
Ilustrasi karbon berbahaya - pemanasan global (Foto: Pixabay/Pexels)
Jakakrta, Jurnas.com - Jika emisi karbon tetap pada laju saat ini, dunia akan melewati sisa “jatah karbon” untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C pada awal 2028. Ini adalah peringatan tegas dari laporan terbaru Indicators of Global Climate Change, penilaian tahunan terhadap "tanda-tanda vital" planet kita.
Disusun oleh lebih dari 60 kelompok riset, laporan ini merangkum data terkini tentang suhu global, permukaan laut, konsentrasi gas rumah kaca, dan indikator penting lainnya.
Emisi Global Makin Dekat ke Ambang Kritis
Mulai Januari 2025, umat manusia hanya bisa melepaskan sekitar 130 miliar ton karbon dioksida agar tidak melewati ambang 1,5°C. Namun saat ini, kita menghasilkan sekitar 36 miliar ton per tahun. Artinya, jendela waktu yang tersisa hanya sekitar 3 tahun sebelum dunia masuk ke fase pemanasan jangka panjang yang sulit dibalikkan.
MPR Goes to Campus, Eddy Soeparno Tegaskan Komitmen Perjuangkan UU Pengelolaan Perubahan Iklim
Ambang 1,5°C bukanlah angka sembarangan. Ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa melampaui batas ini akan memperburuk gelombang panas, banjir besar, dan kerusakan ekosistem secara signifikan — dengan dampak yang jauh lebih sulit untuk ditangani.
Pemanaasan Global Memecahkan Rekor Iklim
Dalam 10 tahun terakhir, suhu permukaan Bumi rata-rata 1,24°C lebih hangat dibandingkan era pra-industri, dan 1,22°C di antaranya disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi.
Tahun 2024 sendiri mencatat pemanasan sekitar 1,52°C dibandingkan masa pra-industri. Meski belum secara resmi “melanggar” Perjanjian Paris — yang dinilai dalam rata-rata jangka panjang — angka ini menandakan betapa dekatnya kita ke batas tersebut.
Di daratan, rata-rata suhu maksimum harian bahkan sudah mencapai hampir 2°C lebih tinggi, memperparah kekeringan, kebakaran hutan, dan tekanan terhadap pertanian.
Lautan Menyerap Panas, Permukaan Air Terus Naik
Sekitar 90% panas berlebih dari gas rumah kaca diserap oleh laut. Tahun 2024, suhu permukaan laut global kembali mencetak rekor tertinggi. Air hangat memuai, menyebabkan kenaikan permukaan laut, ditambah lelehan es dari Greenland dan Antarktika.
Dalam lima tahun terakhir, permukaan laut naik 26 milimeter, dan sejak 1900 total kenaikan mencapai sekitar 228 milimeter — cukup untuk memperparah banjir rob dan erosi pesisir secara signifikan.
Udara Lebih Bersih, Tapi Pemanasan Justru Lebih Cepat
Ada ironi di balik data ini. Upaya mengurangi polusi sulfur dari kapal dan pabrik telah membuat udara lebih bersih. Namun, ini juga mengurangi partikel aerosol yang dulunya membantu memantulkan cahaya matahari, sehingga mempercepat pemanasan global.
Para ilmuwan kini menekankan pentingnya memangkas emisi metana, dinitrogen oksida, dan gas rumah kaca jangka pendek lainnya, demi mengimbangi efek hilangnya “naungan” aerosol.
Emisi Dunia Pulih Kembali Pasca Pandemi
Setelah sempat turun selama masa lockdown pandemi, emisi global kini telah pulih sepenuhnya. Bahkan sektor penerbangan internasional — yang sebelumnya paling terdampak — sudah kembali ke jalur emisinya sebelum COVID-19.
Profesor Joeri Rogelj dari Imperial College London menegaskan bahwa setiap koma derajat sangat penting. “Perbedaan antara 1,5°C dan 1,6°C bukanlah hal abstrak — itu berarti ribuan kematian tambahan akibat panas dan risiko lebih tinggi kehilangan lapisan es secara permanen,” katanya.
Menjelang COP30: Waktu Semakin Menipis
Tahun depan, KTT Iklim PBB (COP30) akan berlangsung di Belém, Brasil — tepat di tepi hutan Amazon. Lokasi ini mempertegas urgensi misi global: menurunkan emisi secara drastis dan segera.
Pesan utama dari laporan ini jelas: waktu hampir habis. Fisika atmosfer tidak bisa dinegosiasikan. Setiap ton CO₂ yang tidak dilepas memberi kita waktu ekstra, sementara setiap penundaan membawa kita lebih dekat ke batas yang tak bisa dibalikkan. (*)
Laporan ini dipublikasikan di jurnal Earth System Science Data. Sumber: earth.com
KEYWORD :Krisis iklim Emisi karbon Pemanasan global Perubahan iklim COP30