Selasa, 06/05/2025 20:39 WIB

Jabulani dan Teamgeist, Dua Bola Kontroversial di Piala Dunia

Dua bola resmi Piala Dunia paling menyita perhatian publik ialah Teamgeist (Piala Dunia 2006) dan Jabulani (Piala Dunia 2010).

Teamgeist, bola resmi Piala Dunia 2006 (Foto: Doknet)

Jakarta, Jurnas.com - Dalam sejarah Piala Dunia, perhatian pecinta sepak bola bukan hanya berasal dari pemain dan pertandingan. Bola resmi yang digunakan dalam ajang empat tahunan inipun kerap menjadi pusat sorotan.

Dua di antaranya yang paling menyita perhatian publik adalah Teamgeist (Piala Dunia 2006) dan Jabulani (Piala Dunia 2010). Kala itu, kedua bola resmi dianggap sebagai simbol inovasi yang penuh kontroversi.

Teamgeist diperkenalkan oleh Adidas sebagai bola resmi Piala Dunia 2006 di Jerman. Bola ini diklaim memiliki desain revolusioner karena menggunakan 14 panel, lebih sedikit dibanding bola konvensional dengan 32 panel.

Inovasi tersebut membuat bentuk bola Teamgeist lebih bulat sempurna dan lebih stabil saat ditendang. Namun, inovasi ini justru menuai kritik dari beberapa penjaga gawang dan pelatih.

Kiper legendaris Oliver Kahn menyebut Teamgeist terlalu ringan dan membuat arah bola sukar diprediksi, terutama saat bola dilepaskan dari jarak jauh.

Meski demikian, sebagian pemain depan justru menyukainya karena bisa menghasilkan tembakan melengkung yang lebih tajam dan cepat. Kontroversi ini membuat Teamgeist jadi topik hangat selama turnamen berlangsung.

Empat tahun kemudian, Adidas meluncurkan Jabulani sebagai bola resmi Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Kata `Jabulani` berasal dari bahasa Zulu yang berarti `merayakan`.

Sayangnya, euforia itu berubah jadi keluhan dari berbagai pemain top dunia. Bola ini memakai delapan panel yang disatukan dengan teknologi termal, tanpa jahitan sekalipun.

Masalah utama dari Jabulani ialah performanya yang tak konsisten di udara. Banyak kiper mengatakan bola tersebut melayang tanpa arah, sehingga sulit ditebak.

Iker Casillas, Gianluigi Buffon, hingga Julio Cesar terang-terangan menyebut Jabulani sebagai bola paling buruk yang pernah mereka hadapi. Bahkan, pelatih Fabio Capello sempat menyalahkan bola atas buruknya performa Inggris.

Tak cuma kiper, gelandang dan striker juga merasa bola ini sukar dikontrol saat dipantulkan atau diarahkan. Tendangan jarak jauh sering meleset dari target, bahkan saat dieksekusi oleh pemain berkaliber dunia seperti Cristiano Ronaldo.

Adidas berdalih bahwa Jabulani telah melalui uji aerodinamika yang intensif dan dirancang dengan teknologi tinggi. Namun, kritik dari lapangan lebih kuat dan nyata. Banyak yang menilai bahwa eksperimen Adidas terlalu berani untuk skala turnamen sebesar Piala Dunia.

Menariknya, bola-bola kontroversial ini tetap menjadi bagian dari sejarah. Teamgeist dikenang lewat gol-gol berkelas seperti dari Maxi Rodriguez dan Zidane. Sementara Jabulani melekat dalam memori penggemar sebagai bola dari era kejutan Afrika Selatan, termasuk gol spektakuler dari Siphiwe Tshabalala.

Sejak saat itu, Adidas mulai lebih hati-hati dalam mendesain bola untuk turnamen besar. Telstar 18 di Piala Dunia 2018 dan Al Rihla di 2022 membawa fitur teknologi tinggi, tapi dengan pendekatan yang lebih konservatif dalam desain aerodinamika.

Kini, setiap kali bola baru diumumkan jelang Piala Dunia, banyak yang akan membandingkannya dengan Teamgeist dan Jabulani. Dua bola ini memang meninggalkan jejak kontroversial dan ketidaknyamanannya di lapangan.

KEYWORD :

Bola Resmi Jabulani Teamgeist Piala Dunia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :