
Ilustrasi ibadah haji (Foto: abarenumpang/Lmprogress)
Jakarta, Jurnas.com - Haji Wada’ atau haji perpisahan merupakan satu-satunya ibadah haji yang dilakukan Rasulullah SAW sepanjang hidupnya. Peristiwa ini menjadi penutup dari misi kenabian yang telah beliau emban selama lebih dari dua dekade.
Perjalanan haji ini berlangsung pada tahun ke-10 Hijriyah dan diikuti lebih dari seratus ribu umat dari seluruh penjuru jazirah Arab. Jumlah yang luar biasa ini menunjukkan betapa luasnya dakwah Islam telah tersebar saat itu.
Perjalanan haji terakhir Nabi Muhammad saw ini berlangsung selama 28-30 hari. Berikut adalah kisah serta spiritnya, yang dihimpun dari berbagai sumber.
Rasulullah memulai perjalanan Haji Wada’ dari Madinah pada akhir Dzulqa’dah dan berihram di Dzul Hulaifah. Beliau menjalankan seluruh rangkaian haji dengan sempurna, menjadi contoh langsung dan abadi bagi umatnya.
Ketika tiba di Arafah, Rasulullah menyampaikan khutbah yang kemudian dikenal sebagai Khutbah Wada’. Di sinilah pesan-pesan inti Islam disampaikan dengan lugas dan menyentuh hati.
Beliau menegaskan bahwa nyawa, harta, dan kehormatan manusia harus dijaga seperti kesucian bulan dan tempat mulia. Pesan ini ditegaskan di hadapan puluhan ribu umat yang menyimak dengan penuh kekhusyukan.
Dalam khutbah itu pula, Rasulullah menyampaikan prinsip kesetaraan tanpa syarat-syarat duniawi. Menurut beliau, tidak ada kelebihan antara Arab dan non-Arab kecuali dalam ketakwaan.
Pesan ini terdengar revolusioner di tengah masyarakat yang saat itu masih memegang kuat hierarki ras dan status sosial. Namun Islam datang sebagai koreksi, menegakkan keadilan dan persamaan bagi seluruh umat manusia.
Selain itu, Rasulullah juga menyatakan bahwa seluruh bentuk riba telah dibatalkan. Sebagai bentuk keteladanan, beliau memulai penghapusan riba dari keluarganya sendiri.
Pesan sosial ini memperlihatkan keberanian dan integritas Nabi dalam mereformasi sistem ekonomi yang timpang. Islam hadir bukan hanya mengatur ibadah, tetapi juga sistem kehidupan yang lebih beradab.
Dalam khutbah yang sama, beliau juga mengingatkan tentang hak-hak perempuan. Rasulullah menekankan pentingnya memperlakukan perempuan dengan adil, karena mereka adalah amanah dari Allah.
Beliau menyampaikan pesan ini bukan sebagai tambahan, tetapi sebagai bagian inti dari tatanan masyarakat Islam. Dengan itu, beliau menempatkan perempuan pada posisi yang dimuliakan dan dihormati.
Momen paling mengharukan dalam khutbah ini adalah ketika Rasulullah bertanya kepada umat apakah beliau telah menyampaikan risalah Allah. Setelah umat menjawab bahwa beliau telah menyampaikannya, Rasul pun menengadah dan berkata, “Ya Allah, saksikanlah.”
Tak lama kemudian, wahyu dari Surah Al-Ma’idah ayat 3 pun turun, menandai kesempurnaan agama Islam. Ayat itu menjadi simbol bahwa tugas kenabian telah dituntaskan.
Karena itulah, banyak sahabat yang menangis saat itu, sadar bahwa perpisahan dengan Rasulullah sudah dekat. Meski tidak diucapkan secara langsung, pesan perpisahan itu sangat jelas terasa.
Makna Haji Wada’ lebih dari sekadar penyempurnaan rukun Islam. Ia adalah warisan nilai luhur yang mencakup keadilan, persaudaraan, dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Rasulullah memanfaatkan momentum besar ini untuk mengukuhkan prinsip-prinsip Islam sebagai pedoman hidup yang menyeluruh. Islam bukan hanya tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga tentang tanggung jawab sosial yang adil dan beradab.
Haji ini menjadi penanda bahwa hidup adalah amanah, dan setiap manusia akan meninggalkan jejak yang tak ternilai. Rasulullah menutup misinya bukan dengan kekuasaan, tetapi dengan pesan yang abadi dan universal.
Kini, pesan dari Padang Arafah itu tetap hidup dan relevan dalam setiap zaman. Haji Wada’ adalah cahaya yang terus menuntun umat menuju kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat. (*)
Wallohu`alam
KEYWORD :Haji Wada Haji Pertama dan Terakhir Rasulullah SAW Khutbah Wada