
Diplomat senior Ple Priatna. Foto: tangkapanlayar
JAKARTA, Jurnas.com – Diplomat senior Ple Priatna menyayangkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI yang tidak turut bergabung bersama 22 Meneteri Luar Negeri dari berbagai negara yang menekan Israel agar menghentikan kekejamannya di Gaza Palestina dan membuka blockade bantuan.
“Kita seolah terkucil ada di orbit lain dan tidak mempunyai akses jelajah bergabung dengan mereka,” kata Priatna di Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Menteri Luar Negeri dari negara-negara tersebut antara lain dari Australia, Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, dan Inggris, menandatangani kesepakatan bersama, pada pertengahan Mei ini juga.
“Ini genosida keji dan biadab Israel. Penerbang pesawat tempur pengecut Israel menjatuhkan bom membunuh warga sipil yang sedang tidur, anak-anak dan warga sakit. Sementara tentara IDF di darat dengan puluhan tank dan kendaraan lapis baja menutup perbatasan, menembaki dan melarang bantuan makanan masuk agar Gaza menderita kelaparan,” kata Priatna.
“Namun lagi, amat disayangkan dan menyedihkan bila tidak ada partisipasi Menteri Luar Negeri RI turut bersama ke-22 Menlu tersebut berjibaku memberi tekanan diplomatik ke Israel,” imbuh Priatna.
Menurut Priatna, Indonesia tidak tergerak bergabung dengan kelompok Den Haag sembilan (Den Haag 9) yang dideklarasi pada 1 Februari 2025 lalu.
Kelompok Den Haag Sembilan beranggota Belize, Bolivia, Chili, Kolombia, Honduras, Namibia, Senegal, Afrika Selatan, dan Malaysia ini telah membentuk koalisi Den Haag untuk membela hak-hak Palestina termasuk keputusan Mahkamah International, ICJ dan ICC maupun dampak sanksi dari AS atas mereka.
“Mengamati lintas negara anggota PBB koalisi Den Haag 9 ini, saya tidak meragukan kiprah Afrika Selatan, Bolivia, Colombia, Chile, Honduras dan Malaysia turut membela Palestina, menggugat Israel ke ICJ, memanggil Duta Besar mereka, melakukan persona non grata Dubes Israel, menghentikan ekspor-impor dan bahkan membekukan hubungan diplomatik dengan Israel,” katanya.
“Lalu di mana tempat kita turut memperjuangkan Palestina secara efektif?” tegasnya.
Menurutnya, diplomasi sat set tentu menuntut terobosan, akses, dan daya jelajah diplomatik RI, tidak cukup lagi forum PBB, resolusi Dewan Keamanan maupun Majelis Umum.
“Jalan pintas koalisi kemanusian Timur dan Barat, Asia, Afrika dan Amerika Latin adalah kebutuhan baru, game changer kanal diplomatik, untuk bisa mengubah keadaaan. Do not miss it,” katanya.
Pembunuhan Massal Warga Gaza
Lebih dari 16 bulan, Israel terus merajalela melakukan pembunuhan massal warga Gaza sekaligus menciptakan tsunami kelaparan.
Ribuan bom pembunuh, meneror hidup warga di tengah saksi kematian puing bangunan yang berserakkan.
Gaza hanya bisa diam luluhlantak, tak ada perlawanan. Tak ada pasukan yang bisa melindungi warga dari ketakutan dan kelaparan.
Tak ada bahan makanan dan minuman bisa masuk Gaza. Gencatan senjata yang ditukar pembebasan sandera menjadi game changer siklus genosida.
Tujuh pemimpin dunia tergerak untuk lakukan langkah diplomatik bersama mengancam balik Israel.
Perdana Menteri Kristrun Frostadottir (Islandia), PM Luc Frieden (Luksemburg), PM Robert Abela (Malta), PM Jonas Gahr Store (Norwegia), PM Robert Golob (Slovenia) dan PM Pedro Sanchez (Spanyol) membuat pernyataan keras pada 16 Mei 2025.
"Kami tidak akan tinggal diam menghadapi bencana kemanusiaan buatan manusia yang terjadi di depan mata kita di Gaza. Mencegah kematian akibat kelaparan akut perlu cepat tindakan nyata," demikian sikap tegas tujuh pemimpin Eropa ini.
Bahkan PM Spanyol, Pedro Sanchez, lanjut menghadiri KTT Liga Arab di Baghdad, 16 Mei 2025 menjadi tamu khusus untuk berpidato soal langkah bersama menghentikan kekejian Israel.
Tak ketinggalan, tiga negara sahabat zionis Israel pun cemas atas tindakan brutal PM Netanyahu.
Kantor Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, bersama Kanada dan Perancis terusik membuat pernyataan bersama tingkat tinggi, tingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan pada 19 Mei 2025, untuk menggugat kesewenangan blokade Israel.
"Kami sangat menentang perluasan operasi militer Israel di Gaza.Tingkat penderitaan manusia di Gaza tidak dapat ditoleransi“, demikian perlawanan mereka terhadap Israel.
Inggris, Perancis dan Kanada menyerukan kepada Pemerintah Israel agar menghentikan operasi militernya di Gaza dan segera mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. Penolakan Israel atas bantuan kemanusiaan ini tidak bisa diterima dan berisiko melanggar Hukum Kemanusiaan Internasional.
KEYWORD :
Ple Priatna Kemlu RI Warga Gaza Israel