Sabtu, 24/05/2025 17:36 WIB

Krisis Moral Bernama Inses, Fantasi Sesat Dibungkus Cinta dan Kebebasan

Munculnya komunitas daring yang vulgar mempromosikan hubungan inses atau hubungan sedarah menandai darurat moral, sosial, dan psikologis. Ini bukan soal tabu—tapi kejahatan yang harus dihentikan dengan ilmu, iman, amal, dan hukum.

Ilustrasi - Krisis Moral Bernama Inses, Fantasi Sesat Dibungkus Cinta dan Kebebasan (Foto: Pexels/Nino Souza)

Jakarta, Jurnas.com - Belakangan ini, publik kembali dibikin heboh dan gerah oleh kemunculan komunitas daring yang terang-terangan mempromosikan hubungan sedarah atau inses, disertai narasi-narasi fantasi seksual yang menyimpang. Parahnya lagi, grup-grup ini dihuni oleh puluhan ribu anggota, dengan sebagian unggahan secara vulgar mengekspresikan hasrat terhadap anak kandung atau anggota keluarga dekat lainnya.

Munculnya komunitas daring yang vulgar mempromosikan hubungan inses menandai darurat moral, sosial, dan psikologis. Ini bukan soal tabu—tapi kejahatan yang harus dihentikan serta dibentengi dengan ilmu, iman, amal, dan hukum.

Inses: Antara Kejahatan dan Penyimpangan

Secara etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia inses diartikan sebagai hubungan seksual atau perkawinan antara dua yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat, hukum, atau agama.

Secara norma, psikolog, dan sosiolog inses dianggap bukan sebagai cinta, melainkan sebagai pelanggaran serius terhadap norma agama, hukum, dan kemanusiaan.

Dalam Islam, larangan terhadap hubungan sedarah atau inses telah ditegaskan secara eksplisit dalam Surat An-Nisa ayat 23, yang menyebutkan perempuan-perempuan mahram yang haram dinikahi dan digauli, mulai dari ibu, anak perempuan, saudara kandung, hingga bibi dari jalur ayah maupun ibu.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا

Arab-Latin: ḥurrimat `alaikum ummahātukum wa banatukum wa akhawātukum wa `ammātukum wa khālātukum wa banatul-akhi wa banatul-ukhti wa ummahātukumullātī arḍa`nakum wa akhawātukum minar-raḍā`ati wa ummahātu nisā`ikum wa raba`ibukumullātī fī ḥujụrikum min-nisā`ikumullātī dakhaltum bihinna fa il lam takụnụ dakhaltum bihinna fa lā junāḥa `alaikum wa ḥalā`ilu abnā`ikumullażīna min aṣlābikum wa an tajma`ụ bainal-ukhtaini illā mā qad salaf, innallāha kāna gafụrar raḥīmā

Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 23)

Tafsir dari para ulama, seperti Syaikh Wahbah az-Zuhaili hingga Kementerian Agama RI, memperkuat bahwa larangan ini tidak sekadar berlaku dalam Islam, melainkan telah menjadi ketetapan sejak masa Nabi Adam as, di mana hubungan antarsaudara hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat demi kelangsungan umat manusia awal—dan tidak berlaku setelahnya.

Imam Fakhruddin Ar-Razi menjelaskan bahwa keharaman inses bersifat kekal dan universal:

“Tidak pernah ada agama samawi yang membolehkan pernikahan antara ibu dan anak perempuan.”

Inses dalam Perspektif Fiqih

Dalam literatur fikih, inses digolongkan sebagai bentuk zina yang paling berat dosanya.

“Zina yang paling besar dosanya secara mutlak adalah zina dengan mahram.”
— Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Zawajir

Ulama lain, seperti Ibnu Nuhas Al-Dimasyqi, bahkan menyebut bahwa meskipun zina adalah dosa besar, tingkatan paling menjijikkan dan paling berat adalah ketika dilakukan terhadap mahram—entah itu ibu, anak, atau saudara kandung.

Ketika Dunia Maya Jadi Ladang Penyimpangan

Kemunculan komunitas daring yang mendiskusikan fantasi inses secara bebas menandakan krisis literasi moral dan agama di era digital. Fantasi seksual yang disebar melalui grup tertutup atau semi-terbuka ini, tanpa pengawasan, berisiko menjadi pemicu tindakan nyata.

Beberapa sosiolog menyebut fenomena ini sebagai “normalisasi penyimpangan”, yaitu kondisi di mana sesuatu yang seharusnya dianggap tabu justru dinarasikan sebagai bagian dari kebebasan berekspresi atau bahkan "cinta yang terlarang". Padahal, cinta tanpa batas moral bukanlah cinta—itu adalah pelanggaran.

Dengan kata lain, inses dikaegorikan ke dalam bentuk kekerasan seksual dalam keluarga (incestuous abuse), yang kerap melibatkan dominasi dan ketimpangan kekuasaan.

Psikologi di Balik Inses

Sementara itu, menurut Psikolog dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Dewi Retno Suminar, M.Si., kecenderungan pada perilaku inses tidak semata-mata disebabkan oleh trauma masa lalu. Meskipun ada kasus di mana trauma relasi sebelumnya menjadi pemicu, banyak juga yang berasal dari kondisi keluarga yang longgar dalam pengawasan dan nilai moral.

Ia menjelaskan bahwa inses sering terjadi dalam lingkungan keluarga yang interaksinya terlalu bebas, tanpa batasan fisik maupun emosional. Ketika rumah tidak menghadirkan atmosfer perlindungan dan nilai agama tidak ditanamkan sejak dini, maka muncul celah yang bisa mendorong penyimpangan.

Faktor psikologis lainnya termasuk rasa ingin tahu yang tinggi, terutama ketika tidak diimbangi dengan bimbingan moral atau pengetahuan yang benar. Orang-orang yang sulit menolak ajakan, apalagi dalam konteks relasi kuasa seperti antara anak dengan orang tua atau paman, juga lebih rentan menjadi korban.

Selain itu, kehadiran komunitas online yang memvalidasi fantasi menyimpang bisa memperkuat kecenderungan tersebut. Ketika seseorang merasa diterima dan diakui dalam lingkungan yang salah, penyimpangan akan terasa wajar bahkan dibenarkan.

Dr. Dewi menambahkan, topik seperti inses sering kali dianggap tabu untuk dibicarakan dalam keluarga. Padahal, justru karena sifatnya yang sensitif, penting untuk mendidik anak-anak mengenai batasan sentuhan, moralitas dalam hubungan, serta risiko kesehatan dan reproduksi sejak usia dini.

Sebagai langkah pencegahan, ia menekankan pentingnya edukasi seks berbasis nilai, pemisahan ruang tidur anak yang telah baligh, dan keterlibatan dalam aktivitas yang positif. Komunitas sehat seperti kelompok keagamaan, olahraga, atau hobi produktif bisa menjadi pelampiasan energi sekaligus media pembentukan karakter. Aktivitas fisik juga berperan penting untuk menjaga keseimbangan tubuh dan emosi, sehingga dorongan menyimpang bisa ditekan secara alami.

Sebagai informasi, baru-baru ini pihak kepolisian telah menangkap enam pelaku yang terlibat kasus grup Facebook `Fantasi Sedarah`. Keenam pelaku ditangkap di lokasi berbeda di beberapa tempat di Pulau Jawa dan Sumatera. Dalam penangkapan, polisi mengamankan berbagai barang bukti antara lain komputer, handphone, sim card, dokumen video dan foto, serta barang bukti lainnya.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) juga mengaku telah memblokir beberapa grup konten negatif tersebut. Komdigi juga melakukan koordinasi dengan Platform Meta sebagai induk Facebook atas penyebaran paham yang bertentangan dengan norma tersebut.

Adapun terkait keberadaan grup yang sebelumnya bikin gerah publik kini namanya sudah tidak muncul di pencarian platform itu alias tidak bisa diakses lagi, berdasarkan pantauan Jurnas.com pada Sabtu (24/5). Namun jejak kegaduhannya masih nampak. (*)

Sumber: Nu.or.id, tafsirweb.com, https://unair.ac.id

KEYWORD :

Inses Hubungan Sedarah Krisi Moral Fantasi Sesat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :