
Aksi mahasiswa duduki Gedung DPR/MPR - 27 Tahun Mundurnya Soeharto, Ini Sejarah Lahirnya Reformasi (Foto: Posko Jenggala)
Jakarta, Jurnas.com - Hari ini dua puluh tujuh tahun yang lalu, tepatnya pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah 32 tahun memimpin Indonesia. Kejatuhan ini bukan hanya akhir dari sebuah rezim, tetapi juga awal dari reformasi politik dan demokrasi yang masih membentuk Indonesia hingga hari ini.
Krisis Ekonomi dan Politik Memuncak
Tanda-tanda runtuhnya Orde Baru muncul sejak pertengahan 1997. Krisis moneter melanda Asia Tenggara, dan Indonesia terkena dampak paling parah. Rupiah jatuh bebas, inflasi melonjak, dan ekonomi yang selama ini tumbuh stabil tiba-tiba lumpuh.
Namun lebih dari sekadar krisis ekonomi, amarah rakyat mengakar dari ketidakadilan struktural: korupsi merajalela, nepotisme menjadi norma, dan suara masyarakat ditekan. Di tengah gejolak ini, kepercayaan terhadap Soeharto yang sebelumnya dianggap "bapak pembangunan" mulai tergerus.
Mahasiswa Bergerak, Senayan-Istana Bergejolak
Mei 1998 menjadi titik kulminasi. Mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan, menuntut reformasi total. Mereka menduduki gedung DPR/MPR, membawa satu tuntutan utama: mundurnya Soeharto.
Kerusuhan meletus di Jakarta dan sejumlah kota. Penjarahan, pembakaran, hingga kekerasan bernuansa rasial menyapu ibu kota. Ratusan orang meninggal. Pemerintah gagal mengendalikan situasi.
Di tengah tekanan politik dan sosial, sejumlah menteri memilih mundur. Soeharto kehilangan legitimasi, bukan hanya di mata rakyat, tapi juga dari lingkaran dalam kekuasaannya sendiri.
Akhir Sebuah Era Orde Baru, Awal Reformasi
Pagi itu, 21 Mei 1998, Soeharto menyampaikan pengunduran dirinya dari Istana Merdeka. Wakil Presiden B.J. Habibie langsung dilantik sebagai presiden pengganti. Orde Baru resmi berakhir.
Tapi kejatuhan Soeharto bukan sekadar pergantian kekuasaan. Ia menjadi simbol transisi menuju sistem demokrasi. Pemilu langsung, kebebasan pers, desentralisasi, dan penguatan masyarakat sipil adalah warisan langsung dari reformasi.
27 Tahun Kemudian: Apa yang Kita Pelajari?
Reformasi 1998 membuka banyak pintu, namun tidak menyelesaikan semua masalah. Korupsi masih ada, oligarki tetap kuat, dan hak-hak sipil belum sepenuhnya aman. Tetapi tanpa momen itu, Indonesia mungkin tidak akan mengenal kebebasan berbicara, pemilu yang relatif adil, atau keterbukaan informasi seperti sekarang.
Kejatuhan Soeharto mengingatkan bahwa demokrasi tidak datang dengan sendirinya. Ia diperjuangkan—sering kali dengan risiko nyawa.
Kejatuhan Soeharto bukan hanya peristiwa politik, tetapi juga titik balik sejarah bangsa. Ia mengajarkan bahwa kekuasaan yang terlalu lama, tanpa kontrol, pada akhirnya akan runtuh—dengan atau tanpa peringatan.
KEYWORD :21 Mei Soeharto Mundur Reformasi Indonesia