
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion (Foto: Instagram)
Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, merespons keras peristiwa kaburnya 19 narapidana di Lembaga Pemasyarakat Kelas IIB Nabire, Papua Tengah pada 2 Juni lalu. Menurut dia, kejadian ini bukan sekadar pelanggaran keamanan biasa.
Mafirion mengatakan, sebagian besar napi yang kabur berstatus kriminal berat dan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Mereka menyerang petugas menggunakan parang, dan memanfaatkan momen kunjungan untuk melarikan diri.
"Fakta bahwa alat tajam seperti parang bisa berada di tangan narapidana adalah cermin kelonggaran sistem pengawasan internal," kata legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut kepada Jurnas.com pada Selasa (3/6) di Jakarta.
"Dari sisi kronologis, memungkinkan mereka menyusun rencana pelarian jauh-jauh hari yang menunjukkan kebocoran informasi dan lemahnya deteksi dini dari pihak lapas," dia menambahkan.
Apabila ditelisik ke belakang, lanjut Mafirion, persoalan napi kabur tidak berdiri sendiri, melainkan rangkaian dari kegagalan sistemik dalam tata kelola lembaga pemasyarakatan yang telah berulang kali terjadi sepanjang 2025.
Pada Februari lalu, seoarang napi korupsi di Lapas Kedungpane, Semarang, ketahuan keluar-masuk lapas tanpa izin untuk makan bersama keluarga. Sebulan kemudian, 49 napi Lapas Kutacane, Aceh Tenggara, kabur dengan menjebol atap saat jelang berbuka puasa.
Lalu, pada April 2025, muncul video viral dari Rumah Tahanan Sialang Bungkuk, Pekanbaru, yang memperlihatkan napi bebas berpesta minuman keras, dan ada dugaan peredaran narkoba.
Berlanjut pada Mei 2025, delapan tahanan di Polres Lahat, Sumatera Selatan kabur dengan menjebol dinding menggunakan obeng modifikasi.
"Rangkaian kejadian ini membentuk pola kegagalan struktural. Masalahnya tidak semata pada anggaran atau overkapasitas, tetapi lebih dalam, yaitu tata kelola yang rapuh, integritas yang lemah, dan minimnya pengawasan efektif," ujar Mafirion.
Karena itu, Mafirion menilai perlu adanya langkah-langkah mendesak untuk Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, yakni melakukan audit keamanan nasional untuk lapas rawan konflik, pemisahan dan penempatan napi berisiko tinggi, dan peningkatan standar keamanan dan SOP kunjungan.
"Lapas juga harus membangun sistem merit, integritas, dan pengawasan yang berbasis teknologi, bukan sekadar personel. Penanangan napi yang terkait dengan kelompok bersenjata juga harus melibatkan TNI dan BIN sejak tahap penahanan hingga pemasyarakat," tutup Mafirion.
KEYWORD :Komisi XIII DPR RI Mafirion Napi Kabur Nabire Papua