Jum'at, 20/06/2025 20:29 WIB

Studi: Kecanduan Gawai Lebih Merusak Mental Anak daripada Screen Time

Sebuah studi menunjukkan bahwa batasan waktu layar atau screen time saja tak cukup melindungi kesehatan mental anak.

Seorang siswa SMA berpose dengan ponselnya yang memperlihatkan aplikasi media sosialnya di Melbourne, Australia, 28 November 2024. REUTERS

Jakarta, Jurnas.com - Batasan waktu layar saja tak cukup melindungi kesehatan mental anak. Sebuah studi menunjukkan bahwa pola kecanduan terhadap perangkat digital, terutama ponsel dan media sosial, berisiko jauh lebih tinggi dibanding sekadar durasi penggunaan. 

Studi yang dilakukan oleh peneliti dari Columbia University dan Cornell University ini mengamati hampir 4.300 anak mulai usia 8 tahun selama empat tahun. Penelitian ini menelusuri hubungan antara penggunaan perangkat digital dengan kondisi mental anak, termasuk gejala kecemasan, depresi, agresivitas, dan bahkan pikiran atau tindakan bunuh diri.

Kecanduan Digital Jadi Ancaman Serius Kesehatan Mental Anak

Alih-alih jumlah jam di depan layar, faktor utama yang dikaitkan dengan gangguan mental adalah sifat kecanduan dari penggunaan tersebut. Anak-anak yang menunjukkan pola penggunaan adiktif memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih tinggi mengalami gangguan mental serius dibandingkan mereka yang menggunakan perangkat secara sehat dan seimbang.

“Ini bukan tentang berapa lama mereka menatap layar, tapi seberapa dalam mereka terikat secara emosional dan psikologis pada perangkat itu,” jelas Prof. John Mann, psikiater dari Columbia University dan penulis senior studi ini.

Bagaimana Kecanduan Layar Terbentuk Seiring Usia

Peneliti menemukan pola perkembangan kecanduan yang berbeda-beda tergantung jenis perangkat yang digunakan. Adapun pola penggunaan yang dinilai adiktif atau kecanduan dalam studi ini mencakup perilaku yang mengganggu sekolah, kehidupan rumah tangga, hingga hubungan sosial.

Para peneliti menemukan bahwa setengah dari anak-anak dalam studi sudah menunjukkan kecenderungan kecanduan terhadap ponsel sejak awal, dan terus berlanjut hingga masa remaja. Sekitar seperempat lainnya awalnya tampak tidak bermasalah, namun menunjukkan peningkatan ketergantungan seiring pertambahan usia.

Penggunaan media sosial juga memperlihatkan tren serupa, dengan sekitar 40 persen anak mempertahankan atau meningkatkan intensitas penggunaan yang bersifat kompulsif. Berbeda dari itu, video game menunjukkan pola yang lebih stabil: anak-anak cenderung sudah terbagi sejak awal antara pengguna tinggi dan rendah, tanpa banyak yang berubah dari waktu ke waktu.

Untuk memetakan pola kecanduan ini, para peneliti meminta anak-anak untuk merefleksikan perilaku mereka, seperti merasa terdorong untuk terus membuka media sosial atau menggunakan game sebagai pelarian dari masalah. Dari sanalah mereka menilai sejauh mana penggunaan sudah memasuki kategori adiktif.

Indikator Kecanduan yang Sering Terlewat

Ciri-ciri penggunaan adiktif termasuk merasa perlu menggunakan aplikasi secara terus-menerus, mengabaikan tugas sekolah atau hubungan sosial, serta menjadikan layar sebagai pelarian dari masalah pribadi.

Sebagai contoh, pernyataan seperti “Saya merasa harus terus membuka media sosial” atau “Saya bermain game agar bisa melupakan masalah saya” digunakan untuk menilai tingkat ketergantungan anak terhadap layar.

“Kita bisa melewatkan banyak kasus berisiko jika hanya melihat data potong waktu. Perubahan bertahap sangat penting untuk dipantau,” tambah Mann.

Mulai Fokus pada Pola Penggunaan Bukan Waktu Menatap Layar

Temuan ini menunjukkan bahwa upaya untuk melindungi kesehatan mental anak harus beralih dari aturan menyeluruh tentang jam penggunaan layar dan sebaliknya berfokus pada bagaimana dan mengapa layar digunakan.

Intervensi yang menangani penggunaan kompulsif – daripada sekadar mengurangi waktu – mungkin jauh lebih efektif.

“Sekarang setelah kita mengetahui bahwa pola penggunaan yang adiktif sangat penting, kita perlu mengembangkan strategi intervensi dan mengujinya dalam uji klinis terkontrol,” kata Mann.

Ia menambahkan bahwa para peneliti masih belum tahu apakah kuncinya adalah menghilangkan akses sepenuhnya atau hanya menetapkan batasan. "Kami tahu dari studi tentang manajemen kecanduan bahwa akses parsial dapat dengan cepat memperkuat kecanduan," katanya.

Karena penggunaan layar menjadi ciri khas masa kanak-kanak dan remaja, memahami perbedaan antara penggunaan biasa dan kecanduan yang berbahaya akan menjadi sangat penting. 

Para orang tua dan pendidik diimbau untuk tidak hanya fokus pada durasi penggunaan, tetapi lebih sensitif terhadap tanda-tanda awal adiksi digital. Pemeriksaan psikologis, bimbingan penggunaan sehat, serta bantuan profesional adalah langkah awal yang dapat mencegah dampak jangka panjang.

Dengan anak-anak tumbuh dalam dunia yang semakin digital, memahami perbedaan antara penggunaan wajar dan adiktif menjadi semakin penting—dan mendesak.

Studi ini memperjelas bahwa bahaya sesungguhnya bukan terletak pada seberapa lama anak praremaja menghabiskan waktu menggunakan perangkat mereka, tetapi seberapa dalam mereka bergantung pada perangkat tersebut. Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal ilmiah JAMA. (*)

Sumber: earth.com

KEYWORD :

Kesehatan mental anak Adiksi layar Screen time Kecanduan gawai




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :