Selasa, 17/06/2025 21:23 WIB

Viral Kades Cirebon Nyawer di Diskotik, Ini Dalil Larangan Berfoya-Foya

Viral Kades Cirebon Nyawer di Diskotik, Ini Dalil Larangan Berfoya-Foya

Viral Video Kades Cirebon Nyawer di Diskotik, Ini Dalil Larangan Berfoya-Foya (Foto: Tangkapan Layar/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Jagat maya dihebohkan dengan sebuah video berdurasi 16 detik yang memperlihatkan seorang pria asyik menyawer bersama DJ di panggung diskotek. Sosok itu kemudian diketahui adalah Casmari, Kuwu (Kepala Desa atau Kades) Karangsari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.

Dalam video yang viral di media sosial itu, Casmari tampak berdiri di atas panggung bersama Nathalie Holscher—DJ dan mantan istri komedian Sule—sambil melemparkan lembaran uang ke arah kerumunan. Sorotan lampu disko dan dentuman musik menambah sensasi pesta yang jauh dari citra seorang pejabat publik. Aksi "goyang dompet" tersebut sontak memicu kemarahan netizen. Banyak yang mempertanyakan sumber uang tersebut—apakah dari kantong pribadi, atau justru dari Dana Desa?

Casmari akhirnya buka suara. Ia mengklaim bahwa uang yang ia sawerkan adalah milik pribadi dan aksi itu terjadi secara spontan. Namun, klarifikasi tersebut tidak serta-merta meredakan kegaduhan publik, terlebih mengingat masih banyak warga desa yang hidup dalam kondisi ekonomi sulit.

Fenomena ini menyoroti kembali pentingnya ajaran Islam tentang pengelolaan harta dan larangan hidup boros atau berfoya-foya.

Di tengah gaya hidup konsumtif dan budaya pamer atau flexing hingga gaya hidup berfoya-foya yang kian marak, Islam justru mengajarkan prinsip yang berseberangan: kesederhanaan, keseimbangan, dan tanggung jawab dalam mengelola harta. Hal ini ditegaskan dalam Surat Al-Isra ayat 26–27, yang secara eksplisit melarang pemborosan atau tabdzir.

“Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Isra: 26–27)

Boros dan Berfoya-foya: Jalan Menuju Kebinasaan Finansial dan Spiritual

Ayat ini tidak hanya menyuarakan etika keuangan dalam Islam, tetapi juga menunjukkan dimensi spiritual di balik setiap tindakan ekonomi. Dalam Tafsir Kementerian Agama RI, dijelaskan bahwa larangan boros dan atau berfoya-foya adalah peringatan agar umat Islam tidak membelanjakan harta tanpa perhitungan, serta memastikan hak-hak orang lain—seperti kerabat, fakir miskin, dan musafir—tidak diabaikan.

Lebih jauh, mubazir bukan hanya soal jumlah, tetapi kualitas dan tujuan pengeluaran. Bahkan, tindakan sederhana seperti berwudhu secara berlebihan dianggap boros jika dilakukan tanpa alasan syar’i, demikian dikutip NU Online.

Mengapa Pemboros Disebut Saudara Setan?

Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengupas tuntas makna ayat ini. Menurut beliau, pemborosan identik dengan perilaku setan: tidak bermanfaat, tidak bertanggung jawab, dan tidak memberi nilai kebaikan. Maka, orang yang memboroskan hartanya untuk hal-hal yang tidak perlu dianggap serupa dengan setan—karena sama-sama menolak amanah dan tidak mensyukuri nikmat, demikian dikutip NU Online.

Namun, konteks juga sangat menentukan. Membelanjakan seluruh harta untuk perjuangan di jalan Allah—seperti yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar dan Utsman bin Affan—tidak dianggap boros. Karena, pengeluaran tersebut memiliki tujuan yang jelas, mulia, dan tepat sasaran.

Islam Tidak Melarang Kaya, Tapi Mengatur Cara Menggunakannya

Islam tidak anti kekayaan. Justru, harta yang dikelola dengan benar bisa menjadi sumber keberkahan dan ladang pahala. Tetapi, Islam memberi batas etis: jangan berlebihan (israf), jangan sembrono (tabdzir), dan jangan egois.

Firman Allah SWT dalam QS Al-Furqan: 67 menegaskan:

“(Ibadurrahman adalah) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar.”

Praktik Nyata di Masa Nabi dalam Menghindari Pemborosan

Dalam riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW menegur Sa’ad yang berwudhu secara berlebihan: “Alangkah borosnya wudhumu itu, wahai Sa’ad!” Sa’ad pun terkejut dan bertanya, “Apakah dalam berwudhu ada pemborosan?” Rasulullah menjawab tegas, “Ya, meskipun engkau berada di sungai yang mengalir.”

Contoh lain, ketika seorang sahabat dari Bani Tamim bertanya kepada Nabi SAW bagaimana cara mengelola hartanya yang banyak, Rasulullah tidak hanya memerintahkannya membayar zakat, tetapi juga memelihara silaturahmi, membantu tetangga, dan peka terhadap yang membutuhkan. Arahannya jelas: harta harus berfungsi sosial, bukan sekadar simbol status, demikian dikutip Republika.

Dalam konteks modern, larangan boros sangat relevan. Budaya flexing di media sosial, perilaku konsumtif tanpa kebutuhan, hingga pengeluaran untuk gaya hidup yang melampaui kemampuan, semuanya dapat dikategorikan sebagai bentuk mubazir. Islam mengajarkan pengelolaan finansial yang tidak hanya bijak, tetapi juga berlandaskan iman dan tanggung jawab sosial.

Prinsip ini sejalan dengan konsep keuangan berkelanjutan yang saat ini digaungkan di berbagai sektor: mengelola harta dengan perencanaan, etika, dan kepedulian terhadap sekitar. (*)

Wallohu`alam

 
KEYWORD :

Viral Kepala Desa Kuwu Casmari Foya Foya Nathalie Holscher Islam Tentang Harta




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :