
Trofi Piala AFF (Foto: Instagram)
Jakarta, Jurnas.com - Piala AFF. Turnamen paling dinanti di kawasan Asia Tenggara ini memang selalu mengguncang lapangan hijau setiap digelar dua tahun sekali.
Piala AFF bukan sekadar adu strategi antarnegara, tapi juga pesta sepak bola penuh gengsi yang mempertemukan rivalitas klasik macam Indonesia vs Malaysia, Thailand vs Vietnam, atau Singapura vs Myanmar.
Namun, di balik gegap gempita suporter, terselip pertanyaan yang masih sering mencuat, `Kenapa ajang ini tak kunjung masuk ke kalender resmi FIFA?`
Sekilas tampak janggal. Sebuah turnamen yang mempertemukan tim nasional senior dan ditonton jutaan pasang mata tak masuk daftar resmi pertandingan FIFA. Tak heran juga muncul keraguan mengenai kualitas turnamen ini dibandingkan ajang lainnya. Jawabnnya tentu tidak sesederhana itu.
Piala AFF lahir pada 1996 di Singapura, di bawah naungan Federasi Sepak Bola ASEAN (AFF) yang berada dalam struktur resmi AFC, konfederasi Asia milik FIFA. Kala itu, ajang ini dikenal sebagai Piala Tiger, sponsor dari bir asal Singapura. Sejak saat itu, turnamen terus berkembang, menjadi ruang unjuk gigi bagi negara-negara ASEAN yang haus akan panggung internasional.
Meski bukan turnamen elite seperti Piala Asia atau Piala Dunia, AFF Cup punya tempat khusus di hati penggemar sepak bola regional. Di sinilah kisah heroik Boaz Solossa, Teerasil Dangda, dan Safee Sali lahir. Di sinilah pula cerita sedih tim Garuda yang enam kali kandas di final berakar.
Namun, meski diakui oleh FIFA, AFF Cup memang tak masuk ke dalam FIFA Match Calendar. Artinya, turnamen ini tidak wajib diikuti oleh pemain-pemain yang bermain di luar negeri. Klub-klub Eropa, Timur Tengah, atau bahkan Liga Korea dan Jepang, tak berkewajiban melepas pemain mereka ke timnas saat AFF Cup bergulir.
Penyebabnya lebih bersifat teknis dan strategis. AFF memilih menjadwalkan turnamen di luar kalender FIFA demi fleksibilitas. Dengan cara ini, turnamen bisa digelar pada akhir tahun, saat kompetisi domestik sebagian besar negara ASEAN sudah memasuki libur atau jeda. Penyelenggara tak perlu bersaing dengan ajang internasional besar lainnya dan tetap bisa memaksimalkan penonton lokal.
AFF Cup juga lebih mengutamakan popularitas regional dan aspek komersial. Sejak awal, event ini dirancang untuk membangun identitas sepak bola ASEAN, bukan untuk mendongkrak poin peringkat FIFA atau sebagai jalur kualifikasi turnamen global. Meski begitu, laga-laga yang digelar tetap tercatat resmi dan dapat memengaruhi peringkat FIFA jika dimainkan oleh tim utama.
Meski tak masuk kalender FIFA, atmosfernya tetap panas. Bendera-bendera berkibar di tribun, yel-yel menggema di stadion, dan drama di lapangan selalu menjadi pembicaraan hangat di warung kopi hingga linimasa Twitter. Piala AFF mungkin bukan turnamen besar dunia, tapi bagi rakyat Asia Tenggara, ini sudah cukup jadi ajang pembuktian harga diri.
KEYWORD :Sejarah Piala AFF Kalender FIFA Kompetisi ASEAN