
Peringatan Hari Palang Merah Sedunia (Foto: Myanmar Red Cross Society/IFRC)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap tanggal 8 Mei, dunia memperingati Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia atau World Red Cross and Red Crescent Day. Tanggal ini dipilih untuk mengenang kelahiran Henry Dunant, pelopor gerakan kemanusiaan modern dan pendiri Komite Internasional Palang Merah.
Momentum ini bukan sekadar penghormatan kepada Dunant, melainkan juga pengakuan terhadap jutaan relawan yang setiap hari mengabdikan diri demi menyelamatkan sesama. Di tengah konflik, bencana, dan krisis global, keberadaan mereka menjadi pengingat bahwa harapan masih ada.
Gagasan Palang Merah sendiri lahir dari pengalaman Dunant saat menyaksikan kekacauan medan perang di Solferino, Italia, pada 1859. Ia mengorganisir warga setempat untuk merawat ribuan tentara yang terluka tanpa memandang pihak yang bertikai.
Dari semangat itu, pada 1863, Dunant bersama lima tokoh kemanusiaan lainnya mendirikan Komite Internasional untuk Bantuan Korban Luka, yang kemudian berkembang menjadi ICRC. Langkah tersebut menjadi pondasi kuat lahirnya prinsip netralitas, kemanusiaan, dan kesukarelaan dalam gerakan Palang Merah.
Seiring waktu, kebutuhan akan bantuan kemanusiaan yang lebih luas mendorong lahirnya Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada 1919. Organisasi ini dibentuk untuk merespons krisis non-perang seperti bencana alam, kelaparan, dan wabah penyakit.
Mengutip laman IFRC, usulan peringatan tahunan mulai dibahas pada 1922 dan sempat tertunda akibat Perang Dunia II. Akhirnya, pada 1948, 8 Mei resmi ditetapkan sebagai Hari Palang Merah Internasional dan pada 1984 namanya disempurnakan menjadi Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Sedunia.
Kini, IFRC telah menjelma menjadi jaringan kemanusiaan terbesar di dunia dengan kehadiran di lebih dari 190 negara. Setiap tahun, jutaan relawan dikerahkan untuk memberikan bantuan darurat, layanan kesehatan, hingga dukungan psikososial bagi korban bencana dan konflik.
Tahun ini, tema peringatan adalah “Keeping Humanity Alive”, yang menggarisbawahi pentingnya mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan di tengah dunia yang terus dilanda ketidakpastian. Tema ini juga menjadi bentuk penghormatan terhadap relawan yang mempertaruhkan hidupnya demi menolong orang lain.
Sejak September 2023, tercatat 28 relawan dan staf Palang Merah-Bulan Sabit kehilangan nyawa saat menjalankan tugas kemanusiaan. Mereka gugur dalam situasi bencana maupun konflik bersenjata, menunjukkan betapa tingginya risiko pekerjaan ini.
Oleh karena itu, peringatan tahun ini juga membawa pesan penting tentang perlindungan bagi para pekerja kemanusiaan. Mereka tidak hanya membutuhkan pengakuan, tetapi juga jaminan keselamatan, dukungan kesehatan mental, dan perlindungan hukum saat bertugas di lapangan.
Di tengah perubahan iklim, perang, dan krisis kemanusiaan yang terus bertambah, Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menjadi pengingat bahwa solidaritas global masih mungkin dirawat. Melalui kolaborasi lintas negara dan budaya, nilai kemanusiaan bisa tetap hidup.
Dengan semangat yang sama seperti yang ditanamkan Henry Dunant lebih dari satu abad lalu, gerakan ini terus membuktikan bahwa kepedulian tak mengenal batas. Dan selama masih ada yang bersedia membantu tanpa pamrih, kemanusiaan tak akan pernah padam. (*)
KEYWORD :Hari Palang Merah 8 Mei Tema Hari palang merah