Kamis, 08/05/2025 15:36 WIB

Anggota DPR Dorong Pemerintah Genjot Penerimaan Pajak dari Ekonomi Digital

Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Hasan, menekankan pentingnya pemerintah untuk mencari sumber-sumber penerimaan negara yang baru, terutama dari sektor ekonomi digital.

Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Hasan

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Hasan, menekankan pentingnya pemerintah untuk mencari sumber-sumber penerimaan negara yang baru, terutama dari sektor ekonomi digital.

Menurut Marwan Cik Hasan, ketergantungan pada harga komoditas membuat penerimaan pajak rentan terhadap fluktuasi pasar global. Karena Ia mendorong penerimaan pajak dari ekonomi digital. Ia menilai ekonomi digital belum termanfaatkan secara optimal.

"Data dari TMA Sek menunjukkan nilai transaksi digital mencapai Rp 2.200 triliun. Ini kan kalau kita bisa senggol 10 persen, bukan angka yang kecil," kata Marwan, dalam RDP Komisi XI DPR dengan Dirjen Pajak di Ruang Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/5).

Marwan Cik Hasan menyadari bahwa pemungutan pajak dari ekonomi digital memiliki tantangan tersendiri, terutama terkait regulasi lintas negara. Namun, ia mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret.

"Saya paham bahwa ini terkait dengan regulasi lintas negara, terkait dengan berbagai macam hal. Tetapi kan kita harus mulai, Pak. Kalau tidak, ya seperti tadi. Yang kita obok-obok (sumber penerimaan pajak) itu-itu saja," ungkapnya.

Lebih lanjut, Marwan Cik Hasan menyinggung permasalahan ketidakpatuhan wajib pajak dan keluhan mengenai ketidakadilan dalam sistem perpajakan saat ini.

"Akhirnya apa? Akhirnya, Pak ada 159 Wajib Pajak yang tidak jadi lapor. Badan juga begitu, Pak. Ya, sudahlah katanya, kan. Masa saya lagi, saya lagi, saya lagi yang dikejar lagi. Kan begitu. Jadi ada ketidakadilan di tengah masyarakat kita," tuturnya.

Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah tidak hanya mengoptimalkan penerimaan dari sumber pajak konvensional, tetapi juga fokus pada potensi baru seperti ekonomi digital. "Karena itu, saya pikir yang lama tetap kita optimalkan. Kita dorong supaya mereka patuh pada wajib pajak. Tetapi potensi baru, termasuk ekonomi digital ini harus kita sama-sama mulai tekankan," ucapnya.

Marwan Cik Hasan mengungkapkan data bahwa penerimaan pajak digital dari tahun 2020 hingga 2024 baru mencapai Rp 32 triliun, padahal nilai transaksi ekonomi digital sudah mencapai Rp 1.200 triliun.

"Sehingga ada potensi penerimaan negara setidaknya 220 T. Nah, ini kalau kita bisa dorong sama-sama, tentu ada kelegaan, Pak. Ya, karena yang namanya harga komoditas ini kita nggak bisa ngatur, Pak. Kondisinya supply and demand. Kalau di sana lagi butuh banyak, harganya naik, kita dapat pajak. Kalau di sana lagi nggak butuh, ya harganya turun, kita nggak dapat pajak. Jadi kita, napas pajak kita sangat bergantung pada pihak luar. Tidak bisa kita kendalikan sendiri," jelasnya.

Di akhir pernyataannya, Marwan Cik Hasan menekankan bahwa upaya peningkatan penerimaan pajak bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, melainkan tanggung jawab seluruh elemen bangsa.

"Dan saya pikir, bukan menjadi hanya tanggung jawab Bapak saja, tapi menjadi tanggung jawab kita semua sebagai pilihan negara-negara, karena pajak sampai dengan hari ini masih menjadi backbone utama kita dalam rakan APBN kita, menggerakkan ekonomi kita," pungkasnya.

KEYWORD :

Komisi XI DPR Marwan Cik Hasan Penerimaan Pajak dari Ekonomi Digital




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :