Minggu, 25/05/2025 14:32 WIB

Salah Perawatan Mesin, Pesawat Jatuh dan Meledak-273 Orang Tewas

Dua bulan sebelum kecelakaan, salah satu mesinnya diganti. Alih-alih mengikuti prosedur resmi pabrikan untuk membongkar mesin dan pylon (struktur penyangga mesin) secara terpisah, tim perawatan American Airlines memilih metode yang lebih cepat dan murah: mengangkat mesin dan pylon sekaligus menggunakan forklift.

Ilustrasi pesawat American Airlines Flight 191 menghantam tanah dan meledak - Pemadam kebakaran berhasil menjinakkan api (Foto: Daily Herald/Okezone)

Jakarta, Jurnas.com - 25 Mei 1979. Dalam waktu hanya 31 detik setelah lepas landas dari Bandara Internasional O’Hare, pesawat American Airlines Flight 191 menghantam tanah dan meledak, menewaskan seluruh 271 penumpang dan awak, serta dua orang di darat. Namun, di balik kecelakaan paling mematikan dalam sejarah penerbangan sipil Amerika Serikat ini, bukan cuaca buruk atau kesalahan pilot yang menjadi penyebab utama—melainkan kesalahan fatal dalam prosedur perawatan pesawat.

Mesin Lepas Karena Forklift

Dikutip dari Briannica, Flight 191 adalah pesawat McDonnell Douglas DC-10 bermesin tiga yang akan terbang ke Los Angeles. Dua bulan sebelum kecelakaan, salah satu mesinnya diganti. Alih-alih mengikuti prosedur resmi pabrikan untuk membongkar mesin dan pylon (struktur penyangga mesin) secara terpisah, tim perawatan American Airlines memilih metode yang lebih cepat dan murah: mengangkat mesin dan pylon sekaligus menggunakan forklift.

Metode ini tidak disetujui oleh pabrikan dan sangat berisiko. Forklift yang digunakan untuk menopang beban berat mengalami pergeseran, menyebabkan keretakan halus pada sambungan pylon ke sayap. Sayangnya, kerusakan ini tidak terdeteksi dalam inspeksi selanjutnya—baik karena keterbatasan metode pemeriksaan saat itu maupun kelalaian manusia dalam proses pengecekan.

Retakan yang tampak sepele itu menjadi awal dari kehancuran. Saat pesawat melakukan lepas landas, pylon patah, dan mesin kiri terlepas sepenuhnya. Mesin menghantam bagian atas sayap, merusak kabel-kabel hidrolik vital, mencabut sebagian permukaan depan sayap (leading-edge slats), dan membuat beberapa sistem indikator kokpit gagal berfungsi.

Kehilangan mesin di satu sisi seharusnya bisa ditangani oleh pilot berpengalaman. Namun, kerusakan sistem slats menyebabkan sayap kiri kehilangan daya angkat jauh lebih cepat daripada sayap kanan, membuat pesawat masuk ke dalam kondisi stall yang tidak simetris dan tak terkendali. Akhirnya, pesawat terguling ke kiri dan menghantam daratan hanya beberapa ratus meter dari ujung landasan.

Kesalahan Perawatan yang Berulang dan Sistem yang Gagal

Mengutip Britannica, tragedi Flight 191 bukan sekadar kecelakaan mekanis—ini adalah hasil dari keputusan manajerial yang menempatkan efisiensi di atas keselamatan. American Airlines bukan satu-satunya maskapai yang menggunakan metode forklift untuk mengganti mesin DC-10. Namun, tidak ada regulasi atau pengawasan teknis yang cukup ketat dari otoritas penerbangan untuk mencegah praktik ini.

Laporan investigasi dari National Transportation Safety Board (NTSB) menyebut bahwa prosedur penggantian mesin yang digunakan bertentangan dengan rekomendasi produsen pesawat, McDonnell Douglas. NTSB juga menekankan bahwa jika inspeksi dilakukan dengan lebih teliti, retakan pada pylon bisa terdeteksi dan diperbaiki sebelum membahayakan penerbangan.

Akibat dari kecelakaan ini dan beberapa insiden DC-10 lainnya, lebih dari 650 nyawa melayang dalam rentang waktu beberapa tahun. Dampaknya luar biasa: seluruh armada DC-10 di dunia dilarang terbang sementara, dan FAA (Federal Aviation Administration) terpaksa mengkaji ulang seluruh standar sertifikasi dan prosedur perawatan pesawat besar.

Beberapa perubahan besar yang dihasilkan di antaranya ialah standar baru untuk prosedur perawatan besar seperti penggantian mesin, pelarangan metode forklift dalam perawatan pylon-mesin, pengetatan inspeksi pasca-perawatan kritis, dan peningkatan dokumentasi dan pelatihan teknisi penerbangan.

Yang paling tragis dari insiden ini adalah kenyataan bahwa kecelakaan bisa dicegah sepenuhnya. Tidak ada kerusakan komponen akibat usia atau cuaca ekstrem. Tidak ada kesalahan besar dari pilot atau sistem kontrol lalu lintas udara. Hanya satu prosedur perawatan yang diimprovisasi—dan tak ada yang menyadari bahayanya hingga semuanya terlambat.

Kecelakaan American Airlines Flight 191 adalah pelajaran pahit bahwa dalam industri yang menyangkut nyawa, tidak ada ruang untuk kompromi terhadap prosedur keselamatan. Setiap keputusan teknis, terutama dalam perawatan pesawat, harus mengikuti standar tertinggi—karena satu retakan kecil, yang tak terlihat sekalipun, bisa mengakhiri ratusan kehidupan. (*)

KEYWORD :

American Airlines Flight 191 Kecelakaan pesawat Perawatan mesin Tragedi DC-10




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :