
Umat Muslim berdoa mengelilingi Kakbah di Masjidil Haram, selama ibadah haji tahunan (FOTO: REUTERS)
Jakarta, Jurnas.com - Iduladha atau Hari Raya Kurban telah berlalu. Namun nilai-nilai dari dua ibadah utamanya, kurban dan haji, dianjurkan tidak ikut berakhir.
Justru setelah hari-hari tasyrik atau beberapa hari pasca Iduladha selesai, muncul pertanyaan penting: bagaimana menjaga spirit kurban dan haji tetap hidup? Sebab, keduanya bukan sekadar ritual, melainkan pesan tentang pengabdian, ketulusan, dan kepedulian yang tak lekang oleh waktu.
Kurban, misalnya, bukan hanya tentang menyembelih hewan dan membagikan daging. Ia merupakan latihan keikhlasan dan rasa empati, yang bisa diterjemahkan ke dalam bentuk lain sepanjang tahun, demikian dikutip NU Online.
Spirit itu bisa dijaga dengan tindakan sederhana—menyisihkan sebagian penghasilan untuk sedekah, mendukung program sosial, atau membantu tetangga yang kesulitan. Semua bentuk kepedulian itu merupakan lanjutan logis dari semangat berbagi yang tumbuh setiap Iduadha.
Pesan ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Ali `Imran ayat 134, “(Yaitu) orang-orang yang berinfak di waktu lapang maupun sempit, menahan amarah, dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
Sementara itu, ibadah haji membawa pengalaman spiritual yang lebih mendalam. Ia bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga proses pensucian jiwa yang berlangsung dalam setiap rangkaian ibadah rukun Islam ke lima itu.
Kembali dari Tanah Suci, para jamaah haji membawa komitmen baru. Komitmen untuk hidup lebih sederhana, lebih jujur, dan lebih bersih dari penyakit hati seperti riya’, iri, atau dendam.
Namun mempertahankan suasana hati seperti saat di Arafah bukan perkara mudah. Butuh upaya untuk menjaga rutinitas ibadah tetap hidup.
Hadis riwayat At-Thabrani menyebutkan, “Siapa yang berhaji atau berumrah, maka ia menjadi tanggungan Allah. Jika meninggal, Allah akan memasukkannya ke surga. Jika kembali, maka ia pulang dengan pahala dan keberkahan.” Pesan ini menjadi pengingat, bahwa haji bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan baru.
Dalam konteks itu, kunci utama menjaga semangat ibadah pasca-Dzulhijjah ialah istiqamah. Bukan dalam arti menjadi sempurna, tapi berusaha konsisten menjalankan hal-hal baik yang telah dimulai.
Allah menjanjikan ketenangan bagi mereka yang istiqamah dalam Surah Fussilat ayat 30, “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami adalah Allah,’ lalu mereka tetap teguh, maka malaikat akan turun kepada mereka seraya berkata: ‘Jangan takut dan jangan bersedih, dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepadamu.’”
Dengan demikian, menjaga spirit kurban dan haji tidak selalu membutuhkan momen besar. Ia bisa hadir dalam keseharian, lewat sikap, pilihan, dan kepedulian kecil yang terus dihidupkan.
Dan jika semangat itu bisa terus menyala, maka Iduladha tidak akan berhenti menjadi perayaan tahunan. Ia akan menjelma sebagai gaya hidup yang menyatukan iman, kemanusiaan, dan tanggung jawab sosial. (*)
Wallohu`alam
KEYWORD :Ibadah Haji Jemaah Haji Spirit Kurban Spirit Haji Idul Adha