Senin, 19/05/2025 17:35 WIB

Tragedi Superga, Mei Paling Kelam dalam Sejarah Sepak Bola Italia

Mazzola gugur bersama timnya di Superga, meninggalkan catatan Mei yang kelam bagi sepak bola Italia kala itu.

Skuat Grande Torino sebelum mengalami kecelakaan pesawat dalam tragedi Superga (Foto: Inside Over)

Jakarta, Jurnas.com - Langit Kota Turin pada 4 Mei 1949 berubah kelabu. Tak satupun orang menyangka bahwa hari itu akan menjadi catatan paling kelam dalam sejarah sepak bola Italia, pasca kecelakaan pesawat di bukit Superga menamatkan karir seluruh skuat Grande Torino di masa jayanya.

Grande Torino bukan sekadar tim yang mendominasi Serie A. Kala itu, tim ini merupakan simbol kebanggaan Italia. Lima gelar juara liga beruntun dari 1943 hingga 1949 menjadi bukti kekuatan Grande Torino di lapangan.

Tak hanya itu, para pemain Torino juga mendominasi tim nasional Italia. Bahkan, dalam satu pertandingan internasional melawan Hungaria, sepuluh dari sebelas pemain Italia berasal dari Torino, sebuah rekor yang tak pernah terulang.

Pesawat yang mereka tumpangi, FIAT G.212 CP, baru saja kembali dari Lisboa, Portugal, usai laga persahabatan melawan Benfica. Cuaca di Turin buruk. Kabut tebal dan hujan deras menyelimuti langit kota.

Saat pesawat hendak mendarat, sang pilot kehilangan orientasi dan menyangka bahwa mereka telah sejajar dengan landasan Bandara Aeritalia. Dalam hitungan detik, pesawat menghantam dinding Basilika Superga, menghancurkan seluruh badan pesawat.

Sebanyak 31 orang tewas, termasuk 18 pemain Torino, staf pelatih, ofisial klub, jurnalis olahraga, dan awak pesawat. Italia kehilangan bukan hanya tim sepak bola terbaiknya, tetapi juga calon-calon legenda yang baru saja mulai mencetak sejarah.

Di antara para korban, satu nama yang paling melekat di hati publik Italia adalah Valentino Mazzola. Mazzola adalah kapten Grande Torino, dan dianggap sebagai salah satu gelandang serang terbaik yang pernah dimiliki timnas Gli Azzurri.

Mazzola dikenal tak hanya memiliki teknik dan visi bermain yang mumpuni, melainkan karisma di atas rata-rata. Dulu, ketika permainan Grande Torino menurun, Mazzola sering menggulung lengan bajunya, gestur yang menjadi isyarat tak resmi bahwa dia akan mengambil alih kendali.

Para suporter kerap kali menyebut momen itu sebagai "il quarto d’ora granata" atau "lima belas menit Torino", periode ketika Mazzola mengguncang pertandingan seorang diri.

Sebagai pemimpin timnas Italia, Mazzola juga sudah mulai mencetak pengaruh besar secara internasional. Sayangnya, dia meninggal pada usia 30 tahun, saat masih berada di puncak kariernya.

Anak laki-lakinya, Sandro Mazzola, kelak tumbuh menjadi ikon Inter Milan dan timnas Italia era 1960-an, meneruskan warisan sang ayah di lapangan hijau.

Tragedi Superga tidak hanya merenggut nyawa manusia, tapi juga menghancurkan masa depan sepak bola Italia. Italia sempat menurun drastis, dan butuh waktu puluhan tahun untuk membangun kembali kualitas serta mentalitas yang sempat hilang.

Bahkan pada Piala Dunia 1950, timnas Italia memilih naik kapal laut ke Brasil karena trauma yang mendalam terhadap kecelakaan udara ini.

Sebagai bentuk penghormatan, Torino tetap dinyatakan sebagai juara Serie A musim 1948/49, meski masih menyisakan empat laga. Keempat pertandingan terakhir dimainkan oleh tim junior, dan secara sportif, semua lawan Torino saat itu juga menurunkan tim junior mereka. Gelar tersebut menjadi gelar perpisahan untuk skuad Grande Torino yang gugur dengan terhormat.

Hingga hari ini, setiap 4 Mei, para suporter Torino berjalan kaki menuju Basilika Superga, tempat reruntuhan pesawat dahulu, untuk mengenang para pahlawan mereka. Nama-nama seperti Mazzola, Loik, Gabetto, dan Maroso tetap hidup dalam puisi, lagu, dan mural kota Turin.

KEYWORD :

Tragedi Superga Fakta Unik Sepak Bola Valentino Mazzola




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :