Senin, 12/05/2025 16:33 WIB

Hari Raya Waisak 2025 di Borobudur, Ini Sejarah hingga Tujuannya

Hari Raya Waisak tahun ini atau 2569 Budhist Era (BE) di Indonesia jatuh pada Senin 12 Mei 2025, yang puncak perayaannya dipusatkan di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Waisak adalah hari suci bagi agama Budha, momen refleksi spiritual mendalam atas perjalanan Siddhartha Gautama menuju pencerahan

Perayaan Waisak di Candi Borobudur (Foto: Jatengprov)

Jakarta, Jurnas.com - Hari Raya Waisak tahun ini atau 2569 Budhist Era (BE) di Indonesia jatuh pada Senin 12 Mei 2025, yang puncak perayaannya dipusatkan di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Waisak adalah hari suci bagi agama Budha, momen refleksi spiritual mendalam atas perjalanan Siddhartha Gautama menuju pencerahan. Perayaan ini menyatukan sejarah, ajaran, dan nilai-nilai kemanusiaan dalam satu momen suci.

Waisak dirayakan setiap bulan Mei saat bulan purnama tiba, menandai tiga peristiwa agung dalam hidup Sang Buddha: kelahiran, pencerahan, dan wafatnya. Tiga momen ini dikenal sebagai Tri Suci Waisak, yang menjadi inti dari makna perayaan.

Makna tersebut mengakar kuat dalam praktik keagamaan maupun nilai moral umat Buddha di seluruh dunia. Namun, Waisak juga relevan bagi siapa saja yang mencari kedamaian dan kebijaksanaan hidup.

Lantas bagaimana sejarah perayaan Waisak? Apa saja makna mendalam dari perayaan ini? Apa tujuan perayaan Waisak? Berikut adalah ulasannya yang dirangkum dari berbagai sumber.

Sejarah dan Asal-usul Waisak

Sejak masa lampau, Waisak telah menjadi bagian penting dalam sejarah spiritual Asia. Tradisi ini bahkan telah berkembang menjadi perayaan internasional, dengan sebutan berbeda di berbagai negara.

Di India dikenal sebagai Buddha Purnima, di Thailand disebut Visakha Bucha, dan di Sri Lanka serta Malaysia dinamakan Vesak. Meski nama dan caranya berbeda, makna dasarnya tetap sama: penghormatan terhadap perjalanan agung Buddha Gautama.

Sejarah Waisak bermula dari penghormatan sederhana di lingkungan vihara. Namun sejak abad ke-19, gerakan modernisasi membuat perayaan ini menjadi lebih luas dan terbuka.

Perubahan besar terjadi saat Konferensi Persaudaraan Buddhis Sedunia tahun 1950 di Sri Lanka. Dari sanalah Waisak secara resmi ditetapkan sebagai hari kelahiran Buddha oleh komunitas internasional.

Makna Tiga Peristiwa Agung dalam Hari Tri Suci Waisak

Waisak menandai tiga peristiwa agung dalam hidup Sang Buddha, Siddhartha Gautama. Tiga peristiwa agung ini dikenal sebagai Hari Tri Suci Waisak yang meliputi kelahiran, pencerahan, dan wafatnya.

Siddhartha Gautama, lahir sebagai seorang pangeran namun memilih jalan pertapaan. Ia meninggalkan kemewahan demi menemukan makna sejati kehidupan.

Selama enam tahun ia bermeditasi dan hidup sederhana, hingga akhirnya mencapai pencerahan di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya. Di sanalah ia menyadari bahwa jalan tengah adalah kunci untuk membebaskan diri dari penderitaan.

Setelah mencapai pencerahan, Sang Buddha mulai mengajarkan Dharma, jalan kebenaran untuk mengatasi ketidaktahuan dan nafsu duniawi. Ajarannya menyebar luas dan menjadi fondasi spiritual bagi jutaan manusia hingga hari ini.

Selain sebagai pengingat akan momen pencerahan itu, Waisak juga menjadi penghormatan terhadap wafatnya Buddha di usia 80 tahun. Wafatnya dikenal sebagai Parinibbana, yaitu saat Buddha mencapai kedamaian abadi.

Dengan demikian, Waisak mencakup kelahiran, pencerahan, dan kematian Buddha sebagai satu rangkaian perjalanan menuju kebijaksanaan sempurna. Ketiganya menjadi simbol siklus hidup dan harapan akan pembebasan dari penderitaan.

Tradisi Perayaan Waisak

Waisak dirayakan dengan cara berbeda di berbagai negara. Di India dikenal sebagai Buddha Purnima, di Thailand sebagai Visakha Bucha, di Sri Lanka dan Singapura sebagai Vesak, sementara di Tibet sebagai Saga Dawa.

Di Indonesia, Waisak diperingati secara khas, terutama di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini bukan hanya situs sejarah, tetapi juga pusat spiritual yang hidup hingga kini.

Ritual Waisak di Borobudur telah berlangsung sejak tahun 1929 dan kembali aktif usai pemugaran besar di tahun 1973. Perayaannya sering ditandai dengan pelepasan ribuan lampion ke langit malam sebagai simbol harapan dan penerangan batin.

Prosesi dimulai dari Candi Mendut, berlanjut ke Pawon, lalu berakhir di Borobudur. Ribuan umat berjalan membawa api dharma sebagai lambang penerangan yang mengalahkan kegelapan batin.

Perayaan Waisak juga mencakup ritual Bathing the Buddha, yaitu menyiram patung Buddha dengan air suci. Simbolisasi ini mengajarkan pentingnya menyucikan pikiran dari amarah, kebencian, dan keserakahan.

Tujuan dan Nilai Spiritual di Balik Hari Raya Waisak

Selain ritual, Waisak juga mendorong umat untuk melakukan perbuatan baik. Ini mencakup berdonasi, menjadi pendonor darah, hingga menjaga kelestarian lingkungan.

Nilai-nilai itu berakar pada Triratna: Buddha sebagai guru, Dharma sebagai ajaran, dan Sangha sebagai komunitas spiritual. Ketiganya menjadi panduan hidup untuk mencapai ketenangan dan kebijaksanaan.

Waisak juga menjadi waktu yang tepat untuk introspeksi diri. Umat Buddha biasanya merenungkan kesalahan masa lalu dan berniat memperbaiki diri di masa mendatang.

Banyak yang memakai pakaian putih sebagai lambang kesucian dan kedamaian batin. Rumah-rumah pun dihias dengan lentera, dan ucapan selamat Waisak menjadi ajang mempererat persaudaraan.

Meskipun dirayakan oleh umat Buddha, nilai-nilai Waisak bisa menjadi inspirasi universal. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak datang dari luar, melainkan dari pengendalian diri dan cinta kasih terhadap sesama.

Borobudur, Simbol Toleransi dan Warisan Spiritualitas Dunia

Candi Borobudur, warisan budaya dunia UNESCO, bukan hanya simbol kejayaan arsitektur kuno, tapi juga simbol persaudaraan lintas iman. Meski sempat berhenti selama masa revolusi dan pemugaran (1973), Borobudur kini kembali menjadi pusat spiritual umat Buddha di Indonesia.

Perayaan Waisak di tempat ini bukan hanya ritual keagamaan, tapi juga bukti nyata bahwa keberagaman adalah kekuatan bangsa. Borobudur bukan milik satu golongan, melainkan simbol kebersamaan seluruh rakyat Indonesia.

Perayaan Waisak di Borobudur tidak hanya memperkuat identitas keagamaan, tetapi juga memperlihatkan wajah harmoni Indonesia yang sejati. Di sinilah Waisak menjadi lebih dari sekadar hari suci—ia menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.

Melalui perayaan ini, umat diajak untuk hidup lebih sadar, lebih bijaksana, dan lebih penuh kasih. Waisak memberi pesan bahwa pencerahan bukanlah hal yang jauh, melainkan sesuatu yang bisa ditumbuhkan dalam diri setiap orang. (*)

KEYWORD :

Hari Raya Waisak Perayaan Waisak Sejarah Waisak Borobudur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :