Rabu, 28/05/2025 03:45 WIB

11 Negara yang Pernah Menulis Ulang Sejarah, Indonesia Menyusul?

Berikut adalah beberapa negara yang pernah menulis ulang sejarah mereka – sebagian besar demi membentuk identitas nasional, menutupi luka masa lalu, atau mempertahankan kekuasaan.

Ilustrasi penulisan ulang sejarah, history (Foto: Pexels/Markus Winkler)

Jakarta, Jurnas.com - Istilah "penulisan ulang sejarah" tengah menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Pemerintahan Prabowo Subianto, melalui Menteri Kebudayaan Fadli Zon, mengusulkan proyek ambisius penulisan ulang sejarah nasional dengan anggaran disebut-disebut mencapai Rp9 miliar. Fadli menyebut proyek ini sebagai langkah “Indonesia-sentris” untuk menegaskan pembebasan dari kolonialisme serta membangun narasi yang lebih sesuai dengan perspektif bangsa sendiri.

Namun, langkah ini memicu kontroversi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun sempat memanggil Fadli Zon untuk memberikan klarifikasi terkait urgensi proyek yang dianggap banyak pihak sebagai “rekayasa sejarah”.

Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Di berbagai belahan dunia, pemerintah telah berulang kali “menyesuaikan” isi buku sejarah untuk tujuan politik, ideologis, bahkan diplomatis. Berikut adalah beberapa negara yang pernah menulis ulang sejarah mereka – sebagian besar demi membentuk identitas nasional, menutupi luka masa lalu, atau mempertahankan kekuasaan.

Negara-Negara yang Pernah Menulis Ulang Sejarah

1. Korea Selatan (2015)

Pemerintah konservatif Korea Selatan mengubah isi buku sejarah sekolah untuk menekankan ancaman ideologi Juche (kemandirian) dari Korea Utara. Sejarah pemerintah militer Park Chung-hee disoroti lebih positif, sementara kritik terhadap rezimnya diminimalisir. Rencana ini menuai protes luas hingga akhirnya dibatalkan.

2. Irak (1973)

Di bawah rezim Saddam Hussein, buku-buku sejarah diubah untuk memuji dirinya sebagai penyelamat Arab dari “penjajahan Yahudi” dan menyatakan kemenangan Irak dalam Perang Iran-Irak dan Perang Teluk, meski secara faktual hal ini tidak benar.

3. Jepang (2017)

Sebuah kelompok bernama Society for the Dissemination of Historical Fact menghapus referensi tentang Pembantaian Nanjing dan perbudakan seksual selama Perang Dunia II. Narasi baru justru menyalahkan Amerika Serikat atas Perang Pasifik. Hal ini memperburuk hubungan diplomatik dengan China dan Korea Selatan.

4. Tiongkok (1966 - Kini)

Selama Revolusi Budaya, Mao Zedong memanipulasi sejarah demi menjaga kekuasaannya. Pada 2018, seluruh bab tentang Revolusi Budaya dihapus dari buku pelajaran dan diganti dengan narasi pembangunan ekonomi.

5. Afghanistan (2012)

Kurikulum baru menghapus 40 tahun sejarah, termasuk invasi Soviet, konflik internal mujahidin, dan peran AS di Afghanistan. Pemerintah berdalih langkah ini untuk "menyatukan bangsa yang terpecah oleh kesetiaan suku".

6. Pakistan (1977 - Sekarang)

Buku sejarah Pakistan sering menyatakan kemenangan dalam konflik dengan India, termasuk Perang 1965 dan 1999. Narasi pembentukan Pakistan pun dimodifikasi untuk menonjolkan penindasan oleh Hindu India dan peran Islam sebagai pemersatu bangsa.

7. India

Sebagai respons terhadap narasi Pakistan, India juga mengubah sejarahnya. Pemerintah berhaluan nasionalis Hindu sering menyoroti kejayaan Hindu dan meminimalkan kontribusi Islam dalam sejarah India.

8. Taiwan (2015)

Pemerintah mencoba merevisi sejarah Taiwan agar lebih pro-China, misalnya mengubah nama dinasti lokal dan memoles peran Kuomintang. Proyek ini menuai protes pelajar dan akademisi yang menilai 60% sejarah Taiwan diubah secara sepihak.

9. Serbia (2001)

Setelah jatuhnya Slobodan Milosevic, buku pelajaran diubah untuk menghapus referensi langsung kepadanya, meski tetap membahas peristiwa besar seperti pemboman NATO dan perang Kosovo.

10. Chile (2012)

Pemerintah konservatif mengubah sebutan “diktator” Augusto Pinochet menjadi “pemimpin rezim militer”. Kritikus menyebut ini sebagai bentuk rehabilitasi politik terhadap rezim otoriter masa lalu.

11. Jerman (2013): Buku Turki untuk Siswa Turki

Buku “Turkish and Turkish Culture” digunakan di sekolah Jerman untuk siswa keturunan Turki. Buku ini menolak pengakuan genosida Armenia dan secara agresif mempromosikan nasionalisme Turki, memicu protes dan kritik tajam dari berbagai pihak.

Mengapa Negara Menulis Ulang Sejarah?

Ada beberapa motif utama yang mungkin mendasarinya. Di antaranya ialah legitimasi politik, menguatkan rezim melalui glorifikasi pemimpin, pemersatu bangsa dengan menghapus perpecahan ideologis, suku, atau ras. Atau bisa juga sebagai propaganda luar negeri, membangun citra positif ke dunia internasional. Kemudian, kepentingan diplomatik: Menghindari konflik dengan negara lain.

Namun, penulisan ulang sejarah membawa risiko besar: lahirnya generasi yang tidak tahu fakta sebenarnya, atau bahkan percaya pada narasi palsu yang dibentuk demi kepentingan segelintir pihak.

Indonesia, Mau ke Mana?

Rencana Indonesia untuk menulis ulang sejarah seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki kekurangan dalam kurikulum saat ini. Tapi transparansi, partisipasi publik, dan akurasi ilmiah adalah kunci utama agar sejarah yang ditulis benar-benar mencerminkan kebenaran—bukan hanya versi dari penguasa.

Penulisan ulang sejarah tak boleh menjadi alat kekuasaan. Ia harus menjadi cermin jujur bagi bangsa yang ingin belajar dari masa lalu, bukan melupakannya. (*)

Sumber: https://listverse.com, indiatvnews.com

KEYWORD :

Tulis ulang sejarah Indonesia Buku sejarah Kontroversi sejarah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :