Kamis, 26/06/2025 20:41 WIB

Mengapa Bulan Muharram Disebut Bulan Allah? Ini Penjelasannya

 Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah dan dikenal dengan sebutan Syahrullah, yang berarti

Ilustrasi - Mengapa Bulan Muharram Disebut Bulan Allah? Ini Penjelasannya (Foto: Amaljariah)

Jakarta, Jurnas.com - Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah dan dikenal dengan sebutan Syahrullah, yang berarti "bulan Allah". Penamaan ini bukan sekadar simbolik, melainkan mencerminkan kemuliaan yang sangat khusus dalam pandangan Islam.

Penyandaran nama Muharram kepada lafaz Allah SWT, sebagaimana baitullah (rumah Allah) atau ahlullah (keluarga Allah), menunjukkan bahwa bulan ini memiliki status spiritual yang sangat tinggi. Ulama besar seperti Imam Suyuthi dan al-Zamakhsyari menyebutnya sebagai bentuk pengagungan yang tidak diberikan pada bulan lainnya.

Keistimewaan Muharram juga ditegaskan dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa puasa terbaik setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram. Ini menjadi sinyal kuat bahwa bulan ini tidak hanya sakral secara waktu, tetapi juga sarat dengan nilai ibadah.

Selain itu, Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam QS At-Taubah [9]:36. Bersama Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab, bulan ini dilarang untuk diisi dengan kekerasan, dan dianjurkan memperbanyak amal saleh.

Kesucian ini tidak berdiri sendiri, sebab Muharram juga menyimpan peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tonggak sejarah umat Islam. Salah satunya adalah peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah yang menjadi awal penanggalan Hijriah.

Hijrah tersebut bukan hanya perpindahan fisik, tapi transformasi peradaban yang melahirkan masyarakat Islam pertama yang menjunjung keadilan dan persaudaraan. Maka tidak mengherankan jika Muharram dipilih sebagai penanda awal tahun dalam kalender Islam.

Dikutip dari berbagai sumber, pada tanggal 10 Muharram, terjadi peristiwa penting yang dikenal sebagai Asyura, ketika Nabi Musa AS dan Bani Israil diselamatkan dari Firaun. Rasulullah SAW kemudian berpuasa pada hari itu dan menganjurkan umatnya untuk ikut serta sebagai bentuk syukur.

Namun hari Asyura juga mencatat tragedi paling menyayat hati dalam sejarah Islam, yakni kesyahidan cucu Rasulullah, Husain bin Ali di Padang Karbala. Peristiwa ini terjadi pada tahun 61 Hijriah dan menorehkan luka mendalam dalam perjalanan umat Islam.

Husain bersama 72 pengikutnya dikepung oleh pasukan Ubaidullah bin Ziyad atas perintah Yazid bin Muawiyah, lalu dibantai tanpa ampun. Bahkan bayi Husain, Ali Asghar, turut menjadi korban dalam kekejaman yang mencerminkan hilangnya rasa kemanusiaan pada masa itu.

Sejarah mencatat bahwa kepala Husain dipenggal oleh perintah Syamir bin Dzil Jausyan, menjadikan tragedi Karbala sebagai simbol puncak pengkhianatan terhadap nilai-nilai Islam. Inilah yang membuat Muharram tidak hanya sakral, tapi juga sarat makna perjuangan dan keteguhan iman.

Menurut kronik para ulama seperti Imam Suyuthi dan Ibn Katsir, setelah kematian Husain, langit tampak memerah dan terjadi gerhana matahari. Fenomena ini diyakini sebagai tanda alam yang ikut bersedih atas peristiwa yang mengguncang dunia Islam tersebut.

Karena itu, Muharram bukan sekadar bulan pembuka tahun, tapi juga ruang refleksi atas nilai-nilai moral, keberanian, dan keteguhan hati dalam membela kebenaran. Muharram mengajak umat Islam untuk tidak melupakan sejarah, sekaligus memperkuat spiritualitas di tengah zaman yang penuh ujian. (*)

KEYWORD :

Bulan Muharram Bulan Allah Kalender Hijriah Peristiwa Muharram




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :