
Ilustrasi sedang tidur (Foto: Pexels/Andrea Piacquadio)
Jakarta, Jurnas.com - Tidur bukan sekadar istirahat atau rutinitas malam hari. Tidur merupakan proses biologis kompleks yang menopang kesehatan fisik, stabilitas emosi, daya pikir, hingga umur panjang, dan peranannya semakin terasa seiring bertambahnya usia.
Tidur memengaruhi hampir seluruh sistem tubuh, mulai dari kekebalan, metabolisme, hingga kesehatan otak dan jantung. Kurang tidur dikaitkan dengan depresi, diabetes tipe 2, hingga penyakit jantung, menurut CDC.
Banyak orang percaya bahwa semakin tua, kebutuhan tidur otomatis berkurang. Namun, para ahli menegaskan hal ini keliru. Yang berubah bukan jumlahnya, melainkan cara tubuh merespons tidur. Usia yang semakin matang sering kali datang dengan gangguan tidur yang lebih kompleks—mulai dari penurunan hormon, stres pekerjaan, hingga penyakit kronis.
Lantas, berapa lama tidur yang dibutuhkan sesuai usia? Gangguan apa saja yang bisa mengurangi kualitas tidur seiring bertambahnya usia? Bagaimana efeknya terhadap kesehatan? Bagaimana cara menyesuaikannya? Berikut adalah ulasannya yang dirangkum dari laman Healthline.
Menurut CDC dan lembaga tidur internasional, kebutuhan tidur orang dewasa relatif stabil: sekitar 7–9 jam per malam. Namun, asumsi bahwa orang tua "butuh tidur lebih sedikit" sebenarnya tidak akurat. Yang benar adalah, kemampuan tubuh untuk mempertahankan tidur berkualitas menurun, bukan kebutuhannya. Faktor seperti penurunan hormon, perubahan ritme sirkadian, stres sosial, dan kondisi medis membuat tidur yang berkualitas semakin sulit dicapai.
Di usia 18–25, tidur sering dianggap fleksibel: bisa dikorbankan untuk pekerjaan, pendidikan, atau hiburan. Padahal, otak manusia masih dalam fase akhir perkembangan kognitif di usia ini. Tidur dalam fase ini krusial untuk konsolidasi memori, pengambilan keputusan, dan regulasi emosi.
Sayangnya, survei populasi muda menunjukkan mayoritas dari mereka mengalami gangguan tidur, baik karena gaya hidup digital maupun beban stres akademik dan sosial. Efeknya langsung terasa: meningkatnya kecemasan, kelelahan kronis, dan bahkan munculnya "memori palsu" akibat kurang tidur.
Masuk usia 30-an, tidur digerus oleh perubahan hidup besar: membangun karier, menjadi orang tua, atau menjalani relasi rumah tangga. Masa ini juga kerap diwarnai dengan penurunan jam tidur karena jadwal yang padat dan pengorbanan waktu tidur demi tanggung jawab lain.
Gangguan tidur pada ibu baru, misalnya, tidak hanya disebabkan oleh bayi yang bangun malam, tetapi juga perubahan hormonal seperti tiroiditis postpartum, yang bisa memicu insomnia berat. Dampaknya bukan hanya ke tubuh, tetapi juga ke performa kerja dan kemampuan mengasuh anak secara emosional.
Pada usia 40-an, banyak orang mulai merasakan bahwa tidur tidak lagi senyenyak dulu. Perubahan hormon seperti penurunan estrogen dan melatonin, serta munculnya gangguan seperti sleep apnea, mulai merusak pola tidur alami.
Sleep apnea, yang sering tidak terdiagnosis, menyebabkan jeda napas saat tidur dan memicu bangun berulang kali di malam hari tanpa disadari. Ini memperburuk kelelahan di siang hari dan berkaitan langsung dengan risiko jantung, stroke, dan hipertensi.
Di fase 50 dan seterusnya, tidur menjadi bagian dari manajemen penyakit kronis dan menjaga kapasitas kognitif. Ironisnya, justru di usia ini banyak orang menghadapi tantangan tidur paling besar: efek samping obat-obatan, kesepian, penurunan fungsi tubuh, serta berkurangnya aktivitas fisik.
Penelitian menunjukkan bahwa kesepian dan isolasi sosial berkorelasi langsung dengan insomnia pada lansia. Belum lagi fakta bahwa produksi melatonin—hormon utama pengatur tidur—semakin menurun drastis sejak usia 40-an.
Namun, ini juga masa di mana rutinitas dan gaya hidup bisa dikendalikan lebih baik. Banyak orang di usia ini berhasil membalikkan pola tidur buruk lewat gaya hidup aktif, waktu tidur yang teratur, dan lingkungan tidur yang lebih kondusif.
Dengan demikian, tidur bukan kebutuhan yang bisa digantikan dengan kopi atau minuman berenergi. Seiring usia, tubuh membutuhkan pendekatan berbeda untuk bisa beristirahat dengan optimal. Mengatur rutinitas tidur yang konsisten, membatasi konsumsi kafein dan alkohol, menjaga aktivitas fisik, serta menciptakan lingkungan tidur yang tenang bisa membantu mempertahankan kualitas tidur di usia berapa pun.
Jika Anda merasa sudah cukup tidur namun tetap merasa lelah di siang hari, atau pasangan Anda menyebut Anda mendengkur keras, mungkin sudah saatnya memeriksakan diri. Gangguan tidur sering kali tak terlihat, tapi dampaknya bisa terasa secara bertahap.
Perubahan pola tidur Kebutuhan tidur Kualitas tidur Tidur berkualitas