Jum'at, 13/06/2025 22:38 WIB

Mengenal Prosesi Pernikahan Adat Aceh yang Kaya Simbol dan Tradisi

Rangkaian upacara pernikahan adat Aceh, tidak hanya menandai penyatuan dua insan, tetapi juga menyatukan dua keluarga besar dalam ikatan sosial yang kuat dan harmonis.

Ilustrasi Mengenal Prosesi Pernikahan Adat Aceh yang Kaya Simbol dan Tradisi (Foto: TheAsianparent)

Jakarta, Jurnas.com - Aceh, provinsi yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera dan merupakan wilayah paling barat Indonesia, bukan hanya dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan sejarahnya, tetapi juga dengan adat istiadat yang sangat kental. Salah satu tradisi yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh hingga kini adalah prosesi pernikahan adat yang sarat makna, filosofi, dan simbolisme religius.

Kekayaan Adat dalam Prosesi Pernikahan Aceh

Dalam masyarakat Aceh, adat bukan sekadar tradisi; ia adalah sistem nilai yang mencakup norma, hukum adat, hingga praktik sosial yang diwariskan secara turun-temurun. Hal ini tercermin jelas dalam rangkaian upacara pernikahan adat Aceh, yang tidak hanya menandai penyatuan dua insan, tetapi juga menyatukan dua keluarga besar dalam ikatan sosial yang kuat dan harmonis.

Berikut adalah tahapan-tahapan utama dalam upacara pernikahan adat Aceh yang sarat nilai budaya, yang dihimpun dari berbagai sumber:

1. Jak Ba Ranup (Antar Sirih)

Tahapan pertama ini merupakan simbol lamaran resmi dari pihak keluarga pria. Seorang seulangke atau juru bicara dipercaya untuk menyampaikan maksud melamar kepada pihak keluarga wanita. Sirih, kue, dan bingkisan lain dibawa sebagai simbol niat baik dan kesungguhan.

Jika lamaran diterima, pihak wanita akan meminta waktu untuk berdiskusi dengan anak gadisnya. Jawaban akan disampaikan pada pertemuan berikutnya.

2. Jak Ba Tanda (Antar Tanda/ Bertunangan)

Tahapan ini memperkuat ikatan pertunangan. Di sinilah disepakati tanggal pernikahan, jumlah mahar (jeulamee), serta rincian tamu undangan.

Seserahan khas yang dibawa antara lain ialah ketan kuning (buleukat kuneeng), buah-buahan, pakaian wanita, hingga perhiasan emas.

Menurut adat, jika pertunangan batal karena pihak pria, tanda emas dianggap gugur. Namun jika pihak wanita yang membatalkan, maka tanda harus dikembalikan dua kali lipat.

3. Boh Gaca (Malam Inai)

Malam menjelang akad nikah dikenal dengan boh gaca atau malam inai. Tradisi ini mengandung nilai spiritual tinggi karena mengharapkan berkah dan kebahagiaan rumah tangga.

Biasanya dilakukan selama tiga malam berturut-turut, dan diisi dengan Peusijuek (pemberian tepung tawar sebagai doa restu), dan Batee meupeh (simbol restu dan pembersihan jiwa)

4. Ijab Kabul

Sebagaimana ajaran Islam yang dianut masyarakat Aceh, akad nikah adalah syarat mutlak sahnya pernikahan. Dalam adat Aceh, ijab kabul dilakukan dengan gaya dan bahasa Aceh yang khas.

Contoh lafaz nikah dalam Bahasa Aceh:
"Ulôn tuan peu nikah aneuk lon (nama mempelai wanita) ngon gata (nama pria), ngon meuh... (jumlah mahar)"

Jawaban mempelai pria:
"Ulôn teurimong nikah ngon kawennya (nama mempelai wanita), ngon meuh... (jumlah mahar) mayam, tunai."

Acara ini biasanya dilangsungkan di masjid, bahkan kini banyak dilangsungkan di Masjid Raya Baiturrahman sebagai simbol kemuliaan.

5. Tueng Linto Baroe (Penerimaan Pengantin Pria)

Upacara puncak ini memperkenalkan pengantin pria secara adat. Prosesi ini sangat sakral dan meriah, diiringi oleh tarian Ranup Lampuan dan berbalas pantun.

Beberapa prosesi penting di antaranya ialah Sungkem kepada orang tua, mempelai pria dipayungi dan dibimbing untuk rah gaki (membasuh kaki), dan mempelai wanita menyambut dengan seumah (sungkem sebagai bentuk penghormatan).

6. Tueng Dara Baroe (Penjemputan Pengantin Wanita)

Sebagai balasan, dara baroe bersama rombongan diundang ke rumah keluarga mempelai pria. Acara ini menegaskan penerimaan resmi pengantin wanita oleh keluarga besar pria.

Penyambutan dilakukan dengan: Taburan breuh padee (beras padi); Bungong rampoe (bunga rampai); dan On seuneujeuk (daun tepung tawar)

Unsur-Unsur Penting Lainnya dalam Pernikahan Adat Aceh

Mahar (Jeulamee)

Dalam adat Aceh, mahar adalah simbol tanggung jawab dan kesanggupan mempelai pria. Biasanya berupa emas (mayam) atau uang. Jumlahnya ditentukan pihak wanita dan bisa berbeda-beda tiap daerah. Di wilayah Timur Aceh, dikenal istilah peng angoh sebagai uang tambahan mahar.

Idang dan Peuneuwoe

Idang adalah bentuk seserahan makanan atau perlengkapan rumah tangga yang dibawa oleh pihak pria saat intat linto baro dan oleh pihak wanita saat intat dara baro. Kental dengan semangat saling memberi, tradisi ini terus berlanjut bahkan setelah pernikahan.

Peusijuek (Tepung Tawar)

Prosesi yang bersifat spiritual dan simbolis, dilakukan sebelum dan sesudah akad, serta saat memasuki pelaminan. Peusijuek merupakan doa restu agar kehidupan rumah tangga dipenuhi ketenteraman dan berkah.

Dengan demikian, upacara pernikahan adat Aceh tidak hanya mengikat dua insan, tapi juga dua keluarga besar dalam satu ikatan nilai-nilai luhur. Setiap prosesi memiliki makna yang dalam: mulai dari penguatan hubungan sosial, penghormatan terhadap orang tua, hingga simbol penyucian lahir batin.

Keberagaman adat Aceh mencerminkan betapa Islam dan budaya lokal bisa hidup berdampingan dalam harmoni. Oleh karena itu, melestarikan prosesi ini adalah bentuk penghargaan terhadap warisan budaya dan jati diri masyarakat Aceh.

Upacara pernikahan adat Aceh merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Di balik kemegahan pakaian adat, prosesi sakral, dan tarian penyambutan, tersimpan nilai-nilai moral, sosial, dan spiritual yang sangat kuat. Semoga bermanfaat (*)

Sumber: maa.acehprov.go.id, acehprov.go.id

KEYWORD :

Pernikahan Adat Aceh Tradisi Pernikahan Aceh Upacara Adat Aceh Budaya Aceh




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :