
Legenda sepak bola Belanda, Johan Cruyff (Foto: The Guardian)
Jakarta, Jurnas.com - Pada era 70-an, penikmat sepak bola pernah dibuat takjub oleh sebuah filosofi yang sukses membuat lawan tak berdaya. Total Football. Sebuah konsep yang menjadikan lapangan hijau bukan sekadar tempat kompetisi, melainkan panggung seni kolektif.
Pemain bergerak mengalir, mengambil peran yang lebih cair, dan koordinasi nyaris sempurna sehingga tim yang mengadopsi strategi ini tampil menawan. Sayangnya, sejarah mencatat sepak bola bukan kontes kecantikan. Bermain indah tak selalu berarti menang. Dan Belanda, sang pelopor Total Football, jadi bukti paling nyata.
Total Football dipopulerkan oleh pelatih legendaris Rinus Michels pada era 1970-an saat membesut Ajax Amsterdam dan timnas Belanda. Meski benihnya sudah tumbuh sejak 1950-an dari ide-ide taktis pelatih Hungaria Gusztáv Sebes, Michels-lah yang mengemasnya menjadi sistem permainan kolektif revolusioner.
Inti dari filosofi ini sederhana namun mendalam. Setiap pemain bisa bertukar posisi, sepanjang struktur tim tetap terjaga. Dan pada Piala Dunia 1974 di Jerman Barat, Belanda mempraktikkan filosofi ini untuk menjadikan Tim Oranje tontonan utama.
Di bawah kendali Michels di sisi lapangan dengan maestro Johan Cruyff di lapangan tengah, Belanda memukau dunia. Argentina hingga Brasil dibuat kewalahan oleh pressing tinggi, rotasi posisi, dan penguasaan bola yang sangat progresif.
Namun di final, Belanda tumbang dari tuan rumah Jerman Barat dengan skor 2-1. Tragisnya, Cruyff dkk sempat unggul lebih dulu hanya dalam hitungan menit setelah kick-off.
Empat tahun kemudian, generasi kedua Total Football kembali mencapai final Piala Dunia 1978 di Argentina. Meski tanpa Cruyff yang menolak tampil, Belanda tetap menjadi kekuatan besar. Namun lagi-lagi, mereka harus puas sebagai runner-up setelah kalah 3-1 dari tuan rumah Argentina melalui perpanjangan waktu.
Akhirnya, Belanda tidak pernah menjuarai Piala Dunia dengan filosofi Total Football-nya, meskipun kemudian menjuarai Euro 1988. Namun pada momen itu, filosofi permainan Belanda sudah pragmatis di bawah asuhan Michels yang lebih menyesuaikan pendekatan dengan realitas taktik modern. Artinya, kejayaan Total Football belum pernah divalidasi oleh trofi dunia.
Keunggulan Total Football terletak pada fluiditas, pressing kolektif, dan penguasaan ruang. Ketika satu pemain keluar dari posisi, yang lain otomatis mengisi. Skema ini membuat lawan kesulitan membaca pola dan membuka ruang. Gaya ini menjadi cikal bakal dari sistem seperti tiki-taka milik Spanyol dan posisi dinamis ala Pep Guardiola.
Namun, filosofi ini menuntut kualitas teknis dan intelektual permainan yang sangat tinggi. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membentuk skuat yang benar-benar paham filosofi ini. Dalam turnamen besar yang padat dan berintensitas tinggi, sistem ini juga rawan goyah jika satu pemain saja keluar dari koordinasi.
Selain itu, Total Football sangat mengandalkan fisik dan konsentrasi tingkat tinggi sepanjang pertandingan. Jika pemain mengalami kelelahan, maka sistem yang seharusnya fleksibel bisa berubah menjadi porak-poranda. Inilah yang kerap menjadi titik lemah Belanda di partai puncak.
KEYWORD :Total Football Filosofi Timnas Belanda Fakta Unik Sepak Bola Johan Cruyff