Kamis, 19/06/2025 23:00 WIB

Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi, Inilah Makna Mistis di Baliknya

Gunung Lewotobi Laki-Laki melepaskan kolom abu setinggi kurang lebih 10.000 meter

Gambar Gunung Lewotobi kembali erupsi, memuntahkan abu vulkanik (Foto: Katantt)

Jakarta, Jurnas.com - Di timur Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, berdiri sepasang gunung berapi kembar yang menyimpan lebih dari sekadar kekuatan alam: Gunung Lewotobi. Gunung berapi yang terdiri dari puncak Lewotobi Laki-Laki dan Lewotobi Perempuan ini, telah lama menjadi simbol yang hidup dalam keseharian dan kepercayaan masyarakat Lamaholot.

Kedua puncaknya hanya terpisah sejauh dua kilometer, namun masing-masing memiliki karakter yang berbeda. Lewotobi Laki-Laki memiliki ketinggian 1.584 meter di atas permukaan laut dan dikenal lebih aktif dibanding pasangan perempuannya yang mencapai 1.703 meter.

Secara geologis, gunung ini terbentuk akibat tumbukan Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia. Proses ini menciptakan struktur stratovolcano yang curam, dengan aktivitas vulkanik yang kerap kali mengganggu stabilitas kawasan.

Sejak abad ke-19, Lewotobi Laki-Laki telah mencatat serangkaian letusan besar yang terus berulang hingga periode 2023–2025. Deretan peristiwa tersebut tidak hanya dipantau oleh ahli geologi, tetapi juga ditafsirkan secara spiritual oleh masyarakat adat setempat.

Erupsi terbaru terjadi pada Selasa, 17 Juni 2025 pukul 17:35 WITA, saat Gunung Lewotobi Laki-Laki melepaskan kolom abu setinggi kurang lebih 10.000 meter di atas puncak, atau sekitar 11.584 meter di atas permukaan laut. Menurut laporan resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), kolom abu berwarna kelabu tebal ini menyebar ke hampir seluruh penjuru mata angin — utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, hingga barat laut.

Dilaporkan juga, di Desa Boru yang berjarak sekitar 6–7 kilometer dari kawah, hujan kerikil dilaporkan mengguyur jalanan hingga lewat pukul 18.00 WITA. Suara gemuruh, kilatan cahaya, dan dentuman guntur turut menyertai, menjadi ciri khas erupsi eksplosif yang mengandung energi besar dan tekanan tinggi dari dalam perut bumi.

Namun, bagi masyarakat sekitar, Lewotobi bukan sekadar fenomena alam, melainkan cerminan hubungan antara dua kekuatan: laki-laki dan perempuan, suku Puka dan suku Tobi. Legenda menyebut bahwa gunung ini berasal dari Ile Bele, gunung purba yang kemudian terbelah menjadi dua untuk menandai keterikatan dua komunitas leluhur.

Karena itu, ketika puncak laki-laki meletus, masyarakat memaknai hal tersebut sebagai tanda terganggunya keharmonisan antara suku atau bahkan isyarat dari leluhur yang gelisah. Untuk mengembalikan keseimbangan, dilaksanakan ritual Tuba Ile yang dipimpin oleh suku Puka sebagai garis keturunan laki-laki.

Ritual ini tidak hanya bersifat simbolik, tetapi diyakini mampu meredam amarah gunung dan menenangkan jiwa leluhur. Persembahan dan kurban menjadi jembatan antara alam kasat mata dan dunia spiritual yang dipercaya menyatu di dalam tubuh Lewotobi.

Kepercayaan ini turut membentuk identitas lokal, termasuk dalam penamaan gunung itu sendiri. Istilah Lewotobi merupakan hasil evolusi bahasa dari Ile Lake (laki-laki) dan Ile Wae (perempuan), yang dulunya adalah bagian dari Ile Bele, "Gunung Besar" yang dianggap sakral.

Selaras dengan perkembangan adat, hubungan antara suku Puka dan Tobi terus melembaga, bahkan diperkuat dengan istilah baru seperti mame dan opu untuk menandai kelahiran dan pertalian spiritual baru. Hal ini mempertegas posisi kedua suku sebagai penjaga nilai dan keseimbangan di kawasan Lewotobi.

Dengan begitu, Lewotobi bukan hanya lanskap geologis yang mencolok, tetapi juga tapal batas kosmologis yang masih hidup dan dihormati hingga kini. Di sinilah gunung menjadi narasi, letusan menjadi bahasa, dan alam menjadi bagian dari jiwa kolektif masyarakat. (*)

KEYWORD :

Gunung Lewotobi Gunung berapi kembar Lewotobi Laki-Laki Erupsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :