
Ibadah haji di Mekah, Arab Saudi (Foto: Dok. Ditjen PHU)
Jakara, Jurnas.com - Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam yang mampu secara fisik, finansial hingga mental. Meskipun sering membutuhkan persiapan bertahun-tahun, puncak pelaksanaannya justru hanya terjadi dalam kurun waktu lima hari saja.
Puncak ibadah haji berlangsung dari tanggal 9 hingga 13 Dzulhijjah setiap tahunnya. Pada tahun 2025, rentang ini bertepatan dengan tanggal 5 hingga 9 Juni, saat jutaan jamaah dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia berkumpul di Tanah Suci.
Dikutip dari laman Kemenag, fase ini dikenal dengan istilah Armuzna, yakni singkatan dari Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ketiga lokasi tersebut menjadi pusat seluruh kegiatan puncak haji yang menentukan kesempurnaan ibadah seorang jamaah. Lantas apa saja kegiatan yang dilakukan jemaah saat puncak haji? Berikut adalah ulasannya yang dikutip dari berbagai sumber.
Dikutip dari laman Badan Pengelola Keuangan Haji, Wukuf di Arafah menjadi ibadah yang paling utama dalam lima hari tersebut atau puncak haji. Nabi Muhammad SAW bahkan menegaskan bahwa inti dari haji adalah wukuf di Arafah.
Pada 9 Dzulhijjah, para jamaah berkumpul di Padang Arafah sejak tergelincir matahari. Mereka mendengarkan khutbah wukuf lalu melaksanakan salat Zuhur dan Asar secara jamak dan qashar.
Setelah salat, jamaah dianjurkan memperbanyak doa, zikir, membaca Al-Qur’an, dan beristighfar. Arafah merupakan tempat yang dikenal mustajab untuk berdoa sehingga banyak jamaah memanfaatkan waktu dengan khusyuk.
Selepas matahari terbenam, jamaah berangkat menuju Muzdalifah untuk bermalam atau mabit. Di lokasi ini mereka beristirahat sambil mengumpulkan batu kerikil untuk keperluan lempar jumrah keesokan harinya.
Malam di Muzdalifah juga dimanfaatkan untuk memperbanyak zikir dan doa, meskipun sebagian jamaah memilih tidur demi menjaga stamina. Setelah itu, mereka bersiap menuju Mina pada pagi 10 Dzulhijjah.
Di Mina, jamaah melaksanakan lempar Jumrah Aqabah dengan tujuh batu kerikil yang sebelumnya telah dikumpulkan di Muzdalifah. Ini menjadi simbol penolakan terhadap godaan setan, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim.
Setelah lempar jumrah, jamaah melaksanakan penyembelihan hewan kurban sebagai bentuk ketaatan. Lalu dilanjutkan dengan tahalul, yaitu mencukur atau memotong sebagian rambut sebagai tanda selesainya sebagian larangan ihram.
Setelah tahalul awal, jamaah kembali ke Masjidil Haram untuk melakukan tawaf ifadah. Tawaf ini wajib dilakukan sebagai bagian dari rukun haji, diikuti dengan ibadah sai antara bukit Shafa dan Marwah.
Setelah tawaf dan sai, jamaah melakukan tahalul kedua, yang berarti seluruh larangan ihram telah gugur. Mereka pun diperbolehkan kembali melakukan aktivitas seperti biasa, termasuk hubungan suami istri.
Namun ibadah belum berakhir karena jamaah kembali ke Mina untuk mabit selama hari-hari Tasyrik, yaitu tanggal 11 hingga 13 Dzulhijjah. Selama tiga hari tersebut, jamaah kembali melempar tiga jenis jumrah: Ula, Wusta, dan Aqabah.
Rangkaian ini menandai akhir dari prosesi ritual di Mina, sebelum jamaah bersiap meninggalkan Mekah. Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah wajib melaksanakan tawaf wada sebagai bentuk perpisahan dengan Baitullah.
Meskipun seluruh rangkaian puncak haji hanya memakan waktu lima hari, makna spiritualnya sangat mendalam. Bagi sebagian besar jamaah, lima hari ini merupakan momen yang ditunggu selama bertahun-tahun, bahkan harus harus mengumpulkan uang dan antre selama puluhan tahun.
Antrean panjang, keterbatasan kuota, serta kesiapan fisik dan mental membuat perjalanan ini sangat berharga. Maka, ketika sampai di hari-hari puncak, setiap detiknya menjadi sarat makna dan penuh harapan akan pengampunan serta kemabruran. (*)
KEYWORD :Puncak ibadah haji Rangkaian ibadah haji Wukuf di Arafah Armuzna