Senin, 16/06/2025 16:48 WIB

Sederet Maskot Unik Piala Dunia sejak 1998, Mana yang Paling Berkesan?

Sosok lucu dan penuh warna ini tak sekadar menghiasi suvenir dan papan promosi, tapi juga mencerminkan identitas budaya tuan rumah. Sejak 1998, maskot Piala Dunia mengalami evolusi besar, baik dari segi desain maupun filosofi.

Footix, maskot Piala Dunia 1998 (Foto: Pinterest)

Jakarta, Jurnas.com - Pertarungan antar negara bukan satu-satunya hal yang dinanti dalam setiap edisi Piala Dunia. Turnamen empat tahunan ini juga menyuguhkan simbol visual yang tak kalah menarik, yakni maskot resmi.

Sosok lucu dan penuh warna ini tak sekadar menghiasi suvenir dan papan promosi, tapi juga mencerminkan identitas budaya tuan rumah. Sejak 1998, maskot Piala Dunia mengalami evolusi besar, baik dari segi desain maupun filosofi.

Dimulai dari Prancis 1998, publik dunia diperkenalkan dengan Footix, seekor ayam jantan biru yang menjadi representasi nasionalisme Prancis. Ayam jago telah lama menjadi lambang olahraga di negara tersebut.

Dengan balutan kostum sepak bola berwarna biru dan ekspresi penuh semangat, Footix tampil sebagai ikon maskot modern pertama yang menggabungkan tradisi lokal dan nuansa internasional.

Empat tahun berselang, Piala Dunia edisi Korea Selatan dan Jepang menghadirkan kejutan lewat Ato, Kaz, dan Nik, trio makhluk digital berwarna-warni yang dikenal sebagai The Spheriks.

Tidak menggambarkan manusia atau hewan, ketiganya berasal dari dunia fiksi dan mempopulerkan olahraga imajiner bernama `Atmoball`. Konsep futuristik ini menuai pro-kontra di kalangan penggemar, namun tak sedikit mendapatkan pujian sebagai langkah berani dalam dunia branding olahraga.

Jerman 2006 mengembalikan unsur kehangatan dengan menghadirkan Goleo VI, singa antropomorfik berbaju timnas Jerman dan bola bicara bernama Pille. Meskipun penampilannya ramah dan bersahabat, Goleo sempat menuai kontroversi karena tidak mengenakan celana.

Meski begitu, Goleo tetap menjadi favorit anak-anak dan tampil dalam berbagai kampanye promosi besar di Jerman.

Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan menampilkan Zakumi, seekor macan tutul berambut hijau yang energik dan ceria. Warna bulunya menggambarkan warna bendera tuan rumah, sementara namanya menggabungkan "ZA” untuk Afrika Selatan dan “kumi” yang berarti angka sepuluh dalam bahasa Swahili.

Empat tahun kemudian, Brasil memperkenalkan Fuleco, armadillo biru-kuning yang mengusung pesan ekologis. Nama Fuleco merupakan gabungan kata "futebol" dan "ecologia", mewakili komitmen Brasil terhadap sepak bola dan pelestarian lingkungan.

Fuleco juga mencerminkan fauna khas Brasil, yakni armadillo tiga pita, yang saat itu berada dalam status konservasi. Maskot ini disebut sebagai bentuk kampanye lingkungan paling eksplisit dalam sejarah Piala Dunia.

Piala Dunia Rusia 2018 menjadi ajang bagi Zabivaka, seekor serigala cerdas berkacamata olahraga. Namanya berasal dari bahasa Rusia yang berarti "pencetak gol".

Didesain oleh seorang mahasiswi desain grafis, Zabivaka memenangkan pemilihan terbuka lewat jajak pendapat nasional. Maskot ini tampil enerjik, modis, dan sangat fotogenik, sehingga dengan cepat meraih tempat di hati para penggemar.

Maskot terakhir yang mencuri perhatian hadir pada Piala Dunia 2022 di Qatar, yakni La’eeb. Sosok ini menyerupai ghutra, penutup kepala tradisional masyarakat Arab, yang melayang bak makhluk fantasi.

Nama La’eeb memiliki arti "pemain super terampil" dalam bahasa Arab. Karakternya tidak memiliki bentuk fisik manusia atau hewan, tetapi dirancang untuk mencerminkan semangat dan keunikan budaya Arab.

KEYWORD :

Maskot Piala Dunia Fakta Unik Sepak Bola Boneka Footix




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :