
Sidang laniutan dugaan korupsi di PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/5/2025). Foto: dok. Jurnas
JAKARTA, Jurnas.com – Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan usaha komoditas emas periode 2011–2022 yang melibatkan enam mantans pejabat PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk., kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Rabu (21/5/2025).
Agenda sidang pembacaan nota pembelaan atau pledoi enam mantan pejabat dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) ANTAM tersebut.
Dalam persidangan sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mereka masing-masing dengan hukuman sembilan tahun penjara.
Para terdakwa itu yakni Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM 2008–2011), Herman (VP 2011–2013), Dody Martimbang (Senior EVP 2013–2017), Abdul Hadi Aviciena (GM 2017–2019), Muhammad Abi Anwar (GM 2019–2020), dan Iwan Dahlan (GM 2021–2022).
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primer. Namun, dalam pledoi yang dibacakan tim penasihat hukum, seluruh terdakwa membantah telah melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam pembelaannya, kuasa hukum menegaskan bahwa seluruh tuduhan JPU tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Mereka menyatakan bahwa kegiatan lebur cap dan pemurnian emas cucian yang dipersoalkan merupakan bagian dari lini bisnis inti (core business) UBPP LM ANTAM dan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum serta operasional yang berlaku.
“Tidak satu pun dari para terdakwa menerima uang, fasilitas, atau gratifikasi dalam bentuk apa pun dari aktivitas tersebut. Ini diakui oleh JPU dalam surat tuntutan dan dikonfirmasi oleh saksi-saksi di persidangan,” kata penasihat hukum di hadapan Majelis Hakim.
Pembelaan juga mengulas perbedaan teknis antara jasa pemurnian (refining) dan manufaktur (minting), serta pencatatan kedua aktivitas itu dalam laporan keuangan melalui akun “medali standar” sebagai bentuk penyesuaian akuntansi. Menurut mereka, kegiatan tersebut tidak memerlukan studi kelayakan seperti yang dituduhkan, karena bukan bisnis baru, melainkan bagian dari operasional jangka panjang perusahaan.
Terkait kepatuhan terhadap prinsip Know Your Customer (KYC), kuasa hukum menyebut bahwa UBPP LM selalu menjalankan standar ketat dari London Bullion Market Association (LBMA). Bahkan, tidak pernah ada teguran atau temuan pelanggaran dari auditor eksternal.
Sementara soal penggunaan merek ANTAM yang disebut tanpa izin, kuasa hukum menjelaskan bahwa para pejabat UBPP LM memiliki kewenangan penuh dalam struktur organisasi, dengan dasar SK pengangkatan dan tidak ada larangan eksplisit dari manajemen. Penggunaan merek, menurut mereka, adalah bentuk jaminan mutu dan bukan lisensi pihak ketiga.
Sementara itu. Pledoi paling menyentuh datang dari Tutik Kustiningsih, mantan VP UBPP LM. Ia menyampaikan pembelaan pribadi dengan suara bergetar dan air mata yang tak tertahan.
“Saya hanyalah ibu, nenek, dan pensiunan yang telah mengabdi selama 33 tahun. Saya tidak pernah berniat memperkaya diri sendiri atau orang lain,” ucap Tutik.
Ia menggambarkan kondisi kehidupannya yang jauh dari kemewahan: tinggal di rumah sempit, pensiun Rp3,2 juta per bulan, dan bahkan harus menjual cincin kawin untuk memperbaiki rumah.
Tutik juga menceritakan pengorbanannya saat berjuang menyelamatkan anak perempuannya dari COVID-19, menghabiskan tabungan lebih dari Rp300 juta untuk vaksin dan perawatan, namun akhirnya sang anak meninggal dunia.
“Saya tidak tahu lagi apa kesalahan saya. Saya merasa diperlakukan seperti setengah manusia,” katanya dengan suara terisak.
Tutik menolak perhitungan kerugian negara sebesar Rp3,3 triliun yang dikemukakan JPU. Ia menyebut angka tersebut sebagai asumsi yang baru dihitung oleh BPKP pada September 2024, jauh setelah proses hukum terhadapnya dimulai.
“Perhitungan itu tidak mencerminkan fakta historis dan operasional perusahaan. Sejak lama, ANTAM menjalankan jasa pemurnian emas pihak ketiga berdasarkan SOP dan RKAP yang disahkan Direksi,” ujarnya.
Tutik juga menyebut kontribusinya terhadap perusahaan, termasuk memimpin proyek hedging emas senilai USD 61,6 juta, penerbitan obligasi global dan lokal, hingga penghargaan inovasi internal yang dimenangkan meski bersaing dengan jajaran direksi.
Menutup pembelaan, tim kuasa hukum menyatakan bahwa tidak terdapat satu pun unsur tindak pidana yang terpenuhi: tidak ada kerugian negara yang valid, tidak ada penyalahgunaan wewenang, tidak ada gratifikasi, dan tidak ada pelanggaran regulasi internal maupun eksternal.
KEYWORD :Emas ANTAM Korupsi Mantan pejabat ANTAM