Kamis, 22/05/2025 17:50 WIB

Awal Mula Ojek Online di Indonesia, dari Pangkalan ke Aplikasi

Sebelum mendunia lewat aplikasi seperti Gojek dan Grab, ojek online punya cerita awal yang sederhana tapi revolusioner.

Ilustrasi ojek online (Ojol). (Foto: Dok. Pajak Online)

Jakarta, Jurnas.com - Ojek online atau ojol, kini telah menjadi bagian vital dari kehidupan masyarakat urban Indonesia. Bukan sekadar transportasi, ojol menjelma menjadi solusi serba bisa—dari antar penumpang, kirim makanan, hingga logistik. Namun, sebelum mendunia lewat aplikasi seperti Gojek dan Grab, ojek online punya cerita awal yang sederhana tapi revolusioner.

Dari Mana Asal Kata “Ojek”?

Mengutip laman Kompas TV, kata "ojek" memiliki beberapa versi asal-usul menarik. Versi pertama, berasal dari bahasa Belanda. Kata ojek iduga dari kata object (barang dagangan).

Versi kedua, berasal dari bahasa Sunda, dari istilah odjeg atau “oto jegang”—motor yang dikendarai dengan posisi mengangkang.

Ketiga, versi kamus 1979: Menurut W.J.S. Poerwadarminta, ojek adalah “sepeda yang ditaksikan”, mengacu pada jasa angkut pakai sepeda yang muncul di Jawa Tengah pada 1969.

Ojek dari Pangkalan ke Digital

Sebelum teknologi merajai transportasi, masyarakat kota-kota besar di Indonesia mengandalkan ojek pangkalan. Tukang ojek biasa berkumpul di titik tertentu—disebut pangkalan ojekmenunggu penumpang yang datang langsung. Mereka bahkan menyusun sistem giliran agar distribusi penumpang lebih adil. Ojek menjadi pilihan populer karena bisa menyusuri gang-gang sempit dan melibas kemacetan dengan gesit—sesuatu yang tak bisa dilakukan mobil.

Namun, sistem ini memiliki keterbatasan: tidak efisien, tidak praktis bagi penumpang, dan menyulitkan pengemudi dalam mencari penumpang di lokasi berbeda.

Awal Mula Ojek Online di Indonesia: Gojek Jadi Pelopor

Perubahan besar dimulai pada 5 Oktober 2010, ketika Nadiem Makarim mendirikan Gojek. Awalnya, Gojek hanya berbasis layanan telepon, dengan 20 pengemudi motor dan satu call center. Tujuan utamanya sederhana: menghubungkan pengemudi dengan penumpang secara efisien.

Namun titik balik terjadi pada 2015, saat Gojek meluncurkan aplikasi mobile. Fitur pertama seperti Go-Ride, Go-Send, Go-Food, dan Go-Shop langsung mengubah cara masyarakat mengakses layanan harian.

Tidak butuh waktu lama, Gojek menjadi super app. Dalam waktu setahun, jumlah unduhan dan transaksi melonjak tajam. Tak hanya mengantar orang, ojol kini juga membeli dan mengantar makanan, mengirim paket ke seluruh kota, menjadi kurir belanja harian, hingga mendukung pembayaran digital lewat GoPay.

Persaingan Ketat Ojol dan Ekspansi Besar

Tak lama setelah kesuksesan Gojek, Grab masuk ke Indonesia (2015) dan menawarkan layanan serupa. Persaingan kedua platform ini mendorong inovasi besar-besaran. Mereka berlomba menawarkan promo, meningkatkan layanan, serta memperluas fitur dari transportasi hingga layanan keuangan digital.

Pada 2021, Gojek merger dengan Tokopedia membentuk GoTo Group, menjadikannya salah satu perusahaan teknologi terbesar di Asia Tenggara.

Dampak Sosial dan Regulasi

Hadirnya ojol membawa dampak besar dalam berbagai aspek, mulai dari mobilitas urban hingga struktur sosial masyarakat. Bagi banyak orang, menjadi mitra pengemudi ojol adalah alternatif pekerjaan yang fleksibel dan berpenghasilan harian.

Namun, pertumbuhan pesat ini tak lepas dari tantangan. Regulasi transportasi, status kemitraan pengemudi, hingga isu keamanan dan tarif menjadi sorotan publik dan pemerintah.

Menurut riset Statista dan Google Temasek (2023), jumlah pengguna ojek online di Indonesia diperkirakan telah menembus 50 juta, dengan nilai pasar transportasi daring Indonesia diproyeksi mencapai $25 miliar pada 2025. Ke depan, ojek online akan terus bertransformasi. Inovasi seperti menggencarkan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi, kecerdasan buatan untuk memprediksi permintaan penumpang, dan integrasi layanan keuangan mikro untuk memberdayakan mitra pengemudi dan UMKM. (*)

 

KEYWORD :

Ojek Online Sejarah ojol Indonesia Gojek




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :