Rabu, 04/06/2025 09:31 WIB

Ketika Sepak Bola Menjadi Obat untuk Gangguan Mental

Tak banyak yang tahu bahwa sepak bola juga berguna untuk menyembuhkan luka batin.

Ilustrasi sepak bola (Foto: Unsplash/Leo Visions)

Jakarta, Jurnas.com - Ada banyak anggapan bahwa sepak bola mampu meredakan stres. Namun, tak banyak yang tahu bahwa olahraga yang menuntut keahlian mengolah si kulit bundar ini juga berguna untuk menyembuhkan luka batin.

Dalam beberapa tahun terakhir, olahraga paling populer di dunia ini mulai dilirik sebagai bagian dari terapi untuk penderita gangguan mental, terutama mereka yang mengalami trauma berat dan stres pascatrauma (PTSD).

Fenomena ini bukanlah semata klaim emosional tanpa dasar. Sejumlah penelitian ilmiah dan laporan dari lembaga kesehatan menunjukkan bahwa sepak bola dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi para penyintas trauma.

Melalui permainan yang bersifat kolektif, ritmis, dan menyenangkan, sepak bola memberi ruang aman bagi individu yang terluka secara psikologis untuk kembali membangun rasa percaya, menemukan koneksi sosial, dan mengembalikan rutinitas hidup yang selama ini tercerabut.

Salah satu studi menarik datang dari Inggris. Organisasi Freedom from Torture bekerja sama dengan Arsenal FC untuk menciptakan program rehabilitasi berbasis olahraga, bagi para penyintas penyiksaan asal negara-negara konflik.

Penelitian yang dipublikasikan mengungkapkan bahwa partisipan mengalami penurunan gejala kecemasan dan isolasi setelah mengikuti sesi sepak bola yang dirancang dengan pendekatan trauma-sensitif. Rutinitas latihan, dukungan kelompok, serta interaksi yang terstruktur menjadi unsur penting dalam proses pemulihan.

Efek terapeutik dari sepak bola bahkan diakui dalam praktik medis modern. Dalam buku The Body Keeps the Score karya Dr. Bessel van der Kolk, dijelaskan bahwa pengalaman fisik seperti gerakan ritmis dan kerja sama tubuh dalam permainan tim dapat membantu mengaktifkan kembali bagian otak yang sempat ‘membeku’ akibat trauma. Bagi banyak penderita PTSD, kemampuan untuk menyambung kembali antara tubuh dan emosi adalah langkah krusial dalam proses penyembuhan.

Lebih lanjut, jurnal PLOS Mental Health pada 2024 melaporkan hasil wawancara dengan sejumlah klinisi di Inggris yang menggunakan olahraga, termasuk sepak bola, sebagai bagian dari pendekatan integratif terhadap pasien PTSD dan kompleks PTSD (C-PTSD).

Para terapis menyebutkan bahwa sepak bola membantu pasien menyalurkan energi, mengatur pernapasan, membangun struktur harian, serta menumbuhkan rasa mampu dan percaya diri. Meski tidak dimaksudkan menggantikan terapi konvensional seperti CBT atau farmakoterapi, olahraga ini dipandang sebagai pelengkap yang kuat.

Bukti keberhasilan pendekatan ini juga tampak di berbagai penjuru dunia. Di Brasil, misalnya, program `Futebol de Rua` menjadi ruang aman bagi anak-anak jalanan dan korban kekerasan domestik untuk bermain sambil belajar mengelola emosi.

Di Suriah, Uganda, dan Palestina, beberapa LSM mengadakan turnamen komunitas di kamp pengungsi, dengan tujuan utama bukan untuk mencari pemenang, tapi untuk memulihkan semangat hidup mereka yang porak-poranda oleh konflik. Di tempat-tempat ini, bola yang menggelinding menjadi simbol harapan, dan setiap gol yang tercipta menjadi penanda bahwa luka batin bisa disembuhkan, sedikit demi sedikit.

Tidak hanya di negara-negara berkembang, pendekatan serupa juga dilakukan di pusat-pusat pemulihan trauma di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Sepak bola digunakan sebagai jembatan sosial untuk mereka yang sulit percaya pada orang lain, termasuk para veteran perang dan korban kekerasan seksual.

Para pelatih yang terlibat dilatih untuk memahami psikologi trauma, dan lapangan menjadi tempat di mana rasa takut bisa ditukar dengan tawa, dan rasa malu berganti menjadi keberanian.

Meski demikian, para ahli tetap mengingatkan bahwa setiap proses penyembuhan bersifat personal dan kompleks. Sepak bola tidak bisa dianggap sebagai obat ajaib. Namun, dalam banyak kasus, olahraga ini terbukti memberi ruang bagi penyintas trauma untuk menata kembali hidupnya dengan cara yang lebih manusiawi dan bermakna.

KEYWORD :

Sepal Bola Gangguan Mental Penyakit PTSD




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :