh lokal, Ki Ageng Kutu, dan berperang hingga Ki Ageng Kutu dikabarkan muksa (menghilang secara gaib) di Gunung Bacin. Untuk memperkenalkan ajaran baru, ia menciptakan kesenian Reog sebagai simbolnya, menampilkan Singo Barong yang dilambangkan kemenangan kebenaran atas pengaruh lama.
Akar kultural ini tumbuh menjadi Grebeg Suro, di mana Betara Katong (juga dikenal Raden Joko Piturun) diperingati melalui kirab pusaka, doa bersama, dan prosesi budaya seperti Reog Ponorogo yang kini menjadi ikon identitas daerah dan terlindungi UNESCO.
Rangkaian Grebeg Suro mengikuti jejak tradisi lama: dimulai dengan tirakatan semalam suntuk dari warok, lalu festival Reog, kirab pusaka, hingga larung sesaji di Telaga Ngebel—semua dikemas sebagai simbol syukur, doa, dan penggalangan kebersamaan.
Kirab pusaka menampilkan benda sakral seperti Tombak Kyai Tunggul Wulung, yang diarak dari makam Betara Katong ke alun-alun dan kemudian diarak atau dilarung sebagai simbol penghormatan dan syiar. Tradisi ini melibatkan ribuan masyarakat dan disaksikan oleh pejabat daerah, menjaga kesinambungan budaya dan ajaran Islam.
Festival Reog Ponorogo menjadi magnet utama dengan pertunjukan spektakuler dari warok dan penari Jathil. Reog bukan hanya atraksi, tetapi juga pengingat akan makna spiritual, perjuangan, dan nilai-nilai Islam yang dipopulerkan oleh Betara Katong.
Selain itu, Grebeg Suro menyajikan pasar malam, bazar, pameran budaya, seminar, lomba seni, hingga ziarah leluhur, sebagai bukti bagaimana ritual ini memadukan aspek spiritual, sosial, ekonomi, dan pelestarian budaya.
Grebeg Suro tidak sekadar ritual tahunan, tetapi simbol keberhasilan akulturasi antara Islam dan budaya Jawa, yang membentuk identitas warga Ponorogo dan memberikan inspirasi bagi banyak daerah dalam melestarikan khazanah budaya mereka. (*)
Grebeg Suro Reog Ponorogo Betara Katong Tradisi Islam Jawa Tahun Baru Islam