
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Ist/Humas Kemenperin)
Jakarta, Jurnas.com - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita membantah isu deindustrialisasi yang mengemuka akhir-akhir ini. Sebaliknya, menurut dia, industri manufaktur di Indonesia masih menjadi penggerak utama dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dari dua faktor saja, yakni Manufacturing Value Added (MVA) dan share terhadap PDB, belum berbicara mengenai kinerja capaian investasi dan ekspor, serta penyerapan tenaga kerja manufaktur, itu dengan sangat mudah bisa dipatahkan bahwa Indonesia tidak dalam fase deindustrialisasi," kata Menperin di Jakarta, pada Rabu (7/5).
Menperin mengemukakan, berdasarkan data World Bank dan United Nations Statistics, nilai MVA Indonesia pada 2023 menembus angka USD255,96 miliar. Ini merupakan capaian yang tertinggi dari yang sebelumnya pernah diraih Indonesia.
"Nilai tersebut menempatkan Indonesia dalam 12 besar negara manufaktur dunia, serta yang terbesar ke-lima di Asia, di bawah China, Jepang, India, dan Korea Selatan. Di ASEAN, nilai MVA Indonesia tentunya menjadi yang tertinggi, jauh melampui nilai MVA negara-negara ASEAN, termasuk Thailand dan Vietnam," ujar dia.
Menperin menyampaikan, tren MVA Indonesia terus meningkat sejak 2019, kecuali saat masa pandemi Covid-19. Dengan meningkatnya MVA ini, Indonesia setara dengan beberapa negara industri maju seperti Inggris, Rusia, dan Prancis.
"Rata-rata MVA dunia adalah USD78,73 miliar, sementara Indonesia mencatatkan rerata historis sebesar USD102,85 miliar. Pencapaian ini mencerminkan struktur industri manufaktur nasional yang kuat dari hulu ke hilir," dia menambahkan.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, sektor industri pengolahan nonmigas mengalami peningkatan dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional, yang tercermin dari catatan pada triwulan I 2025 sebesar 17,50 persen.
Capaian ini naik dibanding periode yang sama pada 2024 sebesar 17,47 persen, dan lebih tinggi dari sumbangsih sepanjang 2024 yang berada di angka 17,16 persen.
Begitu juga dengan dibandingkan dengan triwulan II-2022 pasca-Covid 19 melanda Indonesia, kontribusi ekonomi industri pengolahan nonmigas memiliki tren meningkat sampai dengan triwulan I-2025 ini.
Menurut Menperin, ekonom dan pengamat perlu melihat lebih dalam data PDB Industri Pengolahan Non Migas (IPNM) atau PDB manufaktur pada triwulan II 2022 sejak pandemi Covid-19 berhenti melanda Indonesia sampai saat ini pada triwulan I 2025.
"Berdasarkan analisis teknokratis kami terhadap data PDB IPNM per triwulan tersebut, ditemukan bahwa ada tren peningkatan pada share PDB IPNM yang signifikan secara statistik," ujar Menteri Agus.
Artinya, sejumlah indikator atau data kinerja positif industri manufaktur saat ini berkebalikan dengan yang disampaikan ekonom dan pengamat selama ini bahwa ada tren penurunan share PDB manufaktur yang menjadi dasar pernyataan mereka terkait deindustrialisasi yang melanda industri manufaktur Indonesia.
"Jadi, patut dipertanyakan alasan para pengamat yang mengatakan bahwa Indonesia sedang masuk atau sudah masuk ke dalam tahap deindustrialisasi. Itu salah, karena kita bisa lihat dari data yang ada, kinerja industri manufaktur masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi," kata dia.
KEYWORD :Menperin Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Deindustrialisasi