
Ilustrasi Raja Haji Fisabilillah, Pahlawan Nasional dari Kepulauan Riau atau Kepri (Foto: Kemenag Bintan)
Jakarta, Jurnas.com - Hari ini menandai 241 tahun wafatnya seorang tokoh besar Raja Haji Fisabilillah. Ia gugur dalam pertempuran heroik melawan Belanda di Teluk Ketapang, Melaka, pada 18 Juni 1784. Meski telah berlalu lebih dari dua abad, jejak perjuangannya tetap hidup dalam ingatan sejarah, baik di Indonesia maupun Malaysia.
Dikutip dari berbagai sumber, Raja Haji Fisabilillah lahir pada tahun 1725 di Kota Lama, Ulusungai, Riau, dari keluarga bangsawan yang memiliki pengaruh kuat di kawasan Melayu. Ia adalah adik dari Sultan Salehuddin, penguasa pertama Selangor, dan paman dari Sultan Ibrahim, Sultan Selangor kedua, yang menjadikannya sosok penting dalam politik kawasan.
Kebesaran peran Raja Haji terlihat ketika ia diangkat sebagai Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV pada tahun 1777. Jabatan ini menjadikannya pemimpin de facto dalam Kesultanan Riau, yang saat itu merupakan pusat kekuatan Melayu di kawasan maritim Asia Tenggara.
BI Pertahankan BI Rate di Level 5,50 Persen
Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Melayu Riau tumbuh kuat secara politik dan militer, serta menjadi ancaman bagi kepentingan kolonial Belanda. Raja Haji tidak hanya membangun pertahanan di Pulau Biram Dewa, tetapi juga menjalin aliansi strategis dengan kerajaan-kerajaan tetangga, termasuk Selangor dan Jambi.
Namun pada tahun 1780, perjanjian damai yang disepakati antara Riau dan Belanda justru dikhianati oleh pihak kolonial. Pengkhianatan ini memicu kemarahan Raja Haji dan membuatnya mempersiapkan strategi perlawanan bersama penguasa Melayu lain di Semenanjung.
Puncak perlawanan terjadi ketika Raja Haji memimpin langsung serangan ke pangkalan maritim Belanda di Teluk Ketapang, Melaka. Dalam pertempuran yang berlangsung sengit itu, ia gugur di medan perang, menunjukkan tekadnya untuk tidak menyerah di hadapan penjajah.
Jenazahnya sempat dimakamkan di Bukit Bendera, Melaka, sebelum akhirnya dipindahkan oleh putranya, Raja Ja`afar, ke Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Di pulau itu, makamnya kini menjadi situs sejarah penting dan tempat ziarah bagi mereka yang menghargai perjuangan bangsa.
Warisan Raja Haji tidak berhenti pada perjuangan militer, tetapi juga tercermin dalam penghormatan yang ia terima setelah wafat. Pada 11 Agustus 1997, pemerintah Indonesia secara resmi menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 072/TK/1997.
Sebagai bentuk penghargaan, namanya diabadikan untuk Bandara Internasional Raja Haji Fisabilillah di Tanjungpinang, yang kini menjadi gerbang utama Kepulauan Riau. Sementara di Malaysia, sosoknya dikenang dalam sejarah Johor dan Selangor, bahkan namanya digunakan untuk Masjid Raja Haji Fisabilillah di Cyberjaya.
Kisah hidup Raja Haji menjadi cerminan kekuatan persatuan dan semangat perlawanan yang melampaui batas wilayah dan zaman. Ia bukan hanya tokoh Riau, tetapi milik sejarah bersama yang menyatukan Indonesia dan Malaysia dalam memori perjuangan yang sama.
Karena itu, setiap 18 Juni menjadi momentum untuk tidak sekadar mengenang gugurnya seorang pahlawan, tetapi juga meresapi nilai-nilai keberanian dan solidaritas Melayu yang pernah berdiri menghadapi dominasi asing. Raja Haji Fisabilillah telah menorehkan jejak yang tak lekang oleh waktu dan terus memberi makna bagi generasi kini. (*)
KEYWORD :Peristiwa Sejarah 18 Juni Raja Haji Fisabilillah Indonesia Malaysia