
Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Jakarta pada 25-28 Juni 2025. Rapimnas ini menyoroti enam isu utama seputar pendidikan, termasuk Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi, mengatakan bahwa SPMB harus tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.
"Kami menekankan pentingnya meminimalkan disparitas akses antardaerah, serta memastikan bahwa sistem seleksi tidak hanya mengandalkan satu pendekatan kognitif, tetapi juga mempertimbangkan potensi, minat, dan kemampuan belajar siswa secara holistik," kata Unifah kepada awak media.
Keadilan dan transparansi dalam penerimaan siswa baru, lanjut Unifah, masih menjadi titik rawan dalam sistem pendidikan nasional, terutama dengan sistem domisili dan jalur prestasi yang belum seragam pelaksanaannya di daerah.
"Sistem sebelumnya cenderung menciptakan ketimpangan baru, terutama di daerah dengan keterbatasan jumlah sekolah unggulan dan daya tampung yang tidak seimbang," ujar Unifah.
Kedua, PGRI membahas kebijakan pengembalian penjurusan di SMA. Menurut Unifah, fleksibilitas pembelajaran di SMA harus tetap memperhatikan kesiapan siswa, kapasitas guru, serta ketersediaan sumber daya sekolah.
"Penjurusan di SMA sebagai bentuk semangat pembelajaran yang fleksibel dan multidisipliner. Namun, kebijakan tersebut masih belum didukung oleh kesiapan infrastruktur, kurikulum, serta kapasitas guru yang memadai," kata dia.
Ketiga, PGRI mendukung pendekatan pembelajaran mendalam yang digulirkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen). Implementasi kebijakan ini, lanjut Unifah, harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas guru, penyediaan kurikulum adaptif, serta waktu belajar yang memadai.
"Pembelajaran mendalam bukan semata-mata tuntutan akademik, melainkan proses membentuk karakter dan kecakapan abad ke-21. Kami menyambut baik orientasi pembelajaran yang lebih bermakna, berbasis pemahaman, dan kontekstual," ujar Unifah.
PGRI juga menyambut baik integrasi koding dan kecerdasan buatan (AI) dalam kurikulum sebagai bentuk respons terhadap perkembangan teknologi. Namun, penguatan literasi digital harus disertai pelatihan berkelanjutan bagi guru, pengembangan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta penyusunan materi ajar yang relevan.
"Kami mengingatkan agar transformasi digital tidak menghasilkan kesenjangan baru antarwilayah dan satuan pendidikan. Pembelajaran teknologi akan berhasil diterapkan dengan dukungan sumberdaya manusia yang baik, dan jaringan infrastruktur TIK yang merata di seluruh tanah air," dia menambahkan.
Lebih lanjut, PGRI meminta pelaksanaan Tes Kompetensi Akademik (TKA) bagi peserta didik harus bersifat formatif, mendidik, dan membangun semangat belajar. Evaluasi kompetensi perlu dirancang untuk mendorong peningkatan mutu pembelajaran, bukan sebagai alat seleksi semata.
"Untuk itu, perlu penyelarasan antara tujuan asesmen, metode pelaksanaan, dan hasil yang berdampak pada penguatan proses pendidikan di sekolah," kata dia.
Terakhir, PGRI menyuarakan kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) agar pemerintah menggratiskan pendidikan dasar dan menengah secara gratis. Praktik baik ini telah dilakukan oleh Kota Semarang, Bantul, Tangerang Selatan, dan Badung. Di level SMA, ada Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
"Diharapkan DPR, DPD, dan DPRD serta civil society bisa mengawal implementasi pendidikan dasar gratis ini," ujar Unifah.
KEYWORD :Rapimnas PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi SPMB 2025