Sabtu, 14/06/2025 13:17 WIB

KPK Sudah Kaji Potensi Korupsi Tambang Nikel di Raja Ampat

Saat ini kajian tersebut masih dalam proses telaah untuk menentukan ada tidaknya indikasi korupsi dalam kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua.

Ketua KPK Setyo Budiyanto memberikan keterangan.

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim sudah melakukan kajian mengenai potensi korupsi dalam kegiatan pertambangan nikel di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan saat ini kajian tersebut masih dalam proses telaah untuk menentukan ada tidaknya indikasi korupsi dalam kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua.

"Apakah kemudian kajian tersebut memang ada indikasi korupsi? Tentu itu masih menjadi sebuah telaah, dan nanti ada proses yang harus dilewati," kata Setyo kepada wartawam di Gedung ACLC KPK, Jakarta pada Jumat, 13 Juni 2025.

Jenderal polisi bintang tiga itu menjelaskan hasil dari kajian tersebut nantinya akan diserahkan kepada kementerian atau lembaga terkait untuk bisa ditindaklanjuti.

"Nanti akan diajukan kepada kementerian/lembaga terkait untuk bisa memitigasi, tapi kemudian keburu bahwa ada permasalahan di sana gitu," kata Setyo.

Lebih lanjut, Setyo mengatakan saat ini sudah ada pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) terhadap beberapa perusahaan nikel di Raja Ampat, Papua.

Seperti diketahui, penambangan nikel di Raja Ampat menuai polemik. Kegiatan yang dilakukan oleh empat perusahaan itu disebut menimbulkan kerusakan lingkungan.

"Namun demikian nanti kami akan detailkan lagi dengan permasalahan yang sudah ada. Bahkan sudah ada pencabutan perizinan terhadap beberapa perusahaan nikel di sana, namun tetap kami akan sampaikan ke kementerian terkait, apakah itu di ESDM, Lingkungan Hidup, dan beberapa lagi, termasuk juga pemerintah daerahnya " ucap Setyo.

Terkini, Presiden Prabowo Subianto telah resmi mencabut empat IUP nikel tersebut. Ada lima perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan di kawasan tersebut.

"Kemarin bapak Presiden memimpin ratas bahas IUP di Raja Ampat ini dan atas persetujuan presiden, kami memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut IUP untuk 4 perusahaan di Kabupaten Raja Ampat," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam konferensi pers, Selasa, 10 Juni 2025. 

Perusahaan yang dicabut izinnya yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Keempatnya merupakan IUP yang berada di kawasan geopark.

Satu perusahaan pertambangan nikel di Raja Ampat yang tidak dicabut izinnya, yaitu PT GAG Nikel (GN). Anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam) tersebut beroperasi di Pulau Gag berstatus Kontrak Karya (KK) tersebut dinilai tidak masuk dalam kawasan geopark.

Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia Kiki Taufik mengatakan pencabutan empat IUP ini menjadi setitik kabar baik untuk tetap melindungi Raja Ampat dari industri nikel yang mengancam lingkungan hidup dan ruang-ruang hidup masyarakat.

Kendati demikian, ia menilai keputusan tersebut masih belum bisa seutuhnya dianggap resmi mengikat sebelum ada aturan yang ditetapkan, misalnya dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres).

Selain itu, untuk memastikan tak ada lagi kerusakan lingkungan yang serupa di masa depan akibat aktivitas pertambangan, maka Greenpeace Indonesia menambah tuntutan kepada pemerintah yakni untuk mencabut semua izin pertambangan di pulau-pulau yang ada di Tanah Air.

"Kami juga tetap menuntut perlindungan penuh dan permanen untuk seluruh ekosistem Raja Ampat, dengan pencabutan semua izin pertambangan yang aktif maupun yang tidak aktif. Terlebih ada preseden bahwa izin-izin yang sudah pernah dicabut lantas diterbitkan kembali, termasuk di Raja Ampat, karena adanya gugatan dari perusahaan," kata Kiki Taufik.

Menurut Kiki, apabila izin pertambangan tidak dicabut, terutama di wilayah Papua, maka tak ada jaminan kerusakan lingkungan di kemudian hari tak terjadi. Dalam hal ini, termasuk izin untuk PT Gag Nikel yang masih dipertahankan.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar mengatakan keputusan pemerintah sudah baik.

Namun, menurut Bisman, keputusan pemerintah untuk mempertahankan izin satu perusahaan saja hanya akan mendatangkan kecemburuan. Menurutnya, pemerintah harus mencabut semua izin pertambangan yang beroperasi di wilayah itu.

"Pencabutan Ini keputusan yang tepat dari Pemerintah, walaupun terkesan tidak adil karena masih ada satu yang beroperasi. Namun dari aspek lingkungan hidup di Raja Ampat sudah cukup bagus, tetapi sebenarnya paling bagus cabut setop semua demi Raja Ampat yang natural," ujar Bisman.

Dia menilai pencabutan izin pertambangan tak akan mempengaruhi nilai investasi yang masuk ke Indonesia. Pasalnya, keputusan diambil untuk melindungi wilayah khusus yang memang menjadi objek wisata atau ecopark yang patut dilindungi.

KEYWORD :

KPK Tambang Nikel Korupsi Raja Ampat Papua IUP Tambang Nikel




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :