
Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono dalam kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), yang dihadiri oleh puluhan mahasiswa, dosen, dan civitas akademika, Kamis (Foto: Kemensos)
Jakarta, Jurnas.com - Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono mengajak kampus untuk berperan aktif menjadi mitra kritis dan objektif guna menggeser kebijakan perlindungan sosial berbasis bantuan menjadi program pemberdayaan sosial yang mendorong produktivitas masyarakat.
“Negara tidak bisa sendiri. Pemerintah tidak bisa sendiri. Kami sangat membutuhkan kampus sebagai mitra yang objektif dan kritis untuk membangun model-model pemberdayaan yang kontekstual,” ujarnya.
Hal tersebut disampaikan Wamensos Agus Jabo dalam kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), yang dihadiri oleh puluhan mahasiswa, dosen, dan civitas akademika, Kamis (08/05/2025).
Keterlibatan kampus, lanjutnya, berkaitan erat dalam konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian masyarakat merupakan salah satu cara kampus untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.
“Kita ingin masyarakat bertransformasi dari mindset penerima bantuan ke mindset produktif. Kemiskinan bukan hanya soal ekonomi, tapi juga mentalitas,” kata Agus Jabo.
Selain perubahan pendekatan berbasis bantuan ke pemberdayaan, Agus Jabo juga menjelaskan kini pemerintah memiliki Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Data ini menjadi acuan tunggal untuk seluruh program bantuan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Diharapkan, dengan akurasi data yang ditingkatkan, pemerintah dapat menyasar keluarga miskin dan miskin ekstrem untuk diintervensi secara lebih tepat sehingga target pengentasan kemiskinan bisa dipercepat. Saat ini, sekitar 24 juta masyarakat Indonesia masih berada dalam garis kemiskinan, dan 3,17 juta di antaranya tergolong miskin ekstrem.
“Presiden menargetkan angka kemiskinan ekstrem tuntas pada 2026 dan angka kemiskinan turun di bawah 5 persen pada 2029. Ini bukan kerja satu kementerian, tapi kerja bersama termasuk dengan kampus seperti Unimus,” jelasnya.
Salah satu wujud konkret sinergi tersebut, kata Agus Jabo, adalah pengembangan desa model pemberdayaan. Ia mencontohkan upaya di 9 desa di Banyumas yang saat ini memproduksi kerajinan daur ulang seperti anyaman dari eceng gondok dan kotak sampah ekspor, yang melibatkan warga setempat secara aktif.
Tak hanya itu, Agus Jabo juga menekankan pentingnya intervensi komprehensif dalam penanganan kelompok rentan, termasuk Pemerlu Atensi Sosial (PAS) seperti penyandang disabilitas, anak terlantar, dan lansia. Program pelatihan, atensi, dan penguatan ekonomi terus digencarkan dengan kolaborasi antara Kementerian Sosial, pemerintah daerah, serta kementerian/lembaga lain.
“Kita kawal sampai mereka benar-benar berdaya. Meski jumlah bantuannya tidak besar, yang terpenting adalah dampak berkelanjutan melalui perubahan mindset dan kemandirian ekonomi,” tambahnya.
Agus Jabo menutup kuliah umumnya dengan ajakan konkret: “Mari kita sinergikan desa-desa dampingan kampus dengan program Kemensos. Dari situ, kita bangun model pemberdayaan masyarakat yang tidak hanya menyentuh ekonomi, tapi juga martabat bangsa.”
KEYWORD :Wamensos Agus Jabo Priyono Kampus Pemberdayaan Sosial