
Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. (Foto: Humas MPR)
Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mendukung pernyataan bersama Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Perancis Emmanuel Macron untuk menghadirkan negara Palestina merdeka dari penjajahan, agar menjadi satu bangsa dan negara yang berdaulat penuh atas rakyat dan tanah airnya, laiknya negara merdeka lainnya, tapi tidak sekedar menjadi negara merdeka yang hanya boneka saja.
Hidayat juga berharap agar setelah bertemu PM Malaysia dan PM China yang juga berkomitmen perjuangkan Palestina merdeka, agar Presiden Prabowo yang berikutnya bertemu Presiden Macron untuk bisa mengajak lebih banyak negara lagi agar mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat.
“Pernyataan bersama Presiden Prabowo dan Macron itu wajar didukung, karena selain sesuai dengan amanat pembukaan UUD NRI 1945 yang menjadi pegangan sikap resmi Indonesia sejak Presiden pertama RI; Bung Karno, juga bertemu dengan momentum makin banyaknya negara yang menolak genosida Israel atas Gaza dan malah mengakui Palestina sebagai negara Merdeka, seperti Spanyol, Norwegia, Irlandia, Kolombia, Venezuela, Kuba, Chile, Bolivia, dan belakangan bahkan Perancis berinisiatif bersama Inggris dan Kanada akan mengumumkan pengakuan Palestina sebagai negara merdeka,” ujarnya di Jakarta, Kamis (29/5).
Apalagi, lanjut HNW – sapaan akrabnya-, Presiden Perancis juga akan membuat komunike bersama Arab Saudi pada bulan Juni yang akan datang untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat. “Semoga dengan konsistensi itu, 146 negara anggota PBB yang sudah mengakui Palestina sebagai negara merdeka, akan makin solid dan memudahkan mayoritas mutlak negara-negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat sebagai anggota penuh PBB, seperti negara-negara anggota PBB lainnya,” ujarnya.
Sekalipun demikian, dan sesuai dengan harapan dan sikap kritis publik khususnya yang sudah disampaikan oleh Buya Anwar Abbas (dari PP Muhammadiyah) dan Prof Sudarnoto (Ketua MUI bidang Hubungan LN), HNW juga mengkritisi terkait pernyataan Presiden Prabowo yang akan mengakui dan membuka hubungan diplomatik dengan Israel APABILA Israel mengakui Palestina sebagai negara merdeka, sebagaimana disiarkan oleh berbagai media.
HNW memahami bahwa pernyataan itu sebagai bentuk implementasi dari solusi yang ditawarkan untuk akhiri masalah Israel - Palestina dengan hadirkan “two state solution’ atau solusi dua negara. Suatu jenis solusi yang bahkan sejak diusulkan jadi prakarsa negara-negara Arab, selalu ditolak oleh Israel.
Maka, HNW mengingatkan, akan lebih solutif, lebih sesuai dengan Konstitusi dan harapan masyarakat luas termasuk di Palestina maupun Indonesia, apabila Presiden Prabowo lebih fokus mengedepankan perjuangkan kemerdekaan Palestina yang diakui oleh mayoritas mutlak negara-negara dunia atau anggota PBB.
Sehingga pernyataan untuk normalisasi dan buka hubungan diplomatik itu tidak buru-buru disampaikan, sampai betul-betul terealisasinya syarat utama yang sudah disebutkan Presiden Prabowo, yakni Palestina merdeka secara berdaulat penuh, sesuai keputusan OKI dan Liga Arab.
“Solusi dua negara ini memang bukan suatu hal yang baru. Sejak tahun 2002 sudah dimunculkan, tetapi sejak saat itu sampai sekarang Israel selalu menolak “two state solution” itu. Konsensus KTT Liga Arab di Kairo pada akhir Maret yang disetujui penuh oleh KTT Menlu OKI di Jeddah selain menolak genosida yang dilakukan Israel atas Gaza juga menolak proposal Trump untuk relokasi warga Gaza, mereka juga mendukung Palestina merdeka dengan ibukota Yerusalem Timur, sebagaimana keputusan KTT Luar biasa OKI di Istanbul yang dihadiri Presiden Jokowi sekalipun hal itu ditolak oleh Israel apalagi dengan batas teritorial negara Palestina adalah kawasan sebelum pendudukan Israel tahun 1967,” jelasnya.
Apalagi, dengan kondisi belakangan ini, dimana Israel melalui Perdana Menteri Netanyahu semakin memperluas penjajahan dan pendudukan bukan hanya di Gaza, tetapi juga di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, Israel dan warganya juga semakin sering menyerbu dan beribadat di kawasan Masjid Al Aqsa, dan rencana mereka ingin mengubahnya menjadi Solomon Temple, padahal UNESCO sejak 2016 sudah memutuskan mengakui Masjid Al Aqsa sebagai warisan budaya milik umat Islam.
HNW menjelaskan publik tentu tidak menginginkan Presiden Prabowo terkena tipu muslihat Israel yang sangat dikenal sebagai pihak yang tidak menghormati norma dan keputusan lembaga internasional seperti Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ), Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), dan bahkan banyak Resolusi PBB yang tidak dipatuhi Israel. Israel juga sangat dikenal sebagai pihak yang mudah mengingkari kesepakatan termasuk kesepakatan gencatan senjata terakhir dengan HAMAS.
“Publik tentu tidak ingin Presiden Prabowo jadi korban Israel; Misalnya hari ini Israel menyatakan dukungan kepada Palestina sebagai negara merdeka, dan kemudian Presiden Prabowo menyatakan mengakui Israel dan membuka hubungan diplomatik, tapi besoknya lagi Israel mengulangi laku tidak komitmennya dengan kembali menyerang dan menjajah Israel. Beberapa negara Arab sudah melakukan normalisasi dengan dalih untuk mewujudkan Palestina merdeka, tapi hasilnya alih-alih Palestina makin mendekati merdeka dengan “two state solution”, malah Israel makin merasa mendapat legitimasi untuk memperluas kekuasaannya dan penjajahannya atas Palestina,” jelasnya.
Dan tentunya pernyataan Prabowo terkait syarat ‘pengakuan terhadap Israel apabila Palestina merdeka’, lanjutnya, bukan dalam arti Palestina hanya asal menjadi negara merdeka sementara hakikatnya hanya menjadi negara boneka Israel. Karena Israel melucuti persenjataan Palestina, juga tidak memberikan kedaulatan politik maupun ekonomi.
Dan tentu juga bukan negara Palestina merdeka apabila kawasan teritorinya seperti Gaza dihancurkan dan warganya direlokasi keluar Palestina, Yerusalem Timur dikuasai Israel dan masjid Al Aqsa dihancurkan dan digantikan dengan Solomon Temple.
“Melainkan yang diharapkan Presiden Prabowo tentunya adalah negara Palestina yang benar-benar merdeka dan berdaulat penuh sebagaimana cita-cita perjuangan Bangsa Palestina yang disetujui oleh Liga Arab maupun OKI, layaknya negara merdeka anggota penuh PBB lainnya. Dan mestinya wacana “two state solution” juga tetap memberlakukan keputusan lembaga-lembaga internasional yang sudah didukung secara resmi oleh Indonesia, seperti keputusan-keputusan OKI, advisory opinion ICJ agar Israel meninggalkan wilayah pendudukan ilegal yang menjadi resolusi Majelis Umum PBB, dan perintah ICC untuk menangkap PM Israel Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Gallant atas genosida dan kejahatan kemanusiaan serta kejahatan perang yang mereka lakukan di Gaza, Palestina,” jelasnya.
HNW mengatakan apabila syarat-syarat utama di atas itu benar-benar bisa terealisasi, beserta dengan poin-poin penting yang menjadi turunannya, dan Palestina sudah benar-benar tidak dijajah Israel, menjadi negara merdeka dan berdaulat, diakui menjadi anggota penuh oleh SU PBB, barulah ada kewajaran untuk mendiskusikan opsi mengakui Israel sebagai sebuah negara dan membuat hubungan diplomatik sesuai Pembukaan UUDNRI 1945 alinea pertama dan keempat.
“Itu hal mendasar yang tentu menjadi komitmen Presiden Prabowo melanjutkan komitmen Presiden-Presiden RI sebelumnya, dan hanya dengan begitulah hutang Indonesia berupa kemerdekaan Palestina benar-benar akan terbayar,” pungkasnya.
KEYWORD :Kinerja MPR Hidayat Nur Wahid Prabowo Palestina