
Inovasi UMB Ubah Air Hujan Jadi Sumber Kehidupan Berkelanjutan. (Foto: Jurnas/Ist).
Jakarta, Jurnas.com- Universitas Mercu Buana (UMB) memperkuat komitmennya sebagai kampus hijau dengan mengembangkan sistem pemanenan air hujan berbasis teknologi, SPAHITS (Sistem Pemanenan Air Hujan berbasis IoT dan Sel Surya). Inovasi ini memanfaatkan air hujan yang selama ini dianggap limbah menjadi sumber air bersih, bahkan air minum, demi mendukung keberlanjutan lingkungan.
Rektor Universitas Mercu Buana, Prof. Dr. Ir. Andi Adriansyah, M.Eng., menegaskan pentingnya sistem ini sebagai bagian dari gaya hidup ramah lingkungan di kampus.
“Kami berharap dispenser SPAHITS bisa tersedia di seluruh gedung. Dengan begitu, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa tidak lagi membawa air kemasan, tetapi cukup menggunakan tumbler pribadi. Ini bagian dari upaya nyata mengurangi limbah plastik dan mendukung keberlanjutan,” ujarnya.
Dikembangkan oleh tim lintas disiplin UMB, SPAHITS mengusung pendekatan teknologi hijau yang cerdas dan efisien. Sistem ini dirancang untuk memanen air hujan dari atap gedung, menyaringnya melalui filter alami dan nano, lalu mensterilisasinya dengan sinar ultraviolet. Energi untuk operasional sistem sepenuhnya disuplai oleh panel surya.
“Kita melihat banyak air hujan terbuang begitu saja. Padahal dengan pendekatan teknologi yang tepat, air ini bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan kampus secara mandiri dan berkelanjutan,” ujar Agung Wahyudi Biantoro, penggagas SPAHITS sekaligus Kepala Bagian Pemeliharaan Sarana, Prasarana, dan Inventaris UMB.
SPAHITS dirancang modular dan dapat dipantau secara real-time melalui aplikasi Internet of Things (IoT). Mahasiswa maupun dosen bisa mengetahui kondisi sistem—mulai dari volume air, suhu, hingga kelembapan—melalui ponsel pintar.
Sejak dipasang di kawasan kantin kampus Meruya, sistem ini telah menyediakan air minum dan air panas gratis kepada sivitas akademika. Lebih dari itu, SPAHITS telah lulus uji kelayakan dari Kementerian Kesehatan RI, dengan hasil yang menunjukkan air produksinya bebas dari bakteri Escherichia coli dan Total Coliform, sesuai standar ISO 9308-1:2014.
Proyek ini juga memberi kontribusi terhadap indikator penilaian kampus hijau, termasuk dalam Green Matrix UI dan Green Building Council Indonesia, serta menjadi laboratorium terbuka untuk mahasiswa dari berbagai jurusan.
“SPAHITS bukan hanya alat, tapi juga sarana edukasi dan kesadaran bersama tentang pentingnya konservasi air dan energi bersih,” tambah Agung.
Ke depan, UMB berharap sistem ini dapat direplikasi di lingkungan rumah, sekolah, hingga skala industri. Dengan dukungan pendanaan dari Kemendikbudristek dan kolaborasi seluruh elemen kampus, SPAHITS menjadi wujud nyata bahwa air hujan bukanlah limbah, melainkan berkah untuk masa depan yang berkelanjutan.
KEYWORD :
SPAHITS UMB Air Hujan