
Ilustrasi - Inti Ibadah Haji Adalah Arafah, Mengapa Demikian? Simak Penjelasannya (Foto: Wahdah Islamiyah)
Jakarta, Jurnas.com - Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu. Di antara seluruh rangkaian ibadah haji, wukuf di Arafah menjadi inti dan penentu sahnya ibadah tersebut.
Dikutip dari berbagai sumber, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Al-Hajju Arafah”, yang artinya “Haji itu adalah Arafah”. Sabda ini tercantum dalam sejumlah hadis, di antaranya diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dipahami oleh para ulama sebagai penegasan tentang posisi sentral wukuf.
At-Thahawi dalam Syarhu Ma’anil Atsar menyebut bahwa sabda Nabi tersebut merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada umat Islam. Sebab, dengan satu pernyataan yang ringkas, Nabi mengarahkan umatnya pada esensi paling mendasar dari ibadah haji.
Al-Munawi dalam Faydhul Qadir menambahkan bahwa ungkapan itu menjadi pembeda paling jelas antara haji yang sah dan tidak sah. Dikutip dari laman Nahdlaul Ulama, tanpa wukuf di Arafah, maka ibadah haji tidak bisa dianggap lengkap, bahkan tidak sah dan wajib diulang tahun berikutnya.
Hal ini ditegaskan pula dalam penjelasan Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam Sunan Ibnu Majah. Beliau menyebut bahwa wukuf adalah satu-satunya rukun haji yang tidak bisa tergantikan oleh denda, fidyah, atau amalan pengganti lainnya.
Dikutip dari laman Kemenag, mengingat pentingnya wukuf, Mustasyar Diny PPIH Arab Saudi, KH Abdul Moqsith Ghazali, menekankan bahwa setiap jemaah haji wajib dibawa ke Arafah, selama masih memungkinkan. “Jemaah haji dalam kondisi apa pun, selagi masih bisa dibawa ke Arafah, harus dibawa ke Arafah, walaupun dalam keadaan berbaring,” jelasnya.
Bagi jemaah yang sedang sakit atau uzur, pemerintah telah menyediakan skema safari wukuf, baik yang dilaksanakan oleh Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) maupun layanan khusus bagi lansia. Ini membuktikan bahwa kehadiran fisik di Arafah adalah keniscayaan dalam ibadah haji.
Menurut KH Moqsith, Arafah memiliki kedudukan spiritual yang sangat dalam dalam sejarah Islam. Dalam Al-Qur’an, kata "Arafaat" disebut secara spesifik, bukan tanpa makna.
Makna pertama, Arafah diyakini sebagai tempat perjumpaan Nabi Adam dan Siti Hawa setelah ratusan tahun terpisah. Tempat ini menjadi simbol perkenalan kembali, pengakuan, dan penerimaan setelah kesalahan.
Makna kedua, Arafah juga merupakan tempat Malaikat Jibril memperkenalkan manasik haji kepada Nabi Ibrahim. Ketika Jibril bertanya, "Apakah kamu tahu?", Ibrahim menjawab, "Araftu" yang artinya "Aku mengenalnya."
Dari sinilah kata Arafah berasal, sebagai tempat pengenalan, pengakuan, dan pemahaman akan kebenaran dan penghambaan. Karena itu, wukuf di Arafah tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga ruang spiritual untuk mengenali kembali diri dan Tuhannya.
Pelaksanaan wukuf dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah, dari tergelincirnya matahari hingga fajar keesokan harinya. Di waktu inilah jutaan jemaah berkumpul untuk bermunajat dalam kesetaraan dan kesederhanaan.
Rangkaian wukuf meliputi khutbah, salat Zuhur dan Asar secara jamak dan qashar, lalu dilanjutkan dengan zikir, doa, dan ibadah lainnya. Waktu ini sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa karena Arafah adalah salah satu tempat paling mustajab.
Tidak ada larangan bagi jemaah untuk makan, tidur, atau mandi selama di Arafah. Namun, para ulama menyarankan agar waktu yang singkat ini dimaksimalkan untuk memperbaiki hubungan vertikal dengan Allah.
Setelah wukuf, jemaah akan bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit dan mengumpulkan batu jumrah. Lalu menuju Mina untuk melontar jumrah pada 10 Dzulhijjah, bersamaan dengan Hari Raya Idul Adha.
Walaupun wukuf menjadi pusat dari seluruh rangkaian, ibadah haji tetap harus dilengkapi dengan rukun-rukun lainnya. Tawaf ifadhah, sai, tahalul, dan mabit di Mina menjadi pelengkap bagi kesempurnaan manasik haji.
Puncak pelaksanaan ibadah haji yang berlangsung dari 9 hingga 13 Dzulhijjah disebut fase Armuzna: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Lima hari ini menjadi waktu paling padat, paling menentukan, sekaligus paling sakral dalam hidup seorang Muslim.
Antrean haji di Indonesia yang mencapai lebih dari sepuluh tahun membuat momen wukuf di Arafah menjadi sangat berharga. Bagi sebagian jemaah, ini adalah puncak penantian panjang dan bukti nyata dari tekad serta kesabaran spiritual.
Oleh karena itu, wukuf di Arafah bukan hanya pelaksanaan syariat, tapi juga perjumpaan batin seorang hamba dengan Sang Pencipta. Di sinilah titik balik spiritual seorang Muslim dimulai, dalam kesunyian, doa, dan pengakuan yang jujur dari hati terdalam. (*)
Wallohu`alam
KEYWORD :Wukuf Arafah Ibadah Haji Hari Arafah Puncak Haji