
Ilustrasi pola napas ternyata bisa kenali identitas diri seperti sidik jari (Foto: Warungsatekamu)
Jakarta, Jurnas.com - Para ilmuwan telah mengungkap penanda biometrik baru: pola pernapasan hidung Anda. Sebuah studi mutakhir dari Weizmann Institute of Science menemukan bahwa pola aliran napas melalui hidung bersifat unik bagi setiap individu—setara dengan sidik jari atau suara manusia. Penelitian ini menunjukkan bahwa seseorang dapat diidentifikasi dengan akurasi hingga 96,8% hanya berdasarkan cara mereka bernapas.
Tim peneliti mengembangkan perangkat wearable yang merekam pola napas selama 24 jam penuh. Tidak seperti uji klinis pendek, pendekatan ini menangkap karakteristik napas dalam jangka panjang yang lebih mencerminkan pola alami otak.
“Kami pikir semua tentang napas sudah diketahui,” ujar Noam Sobel, kepala tim peneliti. “Tapi kami justru menemukan cara baru membaca sinyal dari otak lewat napas.”
Bagaimana Cara Kerja Pelacak Pola Pernapasan?
Dalam studi ini, 97 partisipan mengenakan perangkat berisi sensor yang terhubung ke kanula hidung. Perangkat ini memantau setiap tarikan dan hembusan napas, termasuk volume, ritme, dan asimetri antara lubang hidung kiri dan kanan.
Dari data tersebut, AI menganalisis 24 fitur utama pola napas. Hasilnya, bahkan setelah berbulan-bulan hingga dua tahun, ciri khas napas tiap orang tetap stabil. Ini menandakan bahwa pola tersebut dikendalikan oleh jaringan saraf napas di otak.
Meski hanya merekam selama satu jam, model ini masih bisa mengidentifikasi individu dengan akurasi sekitar 43% saat tidur, dan hingga 95% saat terjaga.
Lebih dari Sekadar Identitas: Napas Ungkap Kesehatan Mental
Pola napas tidak hanya bersifat identitas. Studi ini juga memprediksi kesehatan dan ciri-ciri emosional. Pola pernapasan mencerminkan indeks massa tubuh, kualitas tidur , dan kesehatan mental. Misalnya, mereka yang memiliki skor kecemasan lebih tinggi memiliki tarikan napas yang lebih pendek dan jeda yang lebih bervariasi selama tidur.
Efek-efek ini tidak terkait dengan penyakit. Semua peserta sehat dan tidak memiliki diagnosis klinis. Namun, pernapasan mereka menunjukkan perbedaan yang terkait dengan depresi, kecemasan, dan bahkan ciri-ciri yang terkait dengan autisme.“Mungkin cara Anda bernapas membuat Anda cemas atau tertekan,” kata Sobel. “Jika itu benar, kita mungkin dapat mengubah cara Anda bernapas untuk mengubah kondisi tersebut.”Dengan kata lain, cara seseorang bernapas dapat mencerminkan kondisi emosional dan bahkan ciri kepribadian tertentu, meski mereka dalam keadaan sehat secara klinis.
Pelacak Pola Pernapasan Terobosan Baru untuk Pemantauan dan Terapi?
Meski masih dalam tahap pengembangan, potensi aplikasi dari teknologi ini cukup besar. Di masa depan, perangkat sejenis bisa digunakan untuk: Pemantauan kondisi mental secara pasif; Deteksi dini gangguan tidur, kecemasan, atau depresi; dan terapi berbasis pengaturan napas.
Tantangannya, menurut peneliti, adalah membuat perangkat yang nyaman dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Kanula hidung saat ini masih diasosiasikan dengan peralatan medis dan bisa tergelincir saat tidur. Versi baru yang lebih praktis sedang dikembangkan.
Studi ini menyoroti betapa kuatnya koneksi antara napas dan aktivitas otak. Bukan hanya fungsi biologis, napas juga bisa menjadi jendela untuk memahami identitas, kesehatan fisik, hingga kondisi psikologis seseorang.
Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Current Biology, menandai babak baru dalam dunia biometrik dan kesehatan mental digital. (*)
Sumber: erath.com
KEYWORD :Pola Pernapasan Biometrik Baru Teknologi Kesehatan Pelacak pola pernapasan