Senin, 19/05/2025 15:47 WIB

Red Bull, Perusahaan Global di Balik Gurita Bisnis Sepak Bola

Dalam dua dekade terakhir, nama Red Bull tak hanya merujuk pada perusahaan minuman energi global. Merek asal Austria ini juga dikenal sebagai salah satu pemain dalam gurita bisnis sepak bola.

Bek RB Leipzig, Lutsharel Geertruida (Foto: sportsmole)

Jakarta, Jurnas.com - Dalam dua dekade terakhir, nama Red Bull tak hanya merujuk pada perusahaan minuman energi global. Merek asal Austria ini juga dikenal sebagai salah satu pemain dalam gurita bisnis sepak bola.

Melalui strategi akuisisi, rebranding, dan investasi besar-besaran, Red Bull bukan hanya menyokong, melainkan mengubah wajah dan prestasi klub-klub yang disentuhnya.

Didirikan pada tahun 1984 oleh Dietrich Mateschitz bersama pebisnis Thailand Chaleo Yoovidhya, Red Bull GmbH mengambil inspirasi dari minuman lokal Thailand bernama Krating Daeng.

Perusahaan ini berkembang pesat menjadi raksasa global, dan membangun reputasi bukan hanya sebagai produsen minuman energi, tapi juga sebagai investor aktif di berbagai cabang olahraga.

Filosofi Red Bull yang menekankan kecepatan, energi, dan pencapaian batas, diterapkan secara penuh dalam strategi mereka di sepak bola. Yang pasti, Red Bull bukan menjadi sponsor, melainkan menjadi pemilik langsung.

Upaya perdana dimulai di Austria pada 2005 silam ketika Red Bull mengakuisisi SV Austria Salzburg, klub tradisional yang kemudian diubah menjadi FC Red Bull Salzburg. Nama, warna, logo, dan bahkan sejarah resmi klub ikut dirombak total.

Meskipun banyak penggemar protes, klub tersebut justru tumbuh menjadi raksasa lokal dan basis pengembangan pemain muda Eropa. Nama-nama seperti Sadio Mané, Erling Haaland, hingga Dominik Szoboszlai sempat menimba ilmu di sini sebelum bersinar di panggung besar.

Setahun kemudian, Red Bull merambah Amerika Serikat dengan mengakuisisi MetroStars, yang diubah menjadi New York Red Bulls. Klub ini menjadi duta utama Red Bull di Major League Soccer, memperkuat kehadiran global perusahaan di pasar Amerika Utara, lengkap dengan stadion khusus bernama Red Bull Arena.

Beranjak pada 2009, Red Bull menggebrak sepak bola Jerman dengan membentuk RB Leipzig melalui pembelian lisensi klub amatir SSV Markranstädt. Meski menuai kritik dari penggemar sepak bola tradisional karena dianggap terlalu korporat, RB Leipzig justru membuktikan diri sebagai klub elit Jerman.

Klub ini berhasil promosi ke Bundesliga hanya dalam waktu tujuh tahun dan tampil di semifinal Liga Champions pada 2019/2020.

Di Brasil, Red Bull menjalankan strategi serupa dengan mendirikan Red Bull Brasil sebelum kemudian bergabung dengan CA Bragantino pada 2019, untuk menghasilkan nama baru, Red Bull Bragantino.

Klub ini langsung naik kasta ke Serie A dan tampil sebagai finalis Copa Sudamericana hanya dalam dua musim.

Kiprah Red Bull tak berhenti di situ. Pada 2024, raksasa Austria mengakuisisi klub Jepang Omiya Ardija, menjadikannya sebagai basis pertama Red Bull di Asia. Klub tersebut kini menggunakan nama RB Omiya Ardija.

Tak hanya mengandalkan kepemilikan penuh, Red Bull juga mulai melakukan investasi strategis minoritas di beberapa klub besar. Pada 2024, mereka membeli sebagian saham Leeds United di Inggris dan menjadi sponsor utama jersey, tanpa mengganti identitas klub.

Langkah serupa juga dilakukan di Prancis melalui investasi 15 persen saham Paris FC, dengan harapan membantu promosi ke Ligue 1. Pendekatan ini menunjukkan fleksibilitas model bisnis Red Bull, yang kini tak melulu soal rebranding, tapi memperluas pengaruh secara bertahap.

Masuknya Red Bull ke dunia sepak bola bukan sekadar menjadi pemilik belaka. Klub-klub yang dikelola memiliki struktur manajemen modern, scouting global, sistem akademi yang tertata, dan gaya bermain agresif berbasis pressing cepat.

Hal ini juga dibuktikan dengan ditunjuknya mantan manajer sukses Liverpool, Jurgen Klopp, sebagai kepala pengembangan sepak bola global.

Namun tak semua pihak menyambut positif. Banyak penggemar lama merasa bahwa pendekatan ini menghapus nilai-nilai emosional dan historis dari klub, menjadikan mereka sekadar cabang bisnis dari perusahaan multinasional.

Protes dari suporter Austria Salzburg dan resistensi ultras Jerman terhadap RB Leipzig adalah contoh nyata gesekan antara tradisi dan modernitas.

KEYWORD :

Perusahaan Red Bull Fakta Unik Sepak Bola RB Leipzig




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :