
Dosen Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat menjadi saksi meringankan dalam persidangan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Jakarta, Jurnas.com - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali menyebut tak masuk akal terjadinya perintangan pada suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap atau Inkrah.
Pendapat itu disampaikan Mahrus Ali ketika dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Bermula saat kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy mempertanyakan pendapat ahli mengenai perintangan di tahap penyidikan dengan mencontohkan beberapa kasus yang satu di antaranya Frederich Yunadi.
"Kemudian putusan Mahkamah Agung nomor 3315 Pidsus 2018 Frederich Yinadi, terpidana terbukti menghalangi penyidikan terhadap tersangka korupsi Setyo Navanto, ini artinya dalam proses tingkat penyidikan," ucap Ronny dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
Merespon hal itu, Mahrus menyebut dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, mengatur upaya perintangan di tingkat penyidikan. Sehingga, tak masuk akal bila terjadi di tahap penyelidikan.
"Jadi itu yang saya katakan bahwa kalau ada orang dikenakan Pasal 21 (Undang-Undang Tipikor), sementara perkara pokoknya jalan bahkan sampai ada putusan yang incraht itu tidak make sense," ujar Mahrus
Menurutnya, bila terjadi perintangan pada penanganan perkara, maka, proses hukumnya tidak akan berjalan hingga diputus oleh majelis hakim.
Diketahui, Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi menjelaskan mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupi.
"Berarti apa? berarti tidak ada penyidikan yang tercegah, tidak ada penyidikan yang tergagalkan," sebutnya.
Selain itu, Mahrus juga menyebut dalam Undang-Undang tersebut telah jabarkan batasan secara gamblang dan tegas. Sehingga tak bisa ditafsirkan penerapan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor jika terjadinya perintangan di tahap penyelidikan.
"Kemudian di dalam undang-undang dijelaskan secara jelas misalnya ini penyidikan ya itu tidak bisa ditafsirkan lain selain penyidikan bukan kemudian penyelidikan," ungkapnya.
"Mencegahnya perbuatannya di penyelidikan, kenapa? untuk mencegah agar tidak terjadi penyidikan, enggak kaya gitu," sebut Marus.
Terlebih, dalam proses penyelidikan belum masuk tahap Pro Justicia. Di mana, aparat penegak hukum masih mencari ada tidaknya dugaan pelanggaran pidana.
"Kenapa? karena di penyelidikan belum ada pro Justicia, alat bukti belum ada di situ," kata Mahrus.
KEYWORD :KPK Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Suap PAW Perintangan Penyidikan