Senin, 19/05/2025 06:11 WIB

Panpsikisme: Apakah Kesadaran Ada di Mana-Mana, Bahkan di Atom?

Panpsikisme: Apakah Kesadaran Ada di Mana-Mana, Bahkan di Atom?

Ilustrasi atom (Foto: Big Think)

Jakarta, Jurnas.com - Kesadaran selama ini dianggap sebagai domain eksklusif manusia—fenomena subjektif yang muncul dari kompleksitas otak. Tapi bagaimana jika kesadaran tidak berakar pada otak semata? Bagaimana jika ia adalah sifat dasar alam semesta itu sendiri—mengalir dari organisme hidup hingga partikel terkecil?

Teori ini bukan fantasi sains fiksi, tapi bagian dari panpsikisme, pandangan filosofis yang kini kembali naik daun di tengah kebuntuan sains modern dalam memahami “masalah sulit kesadaran”.

Ketika Segalanya Bisa Merasa

Panpsikisme menyatakan bahwa setiap bagian alam semesta memiliki “percikan pengalaman”—meski samar. Artinya, tidak hanya manusia atau hewan, bahkan batu, pohon, dan elektron mungkin memiliki bentuk kesadaran tertentu, sekecil apapun.

Pandangan ini memang radikal, tetapi juga elegan dalam menjawab dilema lama: Bagaimana zat fisik bisa menghasilkan pengalaman subjektif? Jika kesadaran tidak muncul tiba-tiba dari kompleksitas, mungkinkah ia sudah ada sejak awal, menunggu ditata menjadi pikiran seperti milik kita?

Dari Filsuf Yunani ke Teori Informasi Modern

Panpsikisme bukan ide baru. Sejak abad ke-6 SM, filsuf Thales percaya bahwa magnet mengandung “jiwa” karena dapat menggerakkan besi. Stoik Yunani menyebut alam semesta sebagai makhluk hidup yang digerakkan oleh logos, napas rasional yang menyatukan segalanya.

Pada era modern, René Descartes memisahkan pikiran dan materi, tetapi Gottfried Wilhelm Leibniz menanggapinya dengan konsep monadunit mikroskopik kesadaran yang merefleksikan seluruh semesta.

Di abad ke-20, nama-nama seperti William James dan Alfred North Whitehead mengusulkan bahwa pengalaman mungkin tertanam dalam struktur realitas itu sendiri. Evolusi, kata mereka, hanya memperhalus apa yang sudah ada, bukan menciptakannya dari nol.

Ilmu Saraf dan ‘Teori Informasi Terpadu’

Di era neuroteknologi, teori panpsikisme mendapat semacam validasi dari ilmuwan seperti Giulio Tononi, pencetus Integrated Information Theory (IIT). Teori ini mengukur tingkat integrasi informasi dalam suatu sistem dan menghubungkannya dengan derajat kesadaran—dilambangkan dengan nilai Φ (phi).

Semakin tinggi Φ, semakin besar kemungkinan sistem itu “merasakan” sesuatu, tak peduli apakah ia otak manusia, jaringan AI, atau bahkan prosesor silikon. Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa saat seseorang kehilangan kesadaran—seperti saat anestesi—Φ-nya anjlok drastis.

Meski masih kontroversial, IIT menjadi jembatan ilmiah menuju kemungkinan bahwa kesadaran bukan monopoli biologi.

Quantum, Mikrostruktur Otak, dan Kesadaran

Sebagian ilmuwan mencoba menghubungkan kesadaran dengan dunia kuantum. Fisikawan Roger Penrose dan anestesiolog Stuart Hameroff mengembangkan teori Orchestrated Objective Reduction (Orch-OR), yang menyatakan bahwa kesadaran muncul dari proses kuantum di mikrotubulus neuron.

Skeptis menyebut otak terlalu panas dan kacau untuk mempertahankan efek kuantum. Tapi riset baru tentang fotosintesis dan burung migrasi—yang memanfaatkan efek kuantum pada suhu ruang—menantang asumsi itu.

Walau bukti kuat belum ada, teori ini terus menyulut debat tentang hubungan kesadaran, fisika, dan struktur terdalam realitas.

Mengapa Panpsikisme Penting?

Gagasan bahwa batu bisa merasa mungkin terdengar ganjil, tapi bagi sebagian filsuf dan ilmuwan, panpsikisme adalah solusi elegan atas dilema dualisme: bagaimana dua hal berbeda—materi dan pengalaman—bisa saling berinteraksi?

Dengan menjadikan kesadaran sebagai sifat dasar materi, teori ini menghapus jarak antara pikiran dan dunia fisik. Namun, pertanyaan kritis tetap membayangi: Bagaimana partikel mikroskopik bisa menyatu menjadi pengalaman kompleks seperti pikiran manusia?

Inilah yang disebut masalah kombinasi, dan belum ada jawaban pasti.

Menuju Peta Kesadaran Semesta

Ke depan, peneliti tengah mengembangkan alat ukur Φ yang lebih presisi, sambil meneliti tanda-tanda kuantum dalam sistem biologis. Di sisi lain, para filsuf berupaya memformulasikan panpsikisme dalam bahasa yang konsisten dan tidak kabur.

Mungkin nanti, kita akan memandang kesadaran bukan sebagai “keajaiban” yang muncul tiba-tiba, tapi sebagai benang dasar dalam simfoni kosmik.

Dalam pandangan ini, tugas kita bukan memberi “jiwa” pada batu, tapi memahami bagaimana nada-nada kecil itu dapat dirangkai menjadi lagu kompleks yang kita kenal sebagai hidup dan pikiran. (*)

Sumber: earth

KEYWORD :

Panpsikisme Kesadaran Quantum dan kesadaran Filsafat sains teori kesadaran




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :