Sabtu, 31/05/2025 14:25 WIB

Ketika Iklim Panas Jadi Faktor Risiko Baru Kanker Perempuan

Di tengah meningkatnya suhu global, studi terbaru mengungkap sebuah tren mengkhawatirkan: semakin panas iklim, semakin tinggi pula risiko kanker pada perempuan—terutama kanker payudara, ovarium, rahim, dan serviks—di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA).

Ilustrasi - Ketika Iklim Panas Jadi Faktor Risiko Baru Kanker Perempuan (Foto: Pexels/Cottonbro studio)

Jakarta, Jurnas.com - Di tengah meningkatnya suhu global, studi terbaru mengungkap sebuah tren mengkhawatirkan: semakin panas iklim, semakin tinggi pula risiko kanker pada perempuan—terutama kanker payudara, ovarium, rahim, dan serviks—di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA).

Penelitian dari American University in Cairo ini menjadi yang pertama menghubungkan data suhu rata-rata tahunan dengan tren kanker pada perempuan di 17 negara selama dua dekade (1998–2019). Hasilnya, ditemukan hubungan yang konsisten antara kenaikan suhu dan lonjakan kasus serta kematian akibat kanker.

“Seiring meningkatnya suhu, angka kematian akibat kanker di kalangan wanita juga meningkat – khususnya kanker ovarium dan payudara. Meskipun kenaikan suhu per derajat hanya sedikit, dampak kumulatifnya terhadap kesehatan masyarakat cukup besar,” kata Dr. Wafa Abuelkheir Mataria dari Universitas Amerika di Kairo.

Suhu Melonjak, Kanker Meningkat

Wilayah MENA mencatat salah satu kenaikan suhu tercepat di dunia. Di saat yang sama, data memperlihatkan peningkatan signifikan dalam angka kanker—terutama di negara-negara dengan musim panas ekstrem seperti Qatar, Bahrain, dan Arab Saudi.

Dalam kasus ekstrem, Qatar mencatat peningkatan 560 kasus kanker payudara per 100.000 penduduk untuk setiap kenaikan suhu 1°C. Negara lain seperti Bahrain dan UEA juga menunjukkan tren serupa, meski dalam tingkat yang lebih rendah.

Namun tidak semua negara menunjukkan pola ini secara seragam. Hanya enam negara—Qatar, Bahrain, Yordania, Arab Saudi, UEA, dan Suriah—yang mengalami lonjakan bersamaan dalam angka kejadian dan kematian kanker. Ini menandakan bahwa faktor selain suhu, seperti akses layanan kesehatan, polusi udara, dan ketimpangan sosial, turut berperan.

“Suhu tinggi dapat memperparah paparan terhadap karsinogen lingkungan, mengganggu layanan kesehatan, bahkan memicu perubahan biologis yang meningkatkan risiko kanker,” jelas Dr. Sungsoo Chun, rekan penulis studi.

Kerentanan Ganda bagi Perempuan

Peneliti menekankan bahwa perempuan secara fisiologis lebih rentan terhadap dampak kesehatan akibat perubahan iklim, terutama selama kehamilan. Ketidaksetaraan gender memperburuk situasi: perempuan marjinal cenderung memiliki akses lebih rendah terhadap skrining dan pengobatan dini.

Ironisnya, meski peningkatan angka kanker bisa disebabkan oleh program deteksi dini yang lebih baik, tren peningkatan angka kematian justru menandakan adanya krisis lingkungan yang lebih dalam—bukan hanya kemajuan medis.

Perubahan Iklim Bukan Hanya Krisis Lingkungan – Tapi Juga Kesehatan

Temuan ini memperkuat narasi bahwa perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, khususnya perempuan di wilayah rentan.

“Kita butuh pendekatan menyeluruh: memperkuat sistem kesehatan yang tahan iklim, memperluas akses skrining kanker, dan mengurangi paparan karsinogen lingkungan,” tegas Chun. “Tanpa tindakan nyata, beban kanker akan terus meningkat di tengah iklim yang semakin ekstrem.”

Langkah Selanjutnya

Studi ini dipublikasikan di Frontiers in Public Health dan menjadi panggilan mendesak bagi pembuat kebijakan. Meningkatkan kesadaran publik, memperbaiki sistem kesehatan, dan menerapkan kebijakan lingkungan yang tegas kini bukan lagi pilihan—melainkan keharusan. (*)

Sumber: earth.com

KEYWORD :

Kanker Perempuan Perubahan Iklim Kanker MENA Suhu panas




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :