Sabtu, 17/05/2025 12:09 WIB

MA Kabulkan PK Alex Deni, Momentum untuk Koreksi Sistem Peradilan

MA resmi mengabulkan PK yang diajukan mantan Deputi Kementerian PAN-RB, Alex Denni

Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Mantan Deputi Kementerian PAN-RB, Alex Denni. (Foto: Jurnas/Ira).

Jakarta, Jurnas.com- ahkamah Agung (MA) resmi mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Deputi Kementerian PAN-RB, Alex Denni. Putusan tersebut sekaligus membatalkan seluruh putusan terdahulu yang menyatakan dirinya bersalah, dan menyatakan Alex Denni bebas (vrijspraak) dari seluruh dakwaan tindak pidana korupsi.

Putusan perkara bernomor 1091 PK/Pid.Sus/2025 ini dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto, dengan anggota Agustinus Purnomo Hadi dan Jupriyadi, pada 23 April 2025. Informasi itu dikonfirmasi melalui laman resmi Mahkamah Agung, Jumat (16/5/2025). Dalam amar putusannya, MA menyatakan: “PK = Kabul, Batal JJ, Adili Kembali, Bebas/Vrijspraak.”

Putusan tersebut membatalkan tiga putusan sebelumnya, yakni Putusan MA No. 163 K/Pid.Sus/2013, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 166/Pid/2008/PT.BDG, dan Putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 1460/PID/B/2006/PN.Bdg.

Terkait hal ini, Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menegaskan, pembatalan putusan ini menunjukkan adanya rekayasa hukum yang telah berlangsung selama hampir dua dekade terhadap Alex Denni.

Ia menyebut proses peradilan yang dialami Alex penuh kejanggalan secara prosedural maupun substantif.

“Secara prosedural, relaas putusan tidak pernah disampaikan kepada yang bersangkutan, dan majelis hakim yang memutus perkara sebelumnya bahkan melibatkan hakim militer. Secara substantif, penerapan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan juga diterapkan secara janggal kepada satu orang yang bukan penyelenggara negara,” jelas Julius.

PBHI bersama tiga ahli pidana juga telah melakukan eksaminasi terhadap sembilan putusan pengadilan terkait kasus ini. Hasilnya menunjukkan bahwa kasus yang menjerat Alex merupakan bentuk nyata kriminalisasi dan rekayasa peradilan.

“Kesimpulannya jelas: Alex Denni adalah korban peradilan sesat atau miscarriage of justice,” ujar Julius.

Alex Denni sendiri menyambut baik putusan ini. Namun, ia menegaskan bahwa tujuannya mengajukan PK bukan semata demi pembebasan, melainkan juga untuk memperjuangkan koreksi total atas sistem peradilan pidana yang menurutnya telah menindas banyak warga negara.

“Saya sempat hampir tidak mengajukan PK karena merasa tidak ada gunanya. Terlalu banyak kejanggalan dan ketidakmasukakalan dalam proses hukum saya,” kata Alex.

Alex juga mengungkap peristiwa penangkapannya pada 11 Juli 2024 lalu, saat ia baru pulang dari luar negeri. Ia disebut sebagai buronan karena dianggap mangkir 11 tahun dari eksekusi.

Padahal, selama waktu tersebut ia aktif bekerja di berbagai lembaga negara, termasuk di Bank Mandiri, BNI, Jasa Marga, dan Kementerian BUMN. Bahkan pada 2021, ia menjabat sebagai Deputi SDM Aparatur di Kementerian PAN-RB.

“Saya tidak pernah menerima relaas pemberitahuan putusan kasasi. Bagaimana bisa saya disebut DPO jika sejak 2013 saya bekerja di instansi negara dan BUMN?” ujar Alex.

Putusan PK yang memenangkan Alex Denni dinilai banyak pihak sebagai momentum penting untuk mengevaluasi sistem peradilan pidana di Indonesia. Julius Ibrani menyatakan, masih banyak korban lain dari praktik peradilan yang cacat hukum dan penuh disparitas.

“Alex hanya satu dari jutaan korban peradilan sesat. Putusan ini memberi harapan bahwa perjuangan dan atensi publik dapat menegakkan keadilan di negeri ini,” katanya.

Hingga kini, berkas perkara masih dalam proses minutasi di Mahkamah Agung. PBHI mendesak agar momentum ini dijadikan titik awal pembenahan struktural dalam tubuh peradilan, mulai dari rekruitmen hakim, pembinaan, hingga kebijakan mitigasi disparitas putusan.


KEYWORD :

Mahkamah Agung Peninjauan Kembali Alex Denni




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :