
Ilustrasi bulan Muharram - Kenapa Kelahiran Rasulullah Tidak Dijadikan Penanda Awal Tahun Baru Islam? Ini Sejarahnya (Foto: YPSA)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap 1 Muharram diperingati sebagai awal Tahun Baru Hijriah atau awal Tahun Baru Islam. Namun, tak sedikit yang bertanya, mengapa awal tahun Islam tidak dimulai dari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW merupakan momen agung dalam sejarah Islam. Meski demikian, para sahabat tidak menjadikannya sebagai dasar dalam menentukan awal tahun Islam.
Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, kebutuhan akan sistem penanggalan muncul pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW. Kekhalifahan yang berkembang pesat memerlukan sistem waktu yang tertib untuk keperluan administrasi, hukum, dan pencatatan sejarah. Berikut adalah ulasannya.
Salah satu momentum penting terjadi ketika Khalifah Umar bin Khattab menerima surat dari Abu Musa Al-Asy’ari, Gubernur Basrah, tanpa mencantumkan tahun yang jelas. Hal ini menimbulkan kebingungan dan mendorong lahirnya gagasan untuk merumuskan kalender resmi Islam.
Dalam musyawarah para sahabat, muncul berbagai usulan mengenai peristiwa yang layak dijadikan titik awal kalender Islam. Di antaranya adalah kelahiran rasulullah SAW, turunnya wahyu pertama, atau wafatnya beliau.
Namun, semua usulan tersebut dinilai belum cukup merepresentasikan dimulainya fase baru dalam kehidupan umat Islam secara kolektif. Akhirnya, peristiwa hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah yang diusulkan oleh Ali bin Abi Thalib disepakati sebagai dasar penanggalan.
Hijrah dianggap sebagai titik balik dalam sejarah Islam. Dari sinilah terbentuk masyarakat Muslim pertama yang berdaulat, dengan sistem hukum, pemerintahan, dan nilai-nilai sosial yang berakar pada wahyu.
Meski peristiwa hijrah terjadi pada bulan Rabi’ul Awal, para sahabat memilih Muharram sebagai awal tahun. Alasannya, karena di bulan itu Nabi mulai meniatkan hijrah, serta Muharram sejak lama dihormati sebagai bulan suci.
Sistem penanggalan ini akhirnya ditetapkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, tahun 17 Hijriah. Kalender ini dinamakan Hijriah untuk mengabadikan momen besar hijrah sebagai fondasi peradaban Islam.
Penanggalan Hijriah kemudian digunakan secara luas dalam sistem hukum, catatan perjanjian, penentuan waktu ibadah, hingga pengelolaan negara. Ia bukan sekadar alat hitung waktu, tapi juga identitas dan simbol kesatuan umat.
Hingga kini, kalender Hijriah tetap dipakai di berbagai negara Muslim, termasuk Indonesia. Melalui proses akulturasi budaya, Sultan Agung dari Mataram pada abad ke-17 bahkan menyatukannya dengan kalender Jawa dan menamai bulan Muharram sebagai Suro.
Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam pidatonya pada 1 Muharram 1447 H, seperti dikutip dari laman Kemenag, menegaskan bahwa semangat hijrah tidak hanya milik umat Islam, melainkan mewakili nilai-nilai universal. Menurutnya, hijrah mencerminkan perjuangan untuk keadilan, kebebasan, dan kehidupan bersama yang damai.
Dengan menjadikan hijrah sebagai titik awal, para sahabat tidak hanya menetapkan sistem kalender. Mereka juga menetapkan arah peradaban Islam yang berpijak pada nilai-nilai perjuangan dan transformasi sosial. (*)
Wallohu`alam
KEYWORD :Tahun Baru Islam Kalender Hijriyah Rasulullah Saw Sejarah Hijrah